Share

Bab 5

Author: Sherra Bee
last update Huling Na-update: 2023-02-04 00:24:48

Pagi ini mungkin menjadi pagi pertama dalam hidup Arhan setelah menikah, bangun karena suara alarm.

Alunan lembut serta tepukan sayang itu tak ia rasakan pagi ini. Sebelah tempat tidurnya sudah kosong. Hanya ia sendiri yang terlelap dan terlambat bangun.

Senyuman manis bukan lagi menjadi pembuka paginya, justru detak jarum jam dinding yang terdengar. Ruangan itu kosong.

Arhan mengusap wajahnya kasar disertai helaan napas berat. Kemudian ia bangun dan turun ke lantai bawah.

Ada Namira yang duduk di kursi, sibuk dengan ponsel dan Elio tengah bermain sendiri di karpet bulu dikelilingi mainan. Pandangannya mengedar, ia melihat meja pantry sudah terisi penuh.

Arhan bawa kakinya untuk mendekat dan mengecup pipi Namira dari belakang. “Kenapa nggak bangunin aku?”

Tubuhnya memutari kursi untuk bisa menghampiri Elio, melakukan hal yang sama. Menciumi anak semata wayang-nya bertubi-tubi.

Setelah puas, kini kedua tangannya melingkari perut Namira, mencoba mengambil fokus sang istri yang masih mendiaminya.

“Aku minta maaf karena berpikir kamu terlalu berlebihan. Aku salah, Sayang.” Kepalanya mendongak menatap wajah tak acuh Namira. Wanita itu masih betah bercengkerama dengan ponsel pintar-nya.

“Sayang.”

“Apa?”

“Liat aku dulu,” ucap Arhan memohon.

Namira patuh. Wajahnya kentara tak memberi ekspresi apapun, hanya menatap dan menunggu apa yang Arhan inginkan.

“Aku minta maaf.”

“Iya,” jawabnya singkat. Lantas kembali sibuk dengan benda pipih itu.

Arhan frustrasi. Ia menenggelamkan wajahnya di bahu sang istri. Helaan napasnya terdengar jelas. Kemudian ia bangkit membenahi duduk. Merampas ponsel yang menjadi penghalang komunikasinya bersama Namira.

Namira menunjukkan ekspresi tak suka, tangannya sigap untuk mengambil kembali ponsel-nya. Namun Arhan berhasil menjauhkan-nya.

“Kita harus bicara, Ay. Aku nggak bisa terus-terusan kayak gini.” Sorot mata Arhan memohon kerjasama sang istri dalam menyelesaikan masalah kali ini.

Ia merasa tak ada yang salah dengan kejadian kemarin. Lelaki itu butuh sudut pandang Namira untuk tahu apa penyebab perubahan sikapnya.

Arhan kembali membuat mereka berhadapan. “Sayang, aku minta maaf kalau aku nggak peka. Aku pengen tau apa yang kamu liat kemaren supaya kita bisa nyelesain masalah dan kesalahpahaman ini.”

Namira menunduk. Semalaman ia berpikir tentang sikapnya yang menurut Arhan berlebihan. Apa benar ia terlalu berlebihan?

Jika memang begitu, maka segalanya akan Namira buat biasa saja. Termasuk rutinitas mereka yang akan ia lakukan di luar kebiasaan. Seperti pagi ini yang sengaja Namira lakukan, menyetel ulang alarm di ponsel Arhan untuk membangunkan lelaki itu, tidak lagi dengan perlakuan-perlakuan manis darinya.

“Nggak ada. Emang aku yang terlalu berlebihan mengambil sikap aja. Kamu bener, aku yang salah. Aku yang terlalu meributkan hal yang nggak terlalu penting. Jadi, udah cukup ya kita bahas ini.”

Wanita itu berdiri menghampiri Elio, tapi Arhan menahannya. Kepalanya menggeleng berulang kali. Tak setuju dengan perkataan sang istri. Ia masih merasa ganjal dan tak nyaman. Sedangkan Namira tak ingin membahas masalah ini jika suaminya saja tak menyadari kesalahannya.

“Oke. Kemaren pas kamu buka pintu itu aku lagi duduk, terus Bianca di samping-ku ngasih tau apa aja yang harus aku lakuin lewat komputer. Terus apa lagi, Sayang? Udah kaya gitu aja.” Arhan berusaha menjelaskan setiap detail kejadian. Semuanya terlalu singkat untuk ia utarakan lebih jauh karena yang Namira lihat sebatas mereka yang bersisian.

“Iya. Emang kayak gitu aja. Kataku juga aku yang salah terlalu mempermasalahkan. Kamu nggak salah. Aku yang berlebihan.” Setiap kata yang keluar begitu ketus, menusuk telinga Arhan yang tak biasa dengan nada yang dipakai sang istri.

