Home / Romansa / Masih Gadis Menyusui / Sabil Tersenyum

Share

Sabil Tersenyum

Author: Wafa Farha
last update Last Updated: 2022-08-17 10:38:16

Selesai berbincang dengan orang di ujung telepon, ia pun menulis pesan penting untuk seseorang.

[Hati-hati, ya. Naruh ponsel. Maaf untuk yang tadi. Kita keluar malam ini gimana?]

Sabil tersenyum saat menulis pesan. Ia merasa berdebar setiap kali berinteraksi dengan pemilik nomor tersebut.

Senyummya makin lebar, kala terlihat centang dua biru di bawah pesannya. Sebagai tanda pesanya telah diterima dan di baca oleh Fatma.

Tak lama, sebuah balasan pun muncul.

[Ya.]

"Hah?" Mata Sabil mendelik. "Hanya ini balasannya?"

Pria itu seolah tak percaya. Perempuan yang tak pernah mengabaikan pesannya, dan selalu membalas dengan chat panjang itu hanya menjawab, ya.

Sabil mendesah. Dari balasan itu, dia tahu kekasihnya sedang tak baik-baik saja.

Pria itu sadar, bahwa hubungan mereka memang tak wajar seperti layaknya banyak pernikahan di luar sana.

Namun, apa daya, ia tak mampu melawan hatinya. Sabil ingin terus bersama Fatma bukan Halimah. Perempuan yang selalu terlihat manis, baik hati dan tegar.

Seorang wanita yang nyaris tak pernah sekali pun marah padanya. Walau kenyataannya, hanya satu level di atas Halimah yang sama perangainya. Keduanya sama-sama baik dan tak mudah marah. Namun, siapa yang bisa memaksakan hati ketika dia mencintai dan memiliki kecondongan terhadap seseorang?

_____________

"Aku akan keluar. Ada pelanggan yang mengantar barang. Jadi ...."

Saat malam tiba, Sabil pun berpamitan pada istrinya.

"Ya, Mas." Halimah tersenyum. Dia tahu bahwa beberapa kali dalam sebulan, ada barang datang dari pelabuhan.

Dan barang itu ... langsung diantar ke toko, untuk mengurangi beban gudang milik suplier barang.

"Kalau begitu, aku pergi dulu." Pria itu mengucap dingin. Pria itu menunjuk ke luar.

"Mas," panggil Halimah.

"Ya?" Sabil berbalik, lalu menatap Halimah yang tersenyum padanya sambil menyodorkan tangan. Ingin mencium punggung tangan pria itu.

Untuk sejenak, hati Sabil hancur karena rasa bersalah. Halimah wanita sholehah, kenapa harus berjodoh dengan pria buruk sepertinya?

Wajah Sabil datar, seperti biasanya. Namun, ia memenuhi kemauan Halimah. Memberikan tangannya.

Dengan takzim wanita itu menciumnya. Lalu bertanya sebagai bentuk perhatian pada sang suami yang teramat dicintai.

"Mas, maaf soal tadi, ya. Harusnya aku gak mencurigai Mas. Juga ... em Fatma yang sudah mau jadi rewang di rumah kita."

Deg. Lagi ... ada yang berdenyut dalam dada Sabil. Rasa bersalah itu semakin bertumpuk-tumpuk. Harusnya dialah yang meminta maaf. Akan tetapi ... Sayang, hatinya terlalu egois. Ia tak akan mampu meninggalkan Fatma apa pun yang terjadi.

Sabil mengangguk pelan. Ada senyum tipis, yang jarang sekali Sabil berikan pada Halimah sebagai seorang istri yang terus merindukannya.

"Ya sudah. Aku pergi dulu."

"Mas," panggil Halimah lagi. Ia tak mengerti, kenapa berat sekali melepas pria itu pergi malam-malam begini. Dalam hati ia terus berdoa, semoga saja tak terjadi apa-apa yang membahayakan nyawanya.

"Ya."

"Jangan lupa pulang untuk makan."

"E, em. Itu ... aku akan makan di luar saja. Kamu makan saja." Sabil bicara dengan nada tak enak.

