Share

Bab 7. Karena Kamu, Mas

POV Thalita

“Omonganmu itu loh, Mas!” sergahku dengan kesal. Namun, bukannya merasa bersalah Mas Ravi justru tersenyum menatapku dari balik spionnya.

“Mas serius.”

Aku menghela napas dengan panjang, memilih untuk bersikap abai. Selama ia terus melajukan mobilnya. Tiba-tiba lelaki itu memutar sebuah lagu Jawa dengan judul **Kelingan Mantan**

*_Dek koe mbiyen janji ro aku. Nglakoni

tresna suci iklhas tekan mati. Neng nyatane ngapusi, cidro ati Iki. Netes eluhku deres mili di pipi_

Mendengar lirik lagu itu seketika membuat aku merasa Dejavu. Merasa jika mas Ravi tengah menyindirku. Dulu kami memang pernah saling berjanji akan terus bersama memperjuangkan cinta kita. Namun, nyatanya takdir berkata lain. Saat cinta itu terhalang restu keluarga, aku bisa apa? Selain mengalah, memilih meninggalkannya. Ibunya bilang itu demi kebahagiaannya. Ya, aku lakukan itu demi dirinya. Dan sekarang kami dipertemukan dalam status yang tak lagi sama seperti dulu. Apa yang harus ku lakukan? Sudah berusaha menjauh. Namun, sekali lagi Tuhan seolah selalu membuat kami tetap bertemu. Ataukah memang ini semua perbuatan Mas Ravi. Ah, entahlah aku kurang mengerti.

“Berhentilah di depan,” pintaku secara tiba-tiba.

“Lho kenapa? Kan belum sampai tujuan,” jawabnya seraya mengecilkan volume musiknya.

“Aku harus jemput Hira dulu,” jawabku dengan wajah datar. “Aku sudah bayar pakai ovo ya,” sambungku. Begitu berhenti, gegas aku langsung turun dari mobilnya tanpa menunggu jawaban darinya, dan bahkan aku tidak ada niatan untuk menoleh. Kakiku terus melangkah, baru berniat membuka pintu gerbang ternyata pintu sudah terbuka dari dalam, sosok malaikat kecilku muncul dari sana. Wajahnya nampak segar, pakaiannya sudah rapi. Yah, begitulah untuk setiap harinya ketika aku tinggal bekerja, Hira akan tinggal bersama budhenya sampai sore, dan aku akan membawanya pulang ketika sudah rapi.

“Ibu...” panggilnya merdu. Aku tersenyum merentangkan kedua tangannya, memintanya untuk masuk ke dalam dekapanku. Begitu dia masuk ke dalam dekapanku, aku memeluknya seraya bertanya.

“Bagaimana untuk hari ini, sayang?”

Dia melepaskan dekapanku. “Baik, Bu.”

Aku tersenyum membelai wajahnya. Tak berselang lama sosok perempuan dewasa muncul dari dalam rumah menghampiri. “Ini pakaian kotor Hira, Ta.”

“Makasih banget ya, Budhe.”

“Sama-sama. Kamu gak mau masuk dulu, Ta?” tawarnya.

Aku tersenyum menggeleng. “Gak budhe. Pengen cepat sampai rumah saja.”

“Ya sudah.”

Kami berlalu dari sana. Aku berniat pulang dengan jalan kaki. Toh jarak rumah Budhe ke rumahku tak lagi jauh. Namun, tiba-tiba sebuah mobil terhenti di samping kami. Aku spontan menoleh, lalu berdecak sebal menyadari itu mobil Mas Ravi. Benar, tak berselang lama lelaki itu menurunkan kaca jendela mobilnya.

“Hai, adek Hira,” sapanya dengan hangat.

“Wah Paman, ada di sini.” Putriku tak kalah hebohnya. Aku menggenggam tangannya dengan kuat, sambil berbisik di telinganya untuk tetap melanjutkan jalan.

“Sebentar, Bu. Kan sedang ada Paman. Kata Ibu tidak baik mengabaikan orang begitu saja.”

Aku mendelik mendengarnya, seakan merasa tertampar akan ucapanku sendiri. Dan diam-diam aku melirik ke arah Mas Ravi, di mana lelaki itu tengah menahan tawanya. Mungkin ia merasa senang, mendapatkan pembelaan dari Hira.

“Hira mau pulang ya?” tanya Mas Ravi lagi membuat aku mendengus sebal. Karena menurutku pertanyaannya itu hanya sekedar basa-basi.

“Iya. Paman kok bisa ada di sini?”

“Iya kebetulan habis narik,” sahut seraya melirik ke arahku.

“Narik?”

“Taksi online.”

Jawaban oh keluar dari bibir Hira.

“Rumahnya masih jauh gak, Hira?” tanya Mas Ravi lagi.

“Lumayan, Paman. Biasanya ibu jemput pakai motor, ini tumben jalan kaki.”

“Ya udah ayo masuk. Paman antar ya.” Binar bahagia terlihat di wajah Mas Ravi.

“Tidak usah, Mas. Kami bisa jalan kaki,” tolakku dengan cepat berniat menarik tangan putriku sebelum ia mengiyakan ajakan Mas Ravi.

“Ibu tunggu dulu. Jangan cepat-cepat jalannya,” protes Hira ketika aku menarik tangannya dengan sedikit cepat.

“Makanya jalan lebih cepat Hira. Biar cepat sampai.” Aku seolah tak memperdulikan rengekan putriku.

Brughh!!

“Ibu sakit... Huaaaaaa......” teriakan Hira menggema ketika terjatuh. Aku langsung menghentikan langkahku, menghampirinya dengan cemas.

“Hira... Maafin ibu, sayang. Maaf." Sesalku tiba-tiba menghampiri. Merasa menjadi ibu yang tidak becus, putriku menangis melihat lututnya terluka akibat terbentur aspal. Tangisnya terdengar semakin kencang.

Saat aku tengah menenangkan Hira. Tiba-tiba mobil Mas Ravi berhenti, tampak pintunya terbuka tak berselang lama, ia menghampiri kami. “Biar aku bantu.”

Tanpa meminta ijin dariku, lelaki itu langsung menggendong Hira membawanya masuk ke mobil. “Sudah. Tenanglah itu hanya luka kecil, nanti juga sembuh. Hira kan anak yang kuat.”

Usai berucap demikian Mas Ravi menatap ke arahku yang masih berdiri di sisi mobil. “Tidak apa-apa itu hanya luka kecil. Hira akan baik-baik saja. Kamu tenanglah. Masuklah biar ku antar kamu pulang.”

Aku mengangkat wajahnya menatap dirinya dengan kesal. “Semua ini karena kamu tahu gak, Mas.”

“Aku...” Mas Ravi menunjuk dirinya sendiri dengan jadi telunjuknya, membuat aku mengangguk. “Kok bisa karena aku?”

“Kalau kamu gak ngikutin kami tadi. Aku gak mungkin narik-narik tangan Hira, terus buat sampai jatuh gitu,” sergahku menatap dirinya dengan jengkel.

“Aku kan hanya menawarkan bantuan,” sanggahnya tanpa rasa bersalah. “Soal Hira jatuh karena kamu sendiri. Salah sendiri menariknya terlalu kuat. Seperti dikejar deb colector saja...” katanya membuat kedua matanya membulat ke arahnya. Namun, ia justru tersenyum jumawa. “Eh mungkin lebih tepatnya dikejar-kejar duda."

Perkataan selanjutnya membuat aku melongo. Dia tertawa kecil sebelum membuka pintu kemudi. “Ayo masuk, aku antar kamu pulang.”

Aku masih diam bergeming di tempat. “Aku bisa....”

“Kamu itu benar-benar aneh ya, Lita.” Tiba-tiba dia berucap yang membuat aku mau tak mau menatap ke arahnya penuh tanya. “Katanya aku ini saudara kamu. Lalu, apa salahnya kamu pulang di antarkan saudaramu ini. Gak rugi-rugi amat kan.”

“Ibu sakit...” Di saat aku tengah memikirkan keputusan ku. Teriakan Hira membuat aku sadar jika harus segera membawanya pulang. Akhirnya, aku pun memutuskan untuk kembali masuk ke mobil.

Beberapa saat kemudian, mobil Mas Ravi tiba di depan rumahku. Gegas aku turun membuka gerbang, lalu berbalik berniat membawa Hira. Namun, lagi-lagi Mas Ravi sudah sigap menggendong putriku. “Berikan padaku, Mas. Ini sudah..."

“Ayo cepat aku bantu.” Mas Ravi mendesakku membuat aku tak bisa berkata-kata. Aku menuruti dirinya berjalan membuka pintu rumahku. Menghidupkan saklar lampu agar rumah terlihat terang. Mas Ravi menidurkan Hira di kursi. “Ini biar..."

“Mana kotak p3knya?” pinta Mas Ravi.

“Tidak perlu, Mas. Kamu pulang saja, Hira biar aku yang urus."

“Aku hanya mau menjadi orang yang bertanggung jawab. Bukankah Hira terluka karena aku? Maka biarlah aku yang mengobatinya." Kalimat seolah tengah menyindirku yang sempat menuduh dirinya, dan hal itu berhasil membuat aku tak bisa berkata-kata. Saat Mas Ravi sudah beranjak mengambil kotak p3k yang aku letakkan di samping lemari televisi. Ia kembali duduk dan mulai mengobati Hira dengan telaten.

“Kalau sakit bilang sama Paman ya?” katanya pada Hira.

“Iya Paman. Tapi, ini tidak sakit. Paman kenapa baik sekali?” tanya putriku.

Mas Ravi melirik ke arahku membuat aku membuang pandangannya. “Karena...”

“Karena Paman suka sama Ibu ya.”

Perkataan putriku selanjutnya membuat kedua mataku terbelalak, begitu juga Mas Ravi yang cukup terkejut, meski terlihat santai.

“Hira!!”

“Jangan suka memarahi anak kecil. Anak kecil itu jujur loh."

Tampak Hira tersenyum penuh kemenangan, karena dibela oleh Mas Ravi. “Maksudnya yang aku bilang tadi beneran kan Paman?”

Mas Ravi tersenyum, menempelkan plester di lutut Hira. “Hira maunya gimana?”

“Aku....” Tampak Hira menghentikan ucapannya menoleh ke arahku. “Asal Ibu bahagia saja.”

“Kalau begitu bantu Paman untuk meluluhkan hati Ibumu.”

Aku tercengang mendengarkan pembicaraan mereka. Kenapa Hira bisa langsung seakrab dan sedekat itu sama Mas Ravi.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status