Sesuai rencana, Mars menemani Venus clubbing malam ini.
“Kamu minum aja, nanti tagihannya aku yang bayar,” ucap Venus melenggang ke lantai dansa.
“Maaf saya tidak minum.”
“Oh yah. Terserah kamu, soalnya susu stroberi gak ada disini,” sindir Venus mengenai kebiasaan Mars.
Venus meliukkan tubuhnya mengikuti dentuman musik, sambil sesekali menenggak minuman beralkohol rendah, dia tidak ingin mabuk malam ini, sekedar menghilangkan penat.
Gerakan tubuhnya terhenti saat sebuah tangan menyentuh pinggang Venus.
“Alexis!!!” pekik Venus menatap tajam Alexis, percuma, karena lampu klub yang temaram.
“Come on baby, beri aku kesempatan. Aku bisa ngasih kamu kenikmatan,” bisik Alexis di telinga Venus. Sontak Venus mendorong Alexis menjauh hingga menabrak beberapa pengunjung.
Sekarang, semua perhatian tertuju pada mereka. Venus menghindari ini, dia tidak suka mencari perhatian dengan cara ini.
“Ayo!” Alexis menarik tangan Venus menjauhi kerumunan.
“Gak mau, lepasin!” Venus memberontak melepaskan tangan Alexis.
“Stop!!!” Mars muncul menahan tangan Alexis.
“Siapa dia? Oh cowok yang bisa memuaskan lo di ranjang?” intimidasi Alexis yang tidak digubris oleh Mars.
Plak!!!
Kedua kalinya Venus menampar Alexis, Alexis mengelus pipinya sambil tersenyum licik. Ia menjambak Venus kasar.
“Aaahh!!!’ Venus berteriak kesakitan.
Bugh!
Bogem mentah Mars menghantam wajah tampan Alexis. Alexis jatuh pingsan.
“Ayo, kita tinggalkan tempat ini Nona!” Venus mengangguk dan menyambut uluran tangan Mars.
Di dalam mobil, Venus menahan air matanya. Dia menyesal telah mengenal Alexis, kali ini Venus salah menilai pria.
“Baiklah, sekarang nona istirahat. Saya akan menjemput nona besok pagi” pamit Mars sesampainya di apartemen Venus.
“Temenin gue, sampai gue tidur,” ujar Venus mengiba.
Mars hanya mengangguk, Venus mengambil botol minuman keras, ia butuh bantuan alkohol untuk melupakan kejadian tadi.
“Nih!” Venus menyodorkan satu sloki tequila ke Mars.
“Sudah saya katakan, saya tidak minum nona.”
“Gak mungkin. Lo gak usah jaga image depan gue. Minum aja. Lo gak tugas malem ini. Gak akan ada stalker yang gangguin gue,” ucap Venus meyakinkan Mars.
“Maaf tidak, terima kasih,” tolak Mars sekali lagi.
“Cih…Lemah banget.”
“Lo tahu permainan gunting batu kertas gak,” ucap Venus lagi.
“Ya tahu.”
“Kita main itu, kalau lo menang lo bebas dari minuman ini. Tapi kalo lo kalah, lo harus minum.”
Bagai kerbau dicucuk hidungnya, Mars mengikuti permintaan Venus, sayang dia lebih banyak kalah, dan sekarang kepalanya terasa berat .
“Mars, lo punya pacar?” tanya Venus sambil menenggak minumannya. Dia tidak sanggup menahan tubuhnya lagi.
“Tidak ada nona.”
“Kenapa?”
“Cinta itu berbahaya Nona. Saya tidak bisa mencintai perempuan yang akan menghancurkan saya. Apalagi pekerjaan saya sangat berbahaya, dia tidak akan sanggup,” ucap Mars, tapi Venus hanya fokus menatap bibir merah Mars. Dia yakin Mars tidak pernah menyentuh nikotin, benar-benar pria yang menjaga kebugarannya, menyukai susu dan anti rokok.
Perfect.
“Mars…” Venus mendekat dan duduk di pangkuan Mars. Menangkup wajah Mars, dan saling menatap. Degup jantung keduanya ditambah pengaruh alkohol membuat mereka terbuai percikan gairah.