Mata mereka beradu tatap begitu sengit. Keduanya tak ada yang mau mengalah sampai seruan cukup tinggi mengundang tangis bayi yang sedang tenang bermain.

“Namira!”

Air menggenang di pelupuk mata. Seruan itu serasa sambaran petir, mengejutkan dan begitu menyesakkan. Hatinya berdenyut sakit.

Namira hempaskan tangannya. Kemudian mengambil Elio dan membawanya ke kamar. Mereka menenangkan diri, memilih tak bersinggungan dengan penyebab keduanya menangis. Sedangkan Arhan duduk dengan tubuh membungkuk, kedua siku bertumpu pada lutut, serta wajah diusap kasar, rambutnya diremas seraya membuang napas berat.

Selang beberapa saat, Arhan memainkan ponsel Namira yang sejak tadi berbunyi. Beberapa pesan masuk dari satu nomor yang sama.

Ia baca dengan saksama isi percakapan dari awal hingga selesai. Memang tak ada yang aneh, inti dari pesannya menjelaskan bahwa mereka teman yang sudah lama tak bertemu dan saling bertukar kontak.

Meski cukup mengganggu, tapi tujuan Arhan bukan itu. Ia segera men-dial nomor yang Namira simpan dengan nama ‘Bianca’.

Lelaki yang baru terpikirkan satu hal yang bisa membuatnya mengetahui sudut pandang istrinya itu segera memanggil Bianca. Sambungan terhubung.

“Kirim rekaman CCTV ruangan saya kemaren ke email.”

Patuloy na basahin ang aklat na ito nang libre
I-scan ang code upang i-download ang App

Pinakabagong kabanata

  • Masa Lalu Yang Belum Usai   Bab 149

    Perjalanan pulang mereka setelah menyelesaikan urusan dengan Pak Ato ditemani dengan kerutan di wajah Namira yang sejak tadi mencoba mengingat sesuatu yang rasanya ada yang kurang.Keluhan tak hentinya Arhan dapatkan dari sang istri yang meminta membantunya untuk mengingat. Bagaimana mungkin ia tahu apa yang dimaksudkan oleh Namira, sementara wanita itu saja tidak tahu apa yang tengah dicarinya.Arhan mulai frustrasi menghadapi wanita di sampingnya. “Coba jelasin tentang apa?” tanyanya seraya fokus pada kemudi dan jalanan yang cukup padat.“Tentang masalah kita ini. Kayak masih ada sesuatu yang harus kita selesaian, Mas.”“Apa? Semuanya udah kita tangani, Sayang. Iyan, Raya, Pak Ato, nggak ada lagi yang perlu dicemaskan. Fokus kita sekarang cuman rumah Papa sama Mama. Paling tinggal mikirin siapa yang bakal ngurusin kontrakan setelah Pak Ato berhenti.”Namira menggeleng pelan seraya masih berusaha mengingatnya dengan hati-hati. “Kalau masalah rumah sama kontrakan itu udah aku pikirin

  • Masa Lalu Yang Belum Usai   Bab 148

    Hanya tinggal satu masalah lagi yang harus mereka selesaikan. Setelah beristirahat sebentar, Arhan dan Namira segera pergi ke rumah Pak Ato. Mereka berharap kali ini laki-laki paruh baya itu ada di tempat supaya dalam satu waktu semuanya tuntas.Mereka hanya pergi berdua. Elio dititipkan pada Bi Ida dan Pak Marwan di villa. Sepertinya akan membutuhkan waktu beberapa hari untuk mengembalikan rumah orang tua Namira kembali tampak bersih lagi dan layak huni. Jadi mereka semua akan tinggal di villa untuk sementara.Sebelum mereka memutuskan pergi menemui Pak Ato. Namira beserta Arhan sudah berbicara dengan Bima mengenai solusi dari masalah yang terjadi. Keputusan akhirnya sesuai kesepakatan bersama.Setelah menempuh jarak yang tidak begitu jauh, akhirnya mereka sampai di satu rumah dengan halaman tidak terlalu besar. Keduanya masuk dengan penuh harap. Arhan maupun Namira sengaja tidak menghubungi Pak Ato terlebih dahulu bahwa ada yang perlu dibicarakan secara langsung diantara mereka. Awa