Hal itu membuat Halimah curiga. Ada apa dengannya? Biasanya juga walau semalam-malamnya kapal datang, pria itu akan pulang dulu untuk makan.

"Oh, ya. Mas." Halimah mengangguk. Tak ingin kejadian sore tadi terulang lagi.

Pria itu pun melangkah pergi. Meninggalkan Halimah dengan kehampaan hati. Seperti sebelum-belumnya. Ditambah sikap aneh Sabil yang bilang akan makan di luar.

_______________

"Makanlah," pinta Bulek yang tiba-tiba masuk kamar dan membuat Halimah terhenyak. "Kembar pasti akan bangun malam ini. Karena tidur pulas sejak sore."

"Ah, ya. Bulek. Apa Fatma sudah tidur?" Dengan raut senang, Halimah mengambil makanan dan menyuapnya perlahan ke mulut. Tapi ia tak melihat Fatma sejak tadi.

"Em. Ya. Dia sudah tidur. Sepertinya kelelahan."

"Oh." Halimah menyahut

"Halimah, apa kamu tahu kalau gen kembar bukan didapat dari Bapaknya?" Suara Bulek terdengar di sela suara sendok dan piring yang beradu pelan.

Wanita ayu itu, tahu bagaimana seseorang beradab ketika makan. Tidak menimbulkan banyak suara yang mengganggu orang lain.

"Oya, tapi kan Bapaknya kembar, Bulek." Halimah tak sabar menyahut meski mulutnya sedang penuh.

"Yah, sudah ada penelitian medis hampir tak ada gen kembar identik yang turun dari Bapaknya. Cek lah di g****e banyak artikel serupa," ujar wanita yang banyak tahu medis itu. "Kembar itu dapat gen dari keluarga kita. Karena dulu, Budenya Bulek yang juga Mbahmu juga kembar."

"Oya?"

"Huum. Kamu dan Fatma gak sempat ketemu. Karena beliau berdua sudah meninggal lebih dulu."

Mendengar itu, Halimah menjadi miris. Dia jadi ingat ibunya yang harus meninggal muda.

"Apa kamu perlu bulek temani, Nduk?" tanya Bulek sebelum keluar kamar Halimah.

Sebenarnya masih banyak pekerjaan di belakang. Dia tak tega meminta bantuan pada puterinya yang tengah bersedih sejak tadi sore. Lalu membiarkannya pergi, kala Fatma meminta izin padanya, karena Sabil yang mengajak.

Halimah boleh bahagia, tapi Fatma juga berhak bahagia. Sejak awal anaknya itu sudah merelakan pria yang dicintai menikahi Halimah. Dia bahkan mati-matian berusaha melupakan Sabil.

Namun, justru dalam upayanya gadis itu harus mengalami sakit keras dan hampir meregang nyawa.

Dari situlah, ibunya berinisiatif berdiskusi dengan Sabil untuk menyelamatkannya.

"Oh, nggak usah Bulek. Istirahat saja. Nanti Mas Sabil juga datang."

Selepas kepergian Bulek, Halimah menyusui bungsu dengan gelisah. Takut jika kembar bangun. Dan suaminya datang marah-marah, dalam kondisi lelah.

Mana wanita itu sudah kebelet pipis. Ingin minta tolong pada Buleknya juga tak enak. Apalagi Fatma yang sudah tidur.

"Apa Mas Sabil masih lama?"

Setelah menanhannya, dan mengalihkan waktu dengan bermain gagdet, kedatangan seorang pria membuatnya terkejut.

"Mas Sabil?"

Dia melihat ke arah jam dinding, belum satu jam pria itu pergi, tapi sudah pulang.

Sabil tersenyum manis ke arahnya. Sesuatu yang membuatnya terheran-heran.

'Ini seperti bukan suamiku.'