“Non…hmppphh,” Venus mengecup bibir Mars, melahap,dan melumatnya. Terburu-buru dan kasar, dorongan hasrat memacu Mars untuk membalas ciuman Venus. Sesekali Mars memeluk pinggang dan menelusuri punggung mulus Venus
“Argh…” erangan Venus melecut Mars. Venus tahu Mars masih pemula. Sebenarnya sepolos apa pria di depannya ini. Apa benar dirinya tidak pernah berhubungan dengan wanita manapun.
Mars bangkit, menggendong Venus menuju ranjang. Bibir mereka masih saling berpagut, terengah-engah tapi mereka menikmati sensasi ini.
Sesampainya di ranjang keduanya berlomba melepaskan pakaian.
“Ah…sakiitttt!!!!” tanpa basa-basi, senjata tumpul Mars menghentak kasar ke dalam lubang kenikmatan Venus. Hentakan demi hentakan tanpa pemanasan, membuat Venus kesakitan dan kenikmatan bersamaan. Mars terus berpacu tangannya mencengkeram leher Venus hingga Venus sulit bernapas.
“Ah…”
“Arggh…”
“Ehmm…ah….,” hentakan Mars membuat Venus terdorong nyaris menyentuh kepala ranjang.
Kurang lebih sejam mereka melepas birahi. Berkali-kali pelepasan Venus membuatnya dibuai kenikmatan. Dia salah mengira Mars akan menghentikan permainan panas ini. Mars seakan tidak pernah puas sementara Venus lunglai terbuai kenikmatan.
“Argggh….,” erangan terakhir dari Mars, menyemburkan peluru cair dirinya. Mars menjatuhkan diri di samping Venus yang kelelahan. Dia tidak sanggup meladeni permainan Mars.
Keesokan paginya, Venus lebih dahulu terbangun dengan nyeri di kepala, badannya terasa pegal, celah di antara pahanya pun terasa perih.
“Mars!!!” teriak Venus, karena pria itu tertidur di sampingnya bertelanjang dada. Saat dia membuka selimut keduanya tidak berpakaian.
Mars terbangun karena teriakan Venus.
“Nona!!!” Mars meremas rambutnya, dia menyesali kejadian semalam. Dia salah dan merutuki kebodohannya.
“Mars, pakai bajumu!” perintah Venus sambil memalingkan wajah karena melihat pistol panjang Mars berdiri tegak membuatnya salah tingkah.
Mars memunguti bajunya satu persatu. Venus berdiam diri sambil memperhatikan gerak-gerik Mars.
“Nona, maafkan saya. Ini…ini salah,” ucap Mars merasa bersalah.
“Sudah gak perlu, santai saja Mars. Anggap aja ini gak pernah terjadi. Lo gue pecat. Lo jauh-jauh deh dari hidup gue,” ucap Venus santai. Benar-benar perempuan yang tidak kenal takut.
“Nona! saya harus bertanggung jawab,” ucap Mars menolak perkataan Venus.
“Tidak usah. Lo tanggung jawab apa, gue gak akan hamil, ntar gw minum morning pills lagian lo gak akan direstui keluarga gue. Jangan mimpi!”
“Nona!!”
“Udah sana pergi lo. Gue gak pengen liat muka lo lagi,” usir Venus dan Mars pergi meninggalkan Venus sendirian.
Setelah bunyi pintu apartemen ditutup, Venus bangkit.
“Ah…astaga gue diapain sih semalam sama si brengsek itu. Sakit banget, mana badan gue pegel-pegel semua,” Venus mencari bajunya dan bergegas menuju kamar mandi.
“Shit…ganas banget dia,” Venus memindai seluruh badannya di dalam kamar mandi. Mars meninggalkan banyak tanda merah di tubuh Venus.
“Halo Sha, suruh orang dateng buat massage gue yah di apartemen.”
“Oh iya dear. Biar lo fit buat syuting besok yah.”
“Hm…” Venus hanya menjawab singkat.
“Oh satu lagi, gue pengen Mars dipecat. Cari bodyguard lain.”
“Tapi dear…”
“Apa, lo pengen gue yang ninggalin agensi lo dan mutusin kontrak kita!?”
“Emang dia salah apa. Bukannya lo tadi malam ke klub. Ada kejadian apa!?”
“Udah gak usah bawel, lo turutin aja permintaan gue.”