  • Masa Lalu Yang Belum Usai   Bab 147

    Entah pada kata yang mana, hati Iyan melembut sejenak mendengar permintaan maaf dari Raya. Namun tak lama ia kembali mengamuk. Dalam kesadarannya mendadak tak terima jika ia mengampuni wanita itu dengan mudah. Padahal ini sudah berlangsung bertahun-tahun.Iyan berteriak. Menepis tangan Arhan yang mencoba menahan untuk tak kembali menerjang Raya. Laki-laki itu berlalu pergi keluar sampai membuat Namira melongo dan meminta suaminya untuk mengejar sebab masalah mereka belum selesai. Rencana ini harus tetap berjalan bagaimana pun caranya.Saat Namira tengah meminta suaminya untuk melakukan sesuatu, Iyan kembali masuk dengan cara berjalan mundur. Di depannya ada dua orang bertubuh kekar yang menghadang langkah laki-laki itu yang akan meninggalkan villa.“Apa maksudnya ini?” tanya Iyan pada Arhan yang menyunggingkan senyum. Kini tubuhnya sudah sepenuhnya berbalik dan dua orang tak dikenal itu berdiri di belakangnya.Arhan memasukkan dua tangannya pada saku celana. “Siapa yang izinin kamu pe

  • Masa Lalu Yang Belum Usai   Bab 146

    Iyan refleks berdiri. Ia menghadang Arhan yang berjalan mendekat ke arah mereka seorang diri. Laki-laki itu tahu alasan Namira kabur karena sang suami yang berselingkuh sehingga membuat wanita itu memilih pergi. Ia mencoba melindungi mantan kekasihnya dari suaminya, takut-takut akan menarik pulang dengan paksa apalagi melihat tengah bersama dengan dirinya.Mata kedua laki-laki itu bertemu, saling memandang dengan tatapan sengit penuh pertarungan lewat sorot yang tajam. Langkah Arhan begitu tegas, tapi tak membuat Iyan ciut hanya karena hal itu. Laki-laki itu justru semakin mengepalkan tangan yang terentang, menyembunyikan Namira beserta anaknya di balik punggung. “Kamu diem di situ aja. Biar aku yang hadapi dia.”Andai Namira tengah berada dalam huru-hara rumah tangga yang sebenarnya atau kejadian saat ini sesuai dengan yang Iyan pikirkan, sudah pasti ia terbuai dengan apa yang mantan kekasihnya itu lakukan.Sikap Iyan benar-benar mencerminkan seorang laki-laki pelindung, yang kebanya

  • Masa Lalu Yang Belum Usai   Bab 145

    Karena tiba-tiba ada rencana yang harus dirubah sebab keberadaan Iyan yang tak di sangka-sangka ternyata ada di hotel yang sama dengan Namira. Wanita itu dengan spontan menjalankan rencana di luar yang sudah disepakati.Namira pikir, mengoptimalkan rencana untuk menggaet Iyan tanpa meninggalkan curiga adalah usaha untuk membuat laki-laki itu tetap ada dalam jangkauannya. Itu sebabnya ia meminta tolong pada sang mantan kekasih untuk mengantar dirinya ke villa.Semula Namira merasa bangga akan hal itu, tapi ternyata malah menjadi boomerang untuknya sampai semalaman terpikirkan beberapa kemungkinan buruk yang akan menimpa dirinya dan sang anak.Beruntung semalam Pak Marwan sudah mendapatkan kunci dari sang pemilik villa, jadi pagi ini Namira tinggal menempatinya saja tanpa dicurigai oleh Iyan.Sesampainya mereka di villa. Iyan dengan sigap membantu menurunkan barang-barang milik Namira. Dua tas jinjing di kedua tangannya bukanlah sesuatu yang merepotkan, beratnya saja tak terasa menurut

  • Masa Lalu Yang Belum Usai   Bab 144

    Akhirnya mereka sampai pada hari di mana akan membungkam dan membuat Iyan dan Raya tak bisa berkutik lagi. Namira berharap semuanya berjalan lancar hari ini supaya bisa fokus pada hal lain yang tak kalah penting.Karena nyatanya masalah yang menimpa rumah tangganya bisa berpengaruh besar ke segala hal dalam hidup mereka, tak terkecuali dampak utamanya adalah hubungannya dengan Arhan.Berbicara tentang hari ini, semalam Namira sudah memberitahu Arhan semuanya mengenai pertemuan tak sengajanya dengan Iyan. Memang ia tak tahu apa yang sebenarnya mantan kekasihnya itu lakukan di Bandung.Namun mengingat laki-laki itu memang asli orang Bandung dan orang tuanya yang baru ia ketahui ternyata Pak Ato juga ada di kota yang sama dengannya saat ini. Jadi tidak menutup kemungkinan kalau salah satunya urusan Iyan adalah mengunjungi ayahnya.Jika diperkenankan untuk berpikir lebih luas lagi. Sebenarnya ada yang mengganggu pikiran Namira tentang keberadaan Iyan yang katanya baru sampai kemarin. Apa

Higit pang Kabanata
Galugarin at basahin ang magagandang nobela
Libreng basahin ang magagandang nobela sa GoodNovel app. I-download ang mga librong gusto mo at basahin kahit saan at anumang oras.
Libreng basahin ang mga aklat sa app
I-scan ang code para mabasa sa App
DMCA.com Protection Status