Share

Part 2 Hanya Mantan

Masih Tentangmu

- Hanya Mantan

Oleh-oleh dari Gama diletakkan begitu saja di meja makan oleh Dea. "Untuk Mbak Sri, ya," kata Dea pada seorang wanita setengah baya yang menjadi ART di rumah orang tuanya.

"Dari mana ini, Mbak?" Mbak Sri menghampiri meja dan melihat isi paper bag. "Siapa yang dari Tawangmangu?"

"Papanya Antik. Ambil semuanya, Mbak. Saya mau ke kamar." Gegas Deandra menuju tangga. Namun sebelum naik, ia melihat ke arah belakang rumah. Dari jendela kaca besar memperlihatkan papanya yang sedang melakukan senam ringan dan mamanya beryoga. Mereka memang orang-orang yang mementingkan menjaga kebugaran tubuh. Kesehatan nomer satu bagi Pak Dedi dan Bu Wetty.

Apalagi setelah sekarang menikmati masa pensiun. Mereka memiliki banyak waktu luang untuk bersenam.

Dea menaiki tangga ke kamarnya di lantai dua. Mengunci pintu lalu duduk di kursi dekat jendela.

Semilirnya angin pagi menyejukkan permukaan kulit. Di atas sana, awan kelabu memayungi bumi. Pertengahan Oktober, musim penghujan di mulai.

Terdengar suara derit ponselnya di atas meja rias. Entah siapa yang menelepon. Dea mengabaikan. Dia hanya ingin diam, tenang, tanpa berinteraksi dengan siapapun pagi ini.

Dia memang menyendiri sekarang, tapi ingatannya tetap pada laki-laki itu. Apalagi kemarin ia dengar kalau antara Alita dan Gama sudah bertunangan. Benarkah? Kenyataan itu amat mengguris hati Dea.

Apa gadis itu tidak ingat bahwa suatu waktu dulu, ia pernah cerita tentang perasaan yang belum berubah pada mantan suaminya.

"Aku kenal Mas Gama sejak masih sama-sama SMA. Dia kelas tiga aku kelas satu. Mulai dari teman biasa, teman dekat, pacaran, menikah, dan sekarang bercerai. Namun perasaanku masih sama, Lit. Aku masih berharap kalau kami bisa bersama lagi. Dia cinta pertamaku." Dea menceritakan tentang perasaannya. Apa Alita lupa?

Lupa atau sengaja tidak peduli. Karena itu tidak penting bagi Alita. Toh antara Dea dan Gama sudah bercerai sebelum mereka mengenal gadis itu. Jika akhirnya antara Alita dan Gama jatuh cinta, apa itu salah?

Apa Dea pantas menyalahkan Alita karena jatuh cinta pada mantannya? Apa dia harus marah pada Gama karena menyukai dan memilih temannya?

Dea menekuk lututnya hingga menempel pada dada. Memeluk kaki dan meletakkan dagunya di atas lutut. Memandang jari kakinya dengan netra yang berembun.

Jutaan kenangan berkeliaran dalam kepalanya. Sungguh itu merupakan sebuah siksaan. Karena dia sendiri yang masih mencintai dalam diam. Gama sudah lebih dulu melangkah lebih jauh, meninggalkan segala kenangan bersamanya.

Terus mau sampai kapan ia begini?

Kembali ponselnya berderit di atas meja. Dea meraih benda yang tidak jauh dari tempatnya duduk. Ternyata Hani yang menelepon.

"Hallo."

"Hei, aku meneleponmu dari tadi. Kamu jadi nggak ke rumahku." Suara Hani di seberang. Suara mixer terdengar di latar belakang.

"Antik dijemput Mas Gama, Han."

"Kamu aja yang ke sini daripada bengong di rumah. Aku juga sendirian ini. Anak-anak ikut ayahnya ke rumah ibu."

Hening.

"Dea, kemarilah. Aku tahu kamu sedang nggak baik-baik saja," kata Hani lagi karena Dea masih diam. Hani paling mengerti dengan kondisi Dea. Berteman semenjak sama-sama masih kuliah, membuat wanita itu sangat paham psikologis Deandra.

"Ya, aku mau mandi dulu terus ke rumahmu."

"Aku tunggu."

Dea mengakhiri panggilan. Kemudian ada keinginan untuk melihat story dari Alita. Dan apa yang dilihat membuat dadanya kembali tersayat. Foto-foto pemandangan Tawangmangu yang sangat dihafalnya muncul di semua slide story wanita itu. Di sebuah meja restoran, ada dua cangkir kopi, dua piring sate kelinci, dan dua porsi lontong yang telah di potong-potong. Ada steak juga. Dan lengan yang terlihat separuh itu, sangat ia kenal. Lengan Gama.

Jelas sudah kalau mereka memang memiliki hubungan dan pergi liburan berdua ke sana. Hani yang pernah melihat mereka berdua, kasak kusuk dari cerita teman-temannya di kantor, terus oleh-oleh dari Gama dan story Alita, tentu semua itu bukan kebetulan saja.