“Iya princess, I’ll doing anything for you.”
Setelah menutup telepon, Venus menghubungi housekeeping untuk membersihkan apartemennya.
Dia berjalan menuju ruang tengah. Perut keroncongan membuatnya melahap apa saja yang ada di lemari pendingin.
“Kenapa senyum?” tanya Venus saat mendapati petugas kebersihan tersenyum melihat noda merah di sprei kamar.
“Ah tt-tidak Nona. Maafkan saya.”
“Gue mens. Makanya gue suruh lo bersihin. Gue gak bisa tidur kalo tempat tidur gue kotor,” bohong Venus. Baru kali ini dia mabuk dan kehilangan kontrol. Dia tidak bisa menyalahkan semuanya ke Mars, karena dialah yang memaksa Mars untuk menenggak minuman haram itu.
“Oh tentu saja Nona,” perempuan mengganti sprei dengan cekatan.
Venus benar-benar disudutkan, setelah petugas kebersihan sekarang giliran terapis pijat yang menggodanya.
“Nona, pacarnya ganas juga yah,” ucap karyawan itu melihat tanda merah bertebaran di tubuh Venus.
Venus menatap tajam, “Udah jangan bawel, awas aja mulut lo lemes di luar sana. Biasa aja ngeliatnya.”
“Iya Nona, maaf saya tidak berani. Anda adalah pelanggan VVIP kami.”
“Hmm…” ucap Venus singkat kemudian menelungkupkan wajahnya dan kembali menikmati pijatan.
Venus akan melupakan kejadian ini dan Mars selamanya. Dia perlu segera membeli morning pills. Dia tidak ingin gegabah dan menghancurkan karirnya.
Suara ambulans terdengar memekakan telinga, Venus menemani Mars diatas ambulans menuju rumah sakit terdekat. Venus tidak pernah sekalipun memalingkan wajah dari kekasihnya. Alat bantu pernapasan terpasang di tubuh Mars.Setibanya di rumah sakit terdekat, ternyata rumah sakit itu tidak memiliki alat yang canggih. Mars harus segera dioperasi ke rumah sakit yang lebih memadai. Venus memutuskan menuju rumah sakit tempat Marvel dirawat.Setibanya di rumah sakit, petugas medis dengan sigap mengambil brangkar Mars menuju ke ruang operasi. Kekalutan terlihat jelas di wajah Venus.“Venus…” Diandra mendapati anaknya dengan mata sembab mendampingi seseorang di brangkar. Orang tersebut tidak sadarkan diri dengan luka berdarah. Diandra keluar dari ruang perawatan Marvel hendak menelpon Marcell agar membawakannya baju ganti untuk Marvel.“He is my chef Mi, Mars my boyfriends,” jawab Venus terbata-bata.“Oh astaga, ap
Dret…Dret…Dret… Venus masih tidak sadarkan diri dan diikat di sebuah kursi. Layaknya dejavu kejadian ini kembali terulang. “Halo...Venus…ini aku Mars, aku masih hidup. Aku ingin menemui kam…” “Mars!!!” teriak Venus dengan suara bergetar. “Venus? Kamu dimana?” tanya Mars panik. “Hahahaha….Mars betul dugaanku lo masih hidup,” ucap Alexis mengambil alih ponsel milik Venus. Dialah yang menjebak Venus berpura-pura sebagai Mars agar bisa menyekap Venus dan memancing Mars keluar dari tempat persembunyiannya. Kali ini dia akan memastikan Mars tidak akan bisa hidup. Dia harus melihat Mars meregang nyawa dengan mata kepalanya sendiri. “Alexis brengsek gue gak akan biarin lo!” geram Mars, tangannya mengepal. Dia tidak ingin gegabah kali ini. Dia harus memikirkan taktik yang tepat yang akan digunakannya untuk menghadapi Alexis. Sebuah mobil SUV berwarna putih tiba agak jauh dari kawasan itu. Mars t
