Share

Sikapnya Berubah 180°

Sebuah ruangan dengan nuansa hitam putih menambah kesan simple ruangan itu. Di sana terdapat kasur yang terbalut seprai bola dengan didominasi warna hitam dan putih. Lemari kaca yang dipenuhi oleh piala-piala dan medali-medali juga tersedia disana.

Ruangan yang tampak bersih, tanpa ada sedikit pun sampah yang berceceran. Berbagai buku pelajaran tersusun rapi di meja belajar. Sepertinya, pemilik kamar itu termasuk orang yang apik.

Tampak seorang laki-laki berkacamata sedang berkutat dengan laptop-nya. Ia mengamati satu per satu data peserta Masa Pengenalan Lingkungan Sekolah di SMA GG tahun ini. Aktivitasnya terhenti kala ia melihat salah satu foto peserta yang wajahnya tak asing.

 "Finally ... Maesya Apriliana Zhafran."

Decitan pintu terdengar jelas di telinga lelaki itu. Ia menoleh ke arah pintu. Senyumnya terpancar kala melihat wajah menenangkan dari Bunda tercinta. Ia segera melepas kacamata dan menaruhnya di atas meja belajar. Ia bergegas menghampiri bundanya.

"Bundaaa ...," panggilnya dengan nada manja.

"Eh, eh, eh ... anak Bunda kenapa?"

Pemuda itu tak menggubris pertanyaan yang diberikan. Ia menjatuhkan diri ke pelukan hangat sang bunda. Ia memeluk tubuh itu sangat erat, seakan-akan tak ingin kehilangan sosok wanita yang sangat berjasa dalam hidupnya itu.

Wanita itu mengelus-elus punggung anaknya dengan penuh kasih sayang. "Mau curhat?"

Wanita itu sudah hafal tabiat anak bungsunya. Jika anaknya itu tiba-tiba memeluknya, sudah dipastikan remaja itu akan mengeluarkan segala keluh kesahnya. Dengan senang hati, ia mendengarkan semua dan siap memberi arahan yang terbaik untuk anaknya.

Sang empu mengangguk dan melepaskan pelukannya. "Ehe ... tau aja, Bun."

Pemuda itu mengulum senyum. Ia menunduk untuk menutupi semburat merah muda yang timbul di pipinya.

"Tapi, makan malam dulu, ya," pinta wanita itu.

Dengan senang hati, ia menggandeng tangan Bundanya. "Ayoo!"

Wanita itu hanya menggeleng. Terkadang, ia juga tertawa kecil menghadapi sikap anak remajanya ini. Ia juga heran, jika anaknya itu bersikap kekanak-kanakan pada dirinya. Padahal, saat di luar rumah, sikap anaknya itu berubah seratus delapan puluh derajat menjadi dingin dan irit bicara.

***

Lelaki itu tetap menggandeng tangan bundanya. Ia menuntun wanita paruh baya itu saat menapaki satu per satu anak tangga. Sebenarnya, wanita itu risih terhadap perhatian berlebih dari anak bungsunya. Namun, ia membiarkan semua itu karena prinsip dirinya adalah 'Bunda lebih bahagia, jika kamu bahagia, Sayang'.

Beberapa anak tangga telah mereka lewati dengan baik. Mereka berjalan mendekati sebuah meja panjang yang terdapat beberapa hidangan di atasnya. Beberapa kursi juga ikut berjejer mengelilingi meja itu.

Pemuda itu tersenyum meledek ke arah gadis yang sedang berjalan mendekati dirinya. Ia mengubah gandengan tangannya menjadi genggaman erat.

"Hilih! Caper banget lo jadi orang," sindir gadis dengan setelan baju tidur berwarna merah yang melekat indah di tubuhnya.

Pemuda itu melepas lembut genggamannya. "Iri? Bilang, Sayang. Sini gue gandeng!"