Bersambung

Tebak deh, siapa pria itu? Apa maksudnya masuk kamar Halimah? 😁

Love sampe 100 otor dobel up deh.....😍

Continue to read this book for free
Scan code to download App
Comments (6)
goodnovel comment avatar
Nur Aenhyi
nggak bisah buka bab baru ,harus berbayar dulu
goodnovel comment avatar
Kang Mas Yanto
penasaran dgn cerita selanjutnya
goodnovel comment avatar
Nikmat Rahmi
...️...️penasaran kelanjutannya
VIEW ALL COMMENTS

Latest chapter

  • Masih Gadis Menyusui    Keinginan Javier

    Mobil yang dikendarai Javier terus melaju menuju bandara. Walau pun, belum dapat kepastian, apakah mereka bisa bertemu, sebab nomor Dokter Rendra belum aktif dan ia belum mendapatkan balasan tadi, untuk saling memberi tahu di mana lokasi mereka akan bertemu. Seperti yang dipesankan oleh sang Mama bahwa ia tak boleh terlambat. Tak enak rasanya pada pria yang bertanggung jawab dan banyak membantu sang Mama dalam proses penyembuhan. Jika sampai ia membuat pria itu tak nyaman sebab menunggu terlalu lama.Sekitar setengah jam memacu mobil dengan kecepatan lebih dari biasa, akhirnya mobil sport berwarna silver milik Javier memasuki area Bandara. Ia kemudian mencari tempat parkir yang kosong untuk menepikan mobilnya. Begitu mobil itu berhenti dan Javier mematikan mesin, ia pun bergegas ke luar menuju lobi Bandara di mana kebanyakan pengunjung menunggu di sana.Merasa ini sudah lebih dari waktu pesawat landing seperti yang Mamanya –Rania katakan, Javier kemudian mengeluarkan ponselnya sembar

  • Masih Gadis Menyusui    Firasat Javier

    _______________ Akan tetapi, dengan cepat pula Deandra mengingatkan dan meyakinkan kemenangan pada dirinya sendiri.‘Tak apa Dee, ini baru dimulai. Perjuangan masih panjang. Kamu bahkan belum tahu bagai mana aslinya Javier seperti apa? Bagai mana juga perasaannya terhadapmu. Masih banyak waktu untuk belajar. Lagi pula ... bukankah kamu bilang tidak menginginkan hal lebih ... jadi jangan memaksakan waktu untuk mengubah semuanya. Kamu harus ikhlas jika kelak, Javier tak menginginkan hal lebih selain sekadar status pernikahan.’“Oh ya, untuk ke depan, selama aku belum ada pekerjaan baru di kota, mari kita berbagi tugas. Bergantian memasak.” Javier membuat sebuah gagasan untuk meringankan beban Deandra.“Ah, itu tak perlu Jav, aku akan melakukannya. Itu bukan hal yang berat.” Deandra menyahut. “Lagian aku merasa bingung sendiri jika tak ada pekerjaan.” Deandra menyahut. Dia bahkan sudah berhenti bekerja. Kalau di rumah juga dikurangi pekerjaannya, dia akan jadi pengangguran dan tidak tah

  • Masih Gadis Menyusui    Pria yang Tidak Berhenti Menggoda

    Azalia dan Afif telah kembali dari hotel. Sebenarnya jatah menginap mereka ada tiga hari. Akan tetapi, sepasang suami istri itu bersepakat, bahwa mereka ingin pulang lebih dulu dan hanya mneghabiskan waktu bermalam satu hari saja. Pagi hari ke duanya sudah berada di rumah Afif yang dulu sempat Azalia tinggali juga dengan Kania. Pada siang hari tanpa diduga, orang tua Afif datang berkunjung ke rumah mereka, begitu tahu kalau Azalia dan Afif sudah berada di rumah.“Mereka ini apa –apaan? Padahal dapat jatah tinggal tiga hari dan gratis malah disia –siakan. Ckck. Mbak Rania bisa kecewa kalau tahu.” Mama Afif bicara selagi berjalan seiringan dengan sang suami ke luar dari mobil menuju rumah yang anak mereka tinggali.Tidak tahu kenapa, rasanya ia ingin terus mengomel sepanjang hari ini. Ada saja hal yang membuat wanita paruh baya itu merasa kesal.“Kalau begitu jangan sampai Mbak Rania tahu,” jawab suami enteng. Kakinya terus melangkah tanpa beban. “Barang kali, Azalia merasa tidak enak b