Marvel membawa beberapa pengawal yang handal untuk mengawalnya menemui Alexis. Dia tahu pria itu licik dan cerdik. Bisa saja ini jebakan. Mana mungkin Mars masih hidup, sedangkan mereka melihat dengan mata kepala sendiri Mars jatuh ke laut dalam keadaan terikat dan terkunci di dalam mobil. Marvel menemui Alexis kembali di sebuah gedung yang pembangunannya terbengkalai. Berbekal alamat yang dikirimkan oleh Alexis via pesan singkat. Setibanya Marvel disana, Alexis juga dikawal oleh beberapa pengawal. Namun, Marvel bisa menerka bahwa pengawalnya lebih banyak dibandingkan Alexis. Kedatangannya kali ini selain ingin mengonfirmasi kebenaran soal Mars, dia juga datang ingin membalas dendam terhadap perbuatannya melukai Venus adiknya. Susah payah Marvel mencari Alexis, tetapi kali ini malahan Alexis yang menyodorkan dirinya. “Apa maksud lo, soal Mars yang masih hidup,” tanya Marvel ke Alexis yang duduk di sebuah kursi kayu. “Iya dia masih hidup. Gue tahu ini
Mars tetap berdiam diri di Bali memulihkan kondisinya dan berencana setelah kondisinya membaik dia akan menemui Venus. Rencananya untuk menikahi Venus tetap ingin dijalankannya. Mengenai dendamnya, dia menganggap Alexis pantas ingin membunuhnya dan ini setimpal. Alexis sudah membuat dia berada di ambang kematian, dia tidak akan membalas dendam, cukup.Balas dendam bagaikan lingkaran setan. Andaikan kita tetap menuruti rasa egois untuk membalas tindakan jahat orang, tidak akan ada habisnya. Dia hanya ingin hidup bahagia dengan Venus.Atas informasi yang didapatkan dari Mars, Emma akhirnya mengetahui keberadaan anak perempuannya. Sheila ternyata berada di Ambon, di sebuah pulau terpencil.“Mars, apakah adikmu tahu bela diri?” tanya Emma yang menghampiri Mars yang sedang menikmati pemandangan sunset di salah satu pantai di Bali.“Kenapa?” tanya Mars heran atas pertanyaan tiba-tiba ibunya.“Orang suruhan ibu menemuinya tet
Flashback“Hei, turunkan dia,” perintah Alexis kepada anak buahnya setelah Mars kembali dibuat tidak sadarkan diri.“Ikat dia dan masukkan ke dalam mobil lalu buang ke jurang,” perintah Alexis lagi. Dia sangat senang melihat Mars dibunuh secara perlahan demi balas dendamnya atas kematian abang angkatnya beserta keluarganya yang dibunuh oleh Mars. Ternyata bukan hanya karena ingin memiliki Venus tetapi dendamnya bertambah saat dia mencari tahu siapa Mars dan dia mendapati fakta bahwa orang inilah yang dia cari selama ini.Saat didudukkan di dalam mobil yang disiapkan untuk terjun ke jurang, Mars sudah sadarkan diri dan terus berontak berusaha melepaskan diri.“Ada kata-kata terakhir?” tanya Alexis.“Brengsekkk lo!!!” umpat Mars dengan tatapan amarah.“Hahaha…oke. Selamat menikmati neraka Mars Dandelion, semoga kamu tenang disana,” Alexis bersorak senang.Alexis
Sebulan kemudian, “Huek…huek…” Sejak pagi hari Venus terus memuntahkan isi perutnya. Perasaannya sudah tidak enak beberapa hari ini. Dia gampang lelah dan wajahnya tampak pucat. “Venus, kamu baik-baik aja sayang?” Diandra menghampiri Venus di dalam kamar mandi. Kebetulan pagi ini dia ingin mengantarkan sarapan untuk Venus yang hanya terbaring lemah. “Gak tahu Mi, perut aku gak enak,” “Ya udah. Kita panggilin dokter yah,” saran Diandra. “Iya Mi,” kali ini Venus menuruti perkataan Diandra. Tidak lama dokter keluarga tiba di kediaman mereka memeriksa kondisi Venus yang lemah dan hanya mampu berbaring. “Kenapa dok?” tanya Diandra saat melihat raut wajah dokter yang terkejut dan bingung. “Hmm…bagaimana saya menjelaskan ini Nyonya Diandra,” dokter terlihat menimbang-nimbang. “Dok...jangan membuat saya penasaran seperti ini,” desak Diandra lagi. Venus hanya terdiam dan juga bingung. “Kapan tera