Gadis itu bergidik ngeri kala pemuda itu perlahan mendekat ke arahnya. Ia berjalan mundur untuk menjauh dari seringaian menakutkan itu. Namun, nahas. Ia terjengkang karena kedua kakinya terbelit satu sama lain. Ia merasakan sakit yang amat di bagian bokongnya.

Pemuda itu tertawa dan menyamakan tinggi badannya dengan gadis yang terjatuh tadi. Ia memeluk erat gadis itu, hingga membuat bulu kuduk gadis itu meradang seketika.

Embusan napas lelaki itu mengenai leher sang gadis. Dengan cepat, gadis itu meronta-ronta agar ia bebas dari pelukan mengerikan yang menimpanya. Namun, sekuat apa pun ia memberontak, tenaganya tak sebanding dengan tenaga lelaki itu.

Lima menit berlalu, akhirnya lelaki itu melepaskan pelukannya. Gadis itu menarik napasnya kuat-kuat, sungguh ia kesulitan bernapas saat dipeluk tadi. Gadis itu memandang bingung pria yang ada di hadapannya.

"Kenapa tiba-tiba dia meluk gue?" batin gadis itu.

Plak!

Sebuah tamparan mendarat tepat di pipi kanan pemuda itu. Sang pelaku menatap tajam ke arahnya. Sebaliknya, pemuda itu memegangi pipinya yang berdenyut nyeri.

"Bisa mati gue, Arsa dodol lipet!"

Arsa cekikikan mendengarnya. Ia berdiri dan membantu gadis yang ia peluk tadi untuk berdiri juga. Ia mengedipkan sebelah mata kepada bundanya. Bundanya paham dengan maksud anaknya itu, ia segera pergi meninggalkan mereka berdua.

Arsa memegang kedua bahu lawan bicaranya. "Mbak Milka."

"Apa?" tanya Milka dengan nada ketus sambil menatap lekat netra cokelat terang milik Arsa.

Arsa menyamakan tingginya dengan Milka. "Cuma mau bilang ...."

Milka memutar bola mata jengah. "Bilang apaan?"

"Cuma mau bilang ... Mbak, agak ... gendutan," bisik Arsa tepat di telinga kanan Milka.

Sebelum mendapat amukan dari Milka, Arsa segera berlari kecil ke arah meja makan. Ia bersembunyi di belakang bundanya yang tengah berdiri di samping meja itu.

Benar saja, Milka mengejar Arsa. Ia memukul punggung Arsa dengan sendok yang ia ambil di meja makan. Arsa berteriak kesakitan membuat Milka tertawa terbahak-bahak. Sepertinya, mereka lupa bahwa bundanya ikut terlibat dalam hal itu.

"Milka ... Arsa ... stop!"

Milka menunjuk Arsa. "Dia duluan, Bun."

Arsa mendelik. "Lah, lo duluan yang mukul-mukul gue pake sendok."

"Kalo lo gak ngatain gue gendut, gak bakal gue mukul lo, Sa," protes Milka

"Yeh, emang lo gendut," ejek Arsa.

"Apaan, sih? Orang badan gue langsing gini. Mata lo rabun? Atau ... udah katarak?" tanya Milka dengan nada meledek.

"Enak aja. Mata gue masih sehat walafiat," ucap Arsa. "Kalo lo gak gendut, kenapa lo marah? Berarti bener kalo lo itu .... "

"Bodo, ah," potong bundanya cepat dan segera menduduki kursi yang ada di sampingnya.

Milka merentangkan tangannya dan mendekati Arsa. "Dedek."

"Idih. Jijik gue, Mbak. Kenapa? Mau dipeluk lagi?" tanya Arsa dengan nada malas.

"Ho oh," jawab Mikha dengan nada manja.

Bodohnya Arsa, ia kembali merengkuh tubuh bak seorang model itu. Milka tersenyum menyeringai di pelukan hangat Arsa. Dengan cepat, Milka mengambil sendok yang ada di sakunya dan memukul punggung Arsa sangat keras.