  • Masih Gadis Menyusui    Seteru Antar Besan

    “Ehm, saya sebenarnya terkejut saat Afif mengatakan harus bertanggung jawab pada seorang gadis yang dia hamili.” Suara Mama Afif menciptakan ketegangan di antara empat orang yang saling dekat karena anak –anak mereka terikat dalam hubungan pernikahan.Wajah –wajah yang tadi dihiasi senyum kini dalam sekejap berubah masam. Begitu juga Papa Afif yang kemudian menggenggam tangan sang istri, agar mengendalikan diri. Karena tak enak pada tuan rumah yang sudah menerima mereka dengan baik, bahkan menyuguhkan makanan dan minuman. Dari awal hingga akhir, bahkan dalam obrolan, orang tua Azalia tidak sekali pun bersikap memuakkan sebagai wali, membahas dan menuntut kehidupan seorang istri pada suaminya.Ibu Afif menoleh sesaat pada sang suami. Ia paham maksud pria itu. itu juga kenapa Ibu Afif kemudian menatap ke arah pria itu dengan anggukan kecil. Bahwa semua akan baik-baik saja. itu yang dia ingin katakan. Dia tahu apa yang dia lakukan. Dan tak akan membuat suaminya malu.Bukankah dia orang

  • Masih Gadis Menyusui    Derita Mantan

    “Dokter Rendra sudah di Bandara, Dek!” Suara mantan Ibu mertua Azalia menghentikan gerakan tangan mengaduk kopi yang akan disuguhkan untuk suami, Ibu dan Bapak mertua Azalia.Bagaimana tidak? Nama yang disebut wanita paruh baya itu adalah nama lelaki yang dulu sempat merusak masa depan dan impian Ibu Azalia.“O ya, apa aku perlu menjemput, Mbak?!” tanya Bapak Afif yang mendekatkan kepala ke arah ponsel yang dipegang sang istri dengan antusias.Bapak Amir, bahkan tak menatap ke arah sang istri meski nama mantan kekasih istrinya diteriakkan di depan mereka. Yah, Mas pria itu mana tahu hati sang istri dan rasa sakit yang pernah didapat dari pria itu dulu. Dia memang tak pernah ingin peduli dengan itu. Bahkan suaminya itu tidak tahu seperti apa wajah pria bernama Rendra itu.Bapak Amir masih tersenyum. Dia tidak tahu, apakah Rendra, dokternya Rania dan Rendra mantan kekasih Fatma adalah pria yang sama. Meski penasaran, ia memiliih menahan diri untuk bertanya dan mencari tahu. Pikir Dendi,

  • Masih Gadis Menyusui    Azam dalam Hati

    Ia merasa tidak nyaman melihat istrinya tengah hamil besar. Pasti Azalia merasa berat dengan kehamilannya itu. Karena dia tahu bagaimana payahnya seseorang ketika mengandung, seperti ketika dulu Mamanya sedang mengandung Kania dulu.“Aku tidak sepayah itu.” Azalia membantah pemikiran suami tentangnya.Melihat bagaimana Azalia protes, Afif hanya tersenyum sembari terus melangkah. Namun, belum lagi langkah pria itu mencapai kamar mandi hotel, panggilan lembut dari wanita yang bersamanya di kamar hotel tersebut menghentikan langkah Afif.“Mas Afif.”“Ya?” Afif menoleh dengan raut wajah dipenuhi tanya. “Kamu memerlukan sesuatu?” tanyanya lagi.Azalia tersenyum kecil. Lalu menggeleng pelan. “Makasih, ya, Mas.”Ia tak tahu bagaimana nasibnya pasca tahu bahwa suami sebelumnya adalah kakak kandungnya dan mereka terpaksa bercerai. Mana ada laki –laki baik dan dari keluarga baik –baik mau menerima seorang janda, hamil pula. Afif juga seorang pemuda yang memiliki pendidikan yang baik.Karena per

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status