Mungkin memang sudah waktunya, Dea tahu apa yang sebenarnya terjadi selama ini. Teman yang masih bersikap seperti biasanya itu ternyata diam-diam telah memiliki hubungan dengan lelaki yang paling dicintai oleh Dea. Meski mereka sekarang hanyalah 'mantan'.

Dea meletakkan ponsel begitu saja, lantas bangkit dari duduknya dan langsung masuk kamar mandi. Menikmati guyuran air shower di tengah tangisnya yang tidak terbendung.

Empat tahun lebih setelah perpisahan itu, Dea masih bertahan sendiri. Gama juga sama. Berharap sekali bakal ada keajaiban yang akan menyatukan mereka kembali. Mengingat laki-laki itu juga tidak terdengar dekat dengan wanita mana pun. Sikapnya juga berubah lebih baik sekarang. Tak lagi balapan, mengurangi nongkrong dan touring karena sibuk dengan pekerjaannya. Itu yang didengar Dea dari cerita Bu Ariana.

Bibi yang sudah seperti ibu kedua bagi Gama. Salah satu wanita yang sangat disayangi dan disegani oleh laki-laki itu. Makanya sempat merasa iri saat saat kehadiran Saga, sedikit merebut perhatian sang bibi.

Mantan mertua juga masih sangat perhatian terhadapnya. Dipikir Dea ini adalah awal yang baik. Ternyata ia salah. Gama telah menemukan pelabuhan barunya.

Dea menyudahi mandi, mengeringkan rambut sejenak, dan mengaplikasikan make up sekedarnya pada wajah yang ayunya yang berselimut pedih.

Dia keluar kamar dengan rambut terurai, celana jeans dan kaos warna putih.

"Sayang, kamu mau ke mana?" tanya Bu Etty saat melihat putrinya turun dari tangga dengan pakaian rapi. Wanita itu sempat heran melihat mata putrinya yang memerah. Oh, mungkin karena baru selesai keramas.

"Ke rumah Hani, Ma."

"Antik sudah dijemput papanya?"

"Sudah tadi. Sore nanti di antar pulang."

"Nggak diajak nginap?" tanya Bu Wetty.

Dea menggeleng. Biasanya tiap akhir pekan, Gama memang mengajak putrinya menginap. Entah di rumahnya sendiri atau di rumah orang tua Gama. Minggu sore baru di antarkan pulang. Tapi sudah beberapa kali, Antika hanya seharian saja diajaknya keluar. Perlahan kebiasaan itu mulai berubah. Malam Minggu tentunya Gama sudah ada jadwal lain. Berkencan dengan calon istrinya. Hati Dea kembali perih.

"Aku pergi dulu, Ma."

"Hati-hati."

"Iya." Dea mengambil kunci mobil di rak televisi. Tempat menaruh semua kunci kendaraan.

Tidak lama kemudian mobil warna putih susu meluncur meninggalkan halaman rumah. Butuh waktu lima belas menit untuk sampai ke rumahnya Hani.

***L***

"Matamu sembab. Kamu habis nangis lagi?" seloroh Hani yang melangkah di belakang Dea sambil membawa sepiring sponge cake yang baru selesai mereka buat. Sejak kedatangan Dea tadi sebenarnya Hani sudah ingin bertanya. Namun masih di tahannya sampai mereka selesai beraktivitas di dapur.

Dea meletakkan dua gelas es lemon di atas karpet ruang keluarga rumah Hani. Kemudian mengeluarkan ponselnya dan menunjukkan story milik Alita. Sambil menceritakan serba kebetulan yang tadi dipikirkannya.

"Han, bagaimana jika ternyata benar, antara Mas Gama dan Alita telah bertunangan dan akhirnya mereka menikah. Lalu aku dan Alita masih bekerja di kantor yang sama. Kamu pasti tahu bagaimana perasaanku. Rasanya aku nggak akan sanggup?" Suara Dea bergetar saat mengucapkan kalimat itu.

"Lalu kamu berniat resign?"

"Mungkin."

"Kamu sudah bekerja lebih dulu di sana, Dea. Kenapa harus resign? Jika kamu berhenti bekerja, itu hanya akan menunjukkan sisi rapuhmu saja. Jangan. Tunjukkan kalau kamu sanggup berhadapan dengan mereka. Biarkan mereka yang justru lebih dulu menyingkir darimu. Bukan kamu yang harus pergi lebih dulu."

"Aku nggak akan sanggup, Han."

Hani meraih tisu dan menyodorkan pada sahabatnya. "Aku paham bagaimana perasaanmu. Tapi aku yakin kalau kamu bakalan mampu. Memang sekarang kamu masih syok karena baru mendengar kenyataan ini. Tapi nggak akan lama. Kamu pasti bisa mengatasinya." Hani merangkul bahu sahabatnya.

"Sekarang kamu menangislah. Sepuasnya. Setelah itu jangan nangis lagi untuk Gama. Aku tahu kamu wanita seperti apa. Cerdas dan terpelajar. Kamu cantik, dari keluarga baik-baik. Keluargamu terhormat. Nggak kalah dari Gama dengan darah ningratnya. Kamu bisa mendapatkan yang lebih dari Gama. Ingat, Dea. Dia hanya mantan. MANTAN." Hani menegaskan di kata terakhir.