Arsa mengaduh kesakitan dan melepas kasar pelukan itu. Milka tertawa terpingkal-pingkal melihat Arsa yang mengelus-elus punggung yang dipukul tadi.

***

Seperti biasa, angin malam menerpa tubuh gadis cantik itu. Ia tersenyum memandang langit yang ditemani gemerlapnya bintang. Suara jangkrik bersahutan terdengar jelas di telinga gadis itu.

Sasya membuang napas gusar. "Ribet banget, sih, si Rendy."

Tangannya menggenggam erat pagar hitam balkon yang sejajar dengan pinggangnya itu.

"Pake acara ngancem segala lagi. Terus, kenapa yang lain pada setuju coba?" omel Sasya.

Pagar yang ada di hadapannya menjadi sasaran empuk pukulannya. Ia mengibas-ngibaskan tangannya kala terasa sakit akibat memukul pagar tadi.

"Hufft! Ya sudahlah," lirih Sasya.

Sasya mengeluarkan benda pipih dari saku dan menyalakannya. Dahinya berkerut kala melihat banyak notifikasi dari aplikasi chatting berwarna hijau.

Penasaran? Tentu. Selama ini ia tak pernah mendapat notifikasi pesan sebanyak itu.

Jari telunjuknya dengan lihai menekan notifikasi pesan. Ia memasukkan kode yang diminta oleh ponselnya. Dan ....

*

*

♥️Rendy Lovers♥️

~RndyAlfa telah membuat grup "♥️Rendy Lovers♥️"

~RndyAlfa telah menambahkan Anda

~RndyAlfa

Oy sape lg yg blm nih?

~MarissaW12

Kembaran gue blom dimasukkin gimana sih?

~RndyAlfa

Santuy, bntr gue masukin

~RndyAlfa telah menambahkan ~Putra Mahesa

~RndyAlfa

Ck, bkn muka doang yg kembar. Nomor WA juga kembar. Dasar!

(Sedikit informasi, nomor mereka memang mirip. Hanya saja berbeda satu angka di akhir. Nomor Mahesa +628********32 dan nomor Marissa +628********33.)

~Putra Mahesa

Iri? Bilang karyawan!

~No name

Hayo siah! Pawangnya nongol, haha

~DeniR900

Skakmat lo ren

~Kepo

Hahahahhahaaha

~Juna Anggara

Kasian amat, lo

~RndyAlfa

Wah, lknt lo pd. Gue hmps lo dr grup ini

~Juna Anggara

Haha, ngambek dia

~MahkotaDesi1

Haii! Save no gue ya. Nicknamenya Des Imuts, oke?

~ZeldaAlviana

Jgn lupa gue jg. Zelda Alviana. Nickname Ana ga pake aja

~No name

Kak Ari sama Kak El blm dimasukkin Ren

~RndyAlfa telah menambahkan ~AriAkbar

~RndyAlfa

Gue gak punya no Kak El

~AriAkbar

Gue punya, tapi gak blh disebar. Nnti klo ada info penting, gue sampein ke dia

~Mahkota1Desi

Oke, pangeran tamvanku

*

*

"Dih, isinya gak penting semua," gumam Sasya.

Sasya mematikan data seluler dan menekan tombol off pada ponselnya. Ia berjalan menuju kamar apartemen. Tak lupa, ia menutup dan mengunci pintu balkonnya itu. Ia segera merebahkan bobot tubuhnya di ranjang.

Sasya menepuk pelan dahinya. "Oh, iya lupa. Wudu dulu."

Gadis berpipi chubby itu bergegas menuju kamar mandi untuk berwudu. Tak lama, ia keluar dari kamar mandi dan melangkah menuju ranjang. Ia membaca doa. Kemudian, ia memejamkan mata dan mulai memasuki dunia mimpinya.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status