Kesokan harinya....
Wika memilih tak masuk ke kampus hari ini, gadis itu beralasan jika dirinya sedang tidak enak badan. Sebenarnya bukan hanya alasan tapi memang benar jika Wika merasa kurang sehat, entah suatu keberuntungan atau tidak karena Wika memang malas sekali hari ini datang ke kampus.
Selain perasannya yang belum stabil, Wika juga tak ingin melihat ketiga temannya yang sekarang ini tengah memusuhinya. Wika tersenyum kecut saat kata ketiga teman terlintas di pikirannya, apakah ketiga orang itu masih menganggapnya teman? Tidak, itu salah. Yang benar adalah, apalah Wika masih menganggap dan mau menerima mereka bertiga sebagai temannya?
Jawabannya adalah tidak, Wika berjanji pada dirinya sendiri jika setelah ini entah suatu saat ketiga orang itu sadar dan meminta maaf padanya. Maka Wika akan tetap memaafkan, tapi jika untuk kembali berteman seperti biasa maka Wika tidak akan pernah mau.
"Hmm, itu...." Pras menggantungkan kalimatnya seraya mengigit bibirnya. Kentara sekali jika Pras tengah berpikir mencari jawaban apa yang pas untuk ia berikan pada Alex yang kini tampak menunggu sekaligus menuntut jawaban darinya.Alex kini semakin menatap tajam Pras dan sedikit menyipitkan matanya tanda curiga dengan gelagat Pras yang tampak gugup dan ragu. Tapi, dibalik itu semua Alex sangat menunggu jawaban dari dosennya dengan harap-harap cemas. Alex takut pertanyaan konyolnya ini malah membawa petaka baginya, bagaimana jika yang sebenarnya antara Wika dan Pras memang memiliki suatu hubungan atau istilah kerennya something special? Maka bisa berabe bagi Alex, sebab selama ini Alex memang menaruh hati pada Wika yang ia anggap sebagai pujaan hatinya. namun sampai sekarang pun Alex belum mampu mengutarakannya pada Wika, pertemanan yang terjalin diantara mereka saat ini memanglah terbilang dekat, dan perlahan perasaan cinta itu pun hadir.
Ini sudah hari ketiga terhitung Wika tak masuk kampus, gadis itu memilih berdiam diri di rumah tanpa niat untuk pergi ke kampus tempatnya menimba ilmu. Selama itu pula kedua orang tua Wika menanyakan kenapa putri semata wayangnya itu tak ingin pergi ke kampus. Dan Wika beralasan jika dirinya masih tak enak badan.Bu Asti sebenarnya menaruh curiga pada alasan Wika, terlebih saat ia mengecek suhu tubuh putrinya yang normal sama sekali tak menunjukkan tanda-tanda orang yang kena sakit demam. Tapi, sebisa mungkin Bu Asti memaklumi putrinya itu, jauh di dalam lubuk hatinya Bu Asti memiliki firasat jika ada sesuatu hal buruk yang terjadi pada Wika hingga bersikap seperti ini. Malas-malasan, ogah-ogahan dan selalu murung. Padahal beberapa waktu yang lalu Wika sangat ceria.Perasaan tak tenang itu ternyata tak hanya di rasakan Bu Asti saja, tetapi juga tengah melanda diri seorang Pras. Akhir-akhir ini pria itu selalu memperhatikan dan memantau setiap perger
Pras menahan kekesalannya pada sang adik, Sofi. Barusan tadi pagi-pagi sekali Sofi menghubungi Pras, dan mengatakan padanya jika ia dan Vania akan lebih sedikit lama tinggal di rumah orang tuanya.Selain Vania yang masih betah tinggal di rumah oma-opanya. Ternyata Vania masih sedikit kesal dengan sikap Pras terakhir kalinya sebelum ia pergi ke rumah oma-opanya. Bagaimana Pras yang melarang keras Vania untuk tak menemui Wika sekeluarga.Sofi hanya bisa tertawa di seberang telepon saat mendengar suara kakaknya yang menggeram kesal. Pastilah kakaknya itu merasa kesepian di tinggal sendirian, tanpa ada Vania dan celotehannya.Pras memilih tak mau larut dalam kerinduannya pada sang anak. Toh, hari ini juga setelah selesai mengajar ia bisa pergi ke rumah orang tuanya.Pras melangkahkan kakinya menuju kamar mandi, berdiri dibawah pancuran shower yang mengguyur seluruh tubuhnya dengan air dingin sepertinya cocok untuk
"Mau bercerita?" tanya Pras melirik sekilas Wika yang hanya diam saja semenjak mereka pamit pergi tadi.Sekarang ini mereka berdua tengah berada di mobil milik Pras yang tengah melaju di jalanan menuju ke kampus. Suasana diantara mereka memang hening sejak dari lima menit yang lalu, Pras fokus menyetir sembari menatap jalanan sedangkan Wika diam dengan segala pemikirannya yang berkecamuk tak karuan."Tidak masalah jika kamu belum siap untuk bercerita. Tapi, jika kamu membutuhkan teman curhat, saya harap orang itu adalah saya." ucap Pras tampak begitu percaya dirinya.Wika hanya memutar bola matanya malas ke arah Pras. "Baik pak," sahut Wika santai meskipun ia tampak kesal pada lelaki itu."Jujur, saya tidak tahu apa yang sedang kamu hadapi saat ini. Maksudnya, saya tidak tahu masalah apa yang sedang menimpa kamu saat ini Wika—""Saya baik-baik saja pak," sahut Wika memotong perkataa
"Dan, satu lagi..., jangan panggil saya bapak. Saya bukan bukan bapak kamu Wika. Oke!" ucap Pras seraya mengedip-ngedipkan matanya.Meskipun bingung dengan nada perintah permintaan Pras, namun Wika tetap menganggukkan kepalanya."Terus, saya harus memanggil anda apa kalau bukan bapak?" tanya Wika pada akhirnya tak tahan untuk protes juga.Pras tersenyum manis seraya merangkum wajah Wika dalam tangkupan kedua tangannya. "Jika di depan banyak orang kamu panggil saya bapak. Tapi, jika kita sedang berduaan seperti ini, maka kamu cukup panggil saya mas.""Apa? Mas?" Pras mengangguk, "aneh."Dahi Pras mengernyit, "aneh kenapa?""Ya anehlah pak, tetiba saja bapak minta untuk di panggil mas kalau kita sedang tidak bersama orang banyak.""Itu namanya gak aneh Wika, tapi romantis.""Eh!" Wika berjengit kaget mendengarnya. "Romantis dari
"Ayo pulang," ajak Pras pada Wika yang mulai mengantuk.Dengan gerakan malas Wika bangkit dari duduknya, mengekori Pras yang berjalan lebih di depannya. Tadi siang Pras mengirimi pesan chat pada Wika untuk pulang bersama. Wika awalnya tentu tidak mau, karena ia bisa mati kebosanan menunggu Pras seperti tempo hari saat Wika menunggunya untuk pulang bersama.Dan ternyata terbukti benar! Namun penolakan Wika lenyap saat ia luluh dengan permintaan Pras yang bagaikan rayuan maut untuknya. Alhasil, akhirnya Wika menyetujui untuk pulang bersama dan menunggu Pras."Tadinya saya ingin mengajak kamu ke rumah orang tua saya, karena saya merindukan Vania. Tapi, jika dilihat situasi sekarang ini, kamu sangat mengantuk." kata Pras menatap Wika yang mulai memejamkan matanya kembali setelah mereka masuk ke dalam mobil."Uhm, sedikit pak." sahut Wika lirih."Masih hidup, kan?" goda Pras.
"Wika," Pras mengguncang pelan kedua bahu Wika."Bangun Wika, kita sudah sampai." kali ini Pras menepuk-nepuk pelan kedua pipi halus dan lembut milik Wika."Enghh," erang Wika menggeliat bangun dari tidurnya."Hoamm, sudah sampai?" tanyanya sembari menguap dan mengucek kedua matanya.Pras mengangguk, "ayo kita keluar."Pras keluar dari mobil di susul Wika, terkejut saat matanya menatap ke arah rumah orang tua Pras. Di sana Wika melihat empat sosok yang tengah berdiri menatap ke arah mereka."Kejutan! Mereka menyambut kita secara antusias." ucap Pras tersenyum.Wika menoleh ke arah Pras, "pasti mas yang menghubungi mereka jika kita sudah hampir sampai." tebak Wika."Benar!" akui Pras jujur."Kakak cantik!" teriak Vania berlari kecil ke arah Pras dan Wika.Wika menyambut hangat sosok Vania yang mengha
Acara makan malam keluarga Pras bersama Wika berlangsung lancar dan menghangat dengan di selingi obrolan ringan. Obrolan kembali berlanjut saat semuanya telah selesai makan dan mereka memilih untuk berkumpul di ruang keluarga.Banyak hal yang masuk dalam obrolan antara Wika, Pras dan keluarganya. Dari situ juga Wika jadi tahu nama kedua orang tua Pras. Ibu Pras bernama Mala dan ayah Pras bernama Burhan Girandi.Sayangnya obrolan harus terhenti karena Vania yang mengantuk dan merengek untuk di temani tidur. Sofi mengambil alih Vania yang berada dalam pangkuan Wika sedari mereka berada disini.Sofi meringis saat mendapatkan penolakan dari keponakannya yang merengek untuk di temani tidur oleh Wika.Wika melirik ke arah Pras, Sofi, Bu Mala dan Pak Burhan yang mengagukkan kepala mereka tanda setuju.Mendapatkan persetujuan itu Wika menggendong tubuh Vania yang sudah mulai terlelap, membawanya menai