Dea menyusut air matanya. Kemudian kembali duduk tegak. "Ya. Harusnya aku sadar dengan status 'hanya mantan'. Tapi rasa ini yang nggak tahu diri banget, Han. Memang aku dulu yang minta pisah karena permasalahan yang kami hadapi waktu itu. Sebab Mas Gama lebih mementingkan karirnya di LA. Padahal banyak peluang berkarir di perusahaan keluarganya sendiri di sini. Belum lagi dengan kebiasaannya yang membuatku merasa tersisih dan nggak penting baginya. Tapi kenapa aku masih juga mencintainya.

"Sebenarnya Alita tahu perasaanku pada Mas Gama, Han. Waktu itu dia pernah bertanya. Dan aku jawab jujur. Tapi aku nggak nyangka sama sekali kalau diam-diam dia menjalin hubungan dengan mantan suamiku."

Dea berhenti sejenak.

"Tapi bukan salahnya juga. Aku dan Mas Gama hanyalah mantan." Dea tersenyum miris dengan bibir bergetar. "Aku saja yang masih cinta sedangkan dia tidak."

Kini ganti Hani yang menarik tisu untuk menghapus air matanya. Hatinya ikut sakit dan sedih. Dia saksi bagaimana hubungan Gama dan Dea sejak duduk di bangku kuliah. Dea yang anak rumahan dan begitu dijaga oleh keluarga, pada akhirnya pacaran dengan Gama yang menjadi idola saat itu.

Gama yang sudah dikenal Dea sejak masih SMA adalah sosok yang menawan, meski terlihat urakan dan suka usil. Waktu kuliah rambutnya dibiarkan panjang. Tapi sisi manly-nya begitu kentara dan digilai banyak mahasiswi. Namun Dea-lah pemenangnya. Meski Dea tidak pernah mengejar-ngejar Gama seperti yang dilakukan oleh gadis-gadis itu. Gama sendiri yang datang dan mengungkapkan perasaannya. Gama yang menjadikan Dea pemenang di hatinya.

Pemenang hingga mereka menikah dan Dea hamil anak pertamanya. Namun bayi laki-laki itu langsung meninggal saat dilahirkan. Setahun kemudian, Dea hamil lagi dan lahirlah Antika.

"Kamu jangan nangis, Han. Karena hanya kamu tempatku mengadu. Beri aku kekuatan."

"Kamu pasti bisa, Dea. Kamu hanya perlu melewati beberapa waktu ini dalam keterpurukan. Setelah itu kamu akan menjadi perempuan tangguh seperti Dea yang kukenal sejak dulu." Hani berusaha tersenyum di sela tetesan air matanya.

Hening.

"Han, apa Mas Gama sudah lupa ya. Bahwa dia pernah jatuh cinta padaku selama itu."

Hani yang mulai tenang kini kembali merasakan perihnya ucapan Dea.

"Tentu saja sudah lupa, Han. Wong sekarang dia sudah memilih wanita lain," jawab Dea sendiri.

"Di mata orang lain mungkin dia laki-laki yang nggak tahu diri banget. Mementingkan teman-teman dan hobinya daripada istri dan anak. Tapi di antara teman-temannya yang suka berselingkuh, Mas Gama nggak pernah melakukan itu. Meski dia suka usil.

"Selama kami pacaran hingga menikah, dia nggak pernah menyentuhku kelewat batas. Hanya sekedar mengandeng tangan di waktu-waktu tertentu.

"Tapi sekarang dia sudah berani membawa Alita berlibur dua hari padahal belum ada ikatan. Berarti dia sudah benar-benar jatuh cinta dengan Lita."

"Stop, Dea. Nggak usah kamu mengatakan hal yang akan menyakiti hatimu sendiri. Please, kamu sangat berharga. Ayo, mulai membuka lembaran baru. Dia hanya mantan. Bukan suami yang layak kamu tangisi seperti ini." Tangis Hani kembali pecah. Namun Dea hanya menunduk dalam diam.

Butuh waktu cukup lama untuk mereka kembali bicara.

"Habiskan tangismu, sedihmu, lukamu, hari ini. Setelah itu berhenti meratapi. Apa yang nggak kamu miliki? Kamu cantik, kamu seksi, kamu menarik, dan kamu sangat baik hati. Banyak laki-laki di luar sana, yang jauh lebih baik dari Gama, dan berharap bisa memiliki wanita sepertimu." Hani bicara berapi-api.

"Berapa pria yang kamu tolak? Mereka semua pria berkelas dan baik. Sekarang, buka hatimu lagi. Tinggalkan masa lalu dan songsong hidup baru."

Hani terus memberikan suntikan semangat dan membesarkan hati Dea, hingga wanita itu pamitan pulang menjelang shalat zhuhur.

***L***

Mobil hitam milik Gama memasuki pekarangan rumah saat Dea menyiram bunga di halaman.

Wanita itu menoleh ketika Antika yang tampak ceria menghampirinya. Gadis kecil itu memeluknya.

Sama sekali Dea tidak menatap Gama hingga laki-laki itu menghampiri. "Dengