Kedua mata itu menatap ke arah luas lapangan kampus, masih terbayang jelas di matanya kedekatan antara kedua mahasiswanya. Dimana dengan lepasnya Wika tertawa bersama seorang pria yang nyaris asing bagi Pras.
Pras tidak tahu jika selain Wika ternyata masih ada mahasiswa yang lainnya juga suka membolos di mata kuliahnya. Memang apa masalahnya sih sehingga mereka tidak menyukai pelajaran bahasa Inggris? pikir Pras.
Pras berdecak sebal, selain hubungan pertemanan ada hubungan lain apalagi antara Wika dah pria itu sehingga terlihat sangat akrab dan mesra.
Kedua orang itu juga kompak sering bolos di mata kuliah bahasa Inggris, apa mungkin mereka sudah janjian? Mungkinkah mereka sepasang kekasih? Dan, apa itu tadi? Setangkai bunga untuk Wika?
Ciihhhh! Kekanakan! cibir Pras kesal.
Pras niat awalnya tadi melihat Wika karena merasa iba dan ingin menyuruh gadis itu untuk menyudahi hukuman darinya.
Pada malam hari bel rumah Wika berbunyi, dengan cepat Wika berlari untuk membuka pintu rumahnya. Disana Pras berdiri dengan penampilan yang sedikit kusut tak seperti penampilannya pagi tadi.Wika menyapa Pras sekadar basa-basi dan Pras pun membalas sapaan basa-basi Wika sekedarnya. Membuka pintu lebar dan segera menyingkir demi memberi jalan untuk Pras masuk ke rumahnya."Dimana Vania?" tanya Pras celingukan mencari keberadaan sang anak."Vania tidur di kamarku," sahut Wika berjalan menaiki anak tangga menuju lantai atas dimana kamarnya berada.Pras mengikuti Wika, tidak, lebih tepatnya mengekori langkah gadis itu dari belakang. Wika membuka pintu kamarnya lebar dan masuk ke dalam, di susul Pras yang juga ikut masuk ke dalam kamarnya.Pras tercengang ketika melihat kamar Wika, isi di dalamnya sangat rapih, dan bersih. Pras tidak menyangka dan tidak menduganya, ia pikir kamar Wika pastila
Pras melirik Wika yang hanya diam setelah gadis itu menjelaskan perihal hubungannya dengan si Alex Martin. Dada Pras merasakan kelegaan dan plong setelah mendengar jawaban Wika.Tapi, pertemanan yang seperti apa sampai dekat seperti itu. Ah! Pras kembali merasa risau, sial!"Pertemanan seperti apa yang kamu maksud, Wika Adelia?" tanya Pras yang sedari tadi mulutnya sudah gatal ingin bertanya hal itu.Wika memalingkan wajahnya dan kini menoleh penuh ke arah Pras. "Kenapa?" tanyanya. "Kenapa pak Pras ingin sekali tahu?"Tiba-tiba Pras terkekeh, "lihatlah, sekarang siapa di antara kita yang kepo?" sindir Pras.Wika mengatupkan mulutnya seketika bungkam, benar juga, kenapa dia yang jadi terlihat kepo sekarang?"Bisa banget ya bapak memutar balikan fakta, jelas-jelas bapak yang kepo." sesal Wika merasa kalah malu pada Pras.Pras tertawa, "ya sudah, biar adil,
Melliza Salma tersenyum puas saat ia berhasil mengatakan segala sesuatunya mengenai kisah perjalanan rumah tangganya dulu bersama Pras, sang mantan suami. Dapat terlihat jelas oleh pandangan matanya reaksi keterkejutan dari kedua ibu itu ketika Melliza mengatakan alasan mengapa ia memilih bercerai dari Pras.Kedua mulut ibu itu terbuka lebar untuk beberapa saat kemudian mengatup rapat lagi. Masih sangat syok dengar cerita mantan istri dari tetangga barunya ini. Melliza kembali merapihkan rambutnya yang tergerai terkena hembusan angin, saat itu tanpa mereka sadari sosok bocah kecil tengah memperhatikannya dari arah rumah yang bersebelahan dengan rumah Pras."Mama!" pekik Vania berlari kecil saat matanya seperti menangkap sosok yang di kenalinya.Seperti mendengar suara teriakan anak kecil, sontak Melliza dan kedua ibu itu memutar kepalanya menoleh ke sumber suara dan melihat Vania yang berlarian kecil mendekat. Kedua mata Melliza ber
Hari-hari berlalu begitu cepat tanpa terasa dan kembali bertemu hari weekend. Tetapi, hari ini tak seperti biasanya Pras akan bersikap ceria dalam menyambut hari wekeend-nya.Pras merenung di balkon kamarnya sembari menatap ke arah perumahan lainnya sambil berpikir keras, terus memikirkan beberapa hari belakangan ini. Pras merasa ada sesuatu hal yang janggal, dan itu terjadi pada dirinya saat ia melihat semua tatapan tetangganya yang seolah menyiratkan ekspresi heran dan tak menyangka.Pras bahkan tak sengaja ketika saat itu lewat melintas ia mendengar para ibu-ibu tetangga di komplek perumahan ini tengah menggosip berbisik-bisik menyebut nama Pras dan Vania. Para ibu-ibu itu langsung terdiam kaku saat menyadari kehadiran Pras, mereka semua menyapa ramah Pras seraya tersenyum kemudian ngacir pergi.Dan hal itu tak sekali dua kali terjadi, bukan hanya kalangan ibu-ibu saja bahkan bapak-bapak di lingkungan komplek per
Wika pulang dengan tubuh yang lemas, bukan lemas karena kelelahan habis joging melainkan lemas karena syok luar biasa dengan hal yang baru saja ia dengar dari para tetangganya.Wika merapalkan dalam hati kata 'tidak mungkin' berulang kali. Ia tidak sepenuhnya percaya pada apa yang di gosipkan para ibu-ibu tadi. Rasanya itu sangat mustahil bagi Wika untuk mempercayainya.Pak Pras yang tampan dan gagah, tak mungkinlah jika beliau adalah seseorang yang menderita penyakit impoten. Yang menurut Wika pernah mendengar jika itu adalah suatu penyakit mengenai alat kelamin pria, dimana alat kelamin pria yang tidak mengalami ereksi meskipun pria tersebut sudah sangat bergairah.Argghh!Wika dilanda rasa tak percaya, tak habis pikir dengan gosip itu. Sambil duduk di salah satu anak tangga rumahnya Wika duduk sembari mengutak-atik ponselnya. Searching di salah satu aplikasi guna demi mencari kebenaran tentang f
Raut wajah Sofi juga ikut gusar sama seperti raut wajah Pras, keduanya duduk terdiam setelah Pras menceritakan segala firasat buruk dan dugaannya."Apa kamu yakin, kak Pras?" tanya Sofi melirik sang kakak.Pras menghela nafas, "entahlah, tapi hari ini aku menemukan sesuatu yang mengejutkan.""Sesuatu yang mengejutkan?" ulang Sofi.Pras mengangguk. "Aku syok saat menemukan satu foto Melliza di kamar Vania.""Apa?!""Padahal kamu tahu sendiri kan jika aku sudah membakar semua benda apapun yang mengenai Melliza. Agar Vania tidak akan mengingat-ingat wanita itu lagi dengan tidak adanya kenangan tentang dia di rumah baru kami." kata Pras meradang dengan wajah merah padam menahan amarah."Kecuali jika bukan orangnya sendiri yang datang ke tempat ini dan mulai mengusik kembali Vania." ucap Sofi yang di angguki setuju oleh Pras. "Dan juga menghasut para tetangga
"Hai!" sapa Sofi ketika membuka pintu utama rumah Pras. Di ambang pintu yang terbuka berdiri Wika bersama Vania."Mbak Sofi!" pekik Wika mendekat seraya memeluk tubuh Sofi. "Kapan datangnya mbak?" tanya Wika."Uhm, sudah lumayan lama sejak pagi tadi." jawab Sofi tersenyum menatap Vania sembari melambaikan tangannya.Vania tersenyum seraya masuk ke dalam rumahnya, Sofi melepas pelukannya. "Ayo masuk," ajak Sofi.Wika tersenyum dan menoleh ke belakang mencari Vania yang sudah tidak ada. "Vania....""Anak itu sudah masuk ke dalam Wika." ucap Sofi memberitahu saat melihat Wika yang panik."Astaga! Aku pikir anak itu kemana mbak." kekeh Wika dan perlahan melangkah masuk ke dalam rumah Pras dan menutup pintunya."Apa saja yang kalian lakukan seharian ini sampai Vania tidak ingat pulang?" goda Sofi."Tidak banyak mbak, kami menghabiskan waktu menonto
"Aku titip putriku ya, Fi." kata Pras setelah selesai menyantap sarapannya dan bangkit berdiri. Memakai jasnya yang tersampir di kursi kosong disampingnya.Sofi mengangguk, menggerakkan sebelah tangannya membentuk tanda hormat. "Siap bos!""Terima kasih," ucap Pras saat sudah mengancingkan jasnya, mencium kening sang adik dan kening putrinya dengan sayang."Kalau terjadi sesuatu hal buruk, maka tolong hubungi aku." titah Pras yang di angguki Sofi.Pras melangkah ke luar pintu di ikuti Sofi yang mengekor di belakangnya, sementara Vania masih setia duduk di kursinya menikmati sarapan sembari termenung. Wajah bocah itu terlihat murung dan cemas, entah apa yang sedang di pikirkannya."Hati-hati kak," kata Sofi pada Pras."Oke." sahut Pras tersenyum sembari membuka pintu mobil dan masuk ke dalam mobilnya.Sofi melambai-lambaikan tangannya pada mobil Pras yang