Share

Bab 4

Penulis: Sherra Bee
last update Terakhir Diperbarui: 2023-02-02 23:35:35

Arhan menuruni tangga setelah memindahkan Elio yang sejak dalam perjalanan tertidur. Lelaki itu mengambil waktu cukup lama bersama Elio, bukan karena bayi berusia satu tahun itu bangun. Tapi karena Arhan tengah memikirkan cara meredakan amarah sang istri.

Setelah mantap dengan tekadnya, ia menghampiri wanita yang selalu menyanggul rambut ketika di dalam rumah itu. Terlihat tangannya mengulur ke bawah dengan kotak bekal yang sedikit miring. Membuang makanan yang sudah berantakan ke tempat sampah.

“Ay. Ay,” panggil Arhan dengan sedikit berlari. Menghentikan aksi sang istri..

Namira menatap tak suka pada tangan Arhan yang memegang pergelangan tangannya.

“Kenapa dibuang?” tanyanya lirih seraya melepaskan genggaman.

Ada separuh makanan yang tertinggal, Arhan mengambil kotak bekal itu dan menaruhnya di meja pantry. “Kalo kamu marah sama aku, jangan sampai makanan juga kena imbas-nya.”

Lelaki pemilik perusahaan yang bergerak di bidang retail itu memegang kedua lengan atas Namira untuk menghadap-nya. Tatap mereka bertemu. Berbeda dengan Namira yang menatap tanpa ekspresi ramah, Arhan justru melebarkan senyum dengan gugup.

Tak ada pergerakan dari Namira, wanita itu menunggu apa yang akan Arhan lakukan. Pembelaan seperti apa yang akan ia dengar.

“Kenapa kamu tadi gak masuk aja? Kenapa malah pergi?” Lengan atas itu ditepuk pelan berulang dengan mata tak berani menatap langsung pada iris-nya.

“Bianca, tuh, tadi cuman mau kasih tau aku beberapa hal yang nggak aku tahu. Nggak ada apa-apa, Ay,” lanjut Arhan memberanikan diri menatap mata yang masih tak ramah.

Namira masih memberi sikap dingin dan cuek. Tak memberi tanggapan apapun.

“Ay. Tolong jangan kayak gini. Ini cuma masalah kerjaan aja. Kenapa kamu sampe marah?”

“Cuma?” Namira mengejek ucapan Arhan.

Arhan cukup terganggu dengan respon Namira. Tapi ia tetap yakin dengan menjawab, “Iya, Sayang. Nggak ada apa-apa.”

Kedua tangan yang bertengger meremas lembut lengan atasnya itu Namira hempas dengan kuat. Ia berlalu pergi, telinganya tak menghiraukan panggilan dan langkah demi langkah yang mendekat.

“Apa yang kamu ributin, sih? Sampe harus marah kayak gini? Jelas aku sama Bianca lagi ada di posisi bahas kerjaan.” Nada tinggi itu akhirnya mengudara, Arhan tak bisa lagi menahan dan memaklumi amarah Namira yang tak berdasar hanya karena cemburu.

Namira berhenti, kemudian berbalik. “Maaf karena udah berlebihan.”

Ungkapan kecewa serta langkah yang kembali menjauh tak lagi Arhan tahan. Tujuan mereka berlawanan.

Arhan mendekat ke meja pantry, menuangkan air ke gelas yang semula terbalik. Matanya tertuju pada kotak bekal dengan sisa nasi dan lauknya bercampur penuh minyak.

Akhirnya ia menarik kursi, mengambil sendok dan menyuapkan-nya. Belum ia menutup mulut untuk mengunyah, semuanya sudah keluar tak bersisa, jatuh tepat di atas kotak bekal itu. Makanannya basi. Itulah alasan Namira membuangnya.

---

Aroma segar mengudara ketika pintu kamar mandi terbuka. Rambut basah diusap acak untuk dikeringkan oleh handuk kecil di tangan.

Pemandangan setelah keluar adalah punggung sang istri yang berbaring menyamping. Menghadap ranjang bayi yang sengaja dibuat berdekatan.

Ibu-anak itu sudah terlelap. Meninggalkannya tanpa bercengkerama terlebih dahulu seperti malam-malam sebelumnya.

Arhan menghela napas. Tujuannya saat ini bukan tempat tidur kosong di samping sang istri, melainkan meja pantry yang sudah penuh dengan berbagai lauk yang tertata rapi.

“Mbak Nami mana, Mas? Nggak ikut makan sekalian?” tanya Ida setelah Arhan duduk.

Tangannya sigap mengambil beberapa lauk ke satu piring di hadapannya. “Udah tidur, Bi.”

Ida tak lagi bertanya. Ia sibuk mengelap sekitar kompor dan mencuci piring bekas memasak, membiarkan Arhan menikmati makan malamnya sendirian.

“Bi, kalo pulangnya malem buat beberapa hari ke depan nggak apa-apa?” tanya Arhan memastikan kesiapan Ida, berjaga-jaga kalau ia kesusahan mengembalikan mood sang istri dalam waktu dekat.

Ida berbalik melepas sarung tangan karet, sebagai bentuk hormat karena berbicara menghadap Arhan. “Nggak apa-apa, Mas.”

“Istriku soalnya lagi nggak enak badan. Jadi mau kubiarkan istirahat aja.”

“Dari pagi atau tetep siang ke sini-nya, Mas?”

“Kayak biasa aja datangnya, cuman waktu pulangnya agak telat.”

Meskipun pekerjaan pokoknya bukan memasak, hanya bersih-bersih. Tapi Ida mengangguk setuju atas permintaan Arhan karena tak sering juga ia bekerja sampai larut malam. Dari awal bekerja memang tak pernah keluar dari perjanjian kecuali mendesak seperti sekarang.

“Tadi ini Nami yang minta Bibi masak?”

“Iya, Mas. Katanya Mas Arhan belum makan.”

“Tapi tadi sebelum tidur, Nami makan dulu nggak?”

“Kayaknya sih nggak, Mas.”

Arhan membuang napas. Meskipun sedang marah, setidaknya Namira juga harus memperhatikan dirinya sendiri.

“Bi, nanti ini semua bawa pulang aja, ya, yang belum aku sentuh. Di sini nggak ada yang makan lagi soalnya,” ujar Arhan seraya menunjuk berputar semua lauk di meja.

Lelaki dengan kaos polos putih dan celana pendek itu berlalu menuju ruang TV. Merapikan sedikit mainan bekas Elio dan duduk di sana sebentar seraya kembali mengingat kejadian siang tadi hingga mempermasalahkan respon Namira terhadapnya.

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terbaru

  • Masa Lalu Yang Belum Usai   Bab 149

    Perjalanan pulang mereka setelah menyelesaikan urusan dengan Pak Ato ditemani dengan kerutan di wajah Namira yang sejak tadi mencoba mengingat sesuatu yang rasanya ada yang kurang.Keluhan tak hentinya Arhan dapatkan dari sang istri yang meminta membantunya untuk mengingat. Bagaimana mungkin ia tahu apa yang dimaksudkan oleh Namira, sementara wanita itu saja tidak tahu apa yang tengah dicarinya.Arhan mulai frustrasi menghadapi wanita di sampingnya. “Coba jelasin tentang apa?” tanyanya seraya fokus pada kemudi dan jalanan yang cukup padat.“Tentang masalah kita ini. Kayak masih ada sesuatu yang harus kita selesaian, Mas.”“Apa? Semuanya udah kita tangani, Sayang. Iyan, Raya, Pak Ato, nggak ada lagi yang perlu dicemaskan. Fokus kita sekarang cuman rumah Papa sama Mama. Paling tinggal mikirin siapa yang bakal ngurusin kontrakan setelah Pak Ato berhenti.”Namira menggeleng pelan seraya masih berusaha mengingatnya dengan hati-hati. “Kalau masalah rumah sama kontrakan itu udah aku pikirin

  • Masa Lalu Yang Belum Usai   Bab 148

    Hanya tinggal satu masalah lagi yang harus mereka selesaikan. Setelah beristirahat sebentar, Arhan dan Namira segera pergi ke rumah Pak Ato. Mereka berharap kali ini laki-laki paruh baya itu ada di tempat supaya dalam satu waktu semuanya tuntas.Mereka hanya pergi berdua. Elio dititipkan pada Bi Ida dan Pak Marwan di villa. Sepertinya akan membutuhkan waktu beberapa hari untuk mengembalikan rumah orang tua Namira kembali tampak bersih lagi dan layak huni. Jadi mereka semua akan tinggal di villa untuk sementara.Sebelum mereka memutuskan pergi menemui Pak Ato. Namira beserta Arhan sudah berbicara dengan Bima mengenai solusi dari masalah yang terjadi. Keputusan akhirnya sesuai kesepakatan bersama.Setelah menempuh jarak yang tidak begitu jauh, akhirnya mereka sampai di satu rumah dengan halaman tidak terlalu besar. Keduanya masuk dengan penuh harap. Arhan maupun Namira sengaja tidak menghubungi Pak Ato terlebih dahulu bahwa ada yang perlu dibicarakan secara langsung diantara mereka. Awa

  • Masa Lalu Yang Belum Usai   Bab 147

    Entah pada kata yang mana, hati Iyan melembut sejenak mendengar permintaan maaf dari Raya. Namun tak lama ia kembali mengamuk. Dalam kesadarannya mendadak tak terima jika ia mengampuni wanita itu dengan mudah. Padahal ini sudah berlangsung bertahun-tahun.Iyan berteriak. Menepis tangan Arhan yang mencoba menahan untuk tak kembali menerjang Raya. Laki-laki itu berlalu pergi keluar sampai membuat Namira melongo dan meminta suaminya untuk mengejar sebab masalah mereka belum selesai. Rencana ini harus tetap berjalan bagaimana pun caranya.Saat Namira tengah meminta suaminya untuk melakukan sesuatu, Iyan kembali masuk dengan cara berjalan mundur. Di depannya ada dua orang bertubuh kekar yang menghadang langkah laki-laki itu yang akan meninggalkan villa.“Apa maksudnya ini?” tanya Iyan pada Arhan yang menyunggingkan senyum. Kini tubuhnya sudah sepenuhnya berbalik dan dua orang tak dikenal itu berdiri di belakangnya.Arhan memasukkan dua tangannya pada saku celana. “Siapa yang izinin kamu pe

  • Masa Lalu Yang Belum Usai   Bab 146

    Iyan refleks berdiri. Ia menghadang Arhan yang berjalan mendekat ke arah mereka seorang diri. Laki-laki itu tahu alasan Namira kabur karena sang suami yang berselingkuh sehingga membuat wanita itu memilih pergi. Ia mencoba melindungi mantan kekasihnya dari suaminya, takut-takut akan menarik pulang dengan paksa apalagi melihat tengah bersama dengan dirinya.Mata kedua laki-laki itu bertemu, saling memandang dengan tatapan sengit penuh pertarungan lewat sorot yang tajam. Langkah Arhan begitu tegas, tapi tak membuat Iyan ciut hanya karena hal itu. Laki-laki itu justru semakin mengepalkan tangan yang terentang, menyembunyikan Namira beserta anaknya di balik punggung. “Kamu diem di situ aja. Biar aku yang hadapi dia.”Andai Namira tengah berada dalam huru-hara rumah tangga yang sebenarnya atau kejadian saat ini sesuai dengan yang Iyan pikirkan, sudah pasti ia terbuai dengan apa yang mantan kekasihnya itu lakukan.Sikap Iyan benar-benar mencerminkan seorang laki-laki pelindung, yang kebanya

  • Masa Lalu Yang Belum Usai   Bab 145

    Karena tiba-tiba ada rencana yang harus dirubah sebab keberadaan Iyan yang tak di sangka-sangka ternyata ada di hotel yang sama dengan Namira. Wanita itu dengan spontan menjalankan rencana di luar yang sudah disepakati.Namira pikir, mengoptimalkan rencana untuk menggaet Iyan tanpa meninggalkan curiga adalah usaha untuk membuat laki-laki itu tetap ada dalam jangkauannya. Itu sebabnya ia meminta tolong pada sang mantan kekasih untuk mengantar dirinya ke villa.Semula Namira merasa bangga akan hal itu, tapi ternyata malah menjadi boomerang untuknya sampai semalaman terpikirkan beberapa kemungkinan buruk yang akan menimpa dirinya dan sang anak.Beruntung semalam Pak Marwan sudah mendapatkan kunci dari sang pemilik villa, jadi pagi ini Namira tinggal menempatinya saja tanpa dicurigai oleh Iyan.Sesampainya mereka di villa. Iyan dengan sigap membantu menurunkan barang-barang milik Namira. Dua tas jinjing di kedua tangannya bukanlah sesuatu yang merepotkan, beratnya saja tak terasa menurut

  • Masa Lalu Yang Belum Usai   Bab 144

    Akhirnya mereka sampai pada hari di mana akan membungkam dan membuat Iyan dan Raya tak bisa berkutik lagi. Namira berharap semuanya berjalan lancar hari ini supaya bisa fokus pada hal lain yang tak kalah penting.Karena nyatanya masalah yang menimpa rumah tangganya bisa berpengaruh besar ke segala hal dalam hidup mereka, tak terkecuali dampak utamanya adalah hubungannya dengan Arhan.Berbicara tentang hari ini, semalam Namira sudah memberitahu Arhan semuanya mengenai pertemuan tak sengajanya dengan Iyan. Memang ia tak tahu apa yang sebenarnya mantan kekasihnya itu lakukan di Bandung.Namun mengingat laki-laki itu memang asli orang Bandung dan orang tuanya yang baru ia ketahui ternyata Pak Ato juga ada di kota yang sama dengannya saat ini. Jadi tidak menutup kemungkinan kalau salah satunya urusan Iyan adalah mengunjungi ayahnya.Jika diperkenankan untuk berpikir lebih luas lagi. Sebenarnya ada yang mengganggu pikiran Namira tentang keberadaan Iyan yang katanya baru sampai kemarin. Apa

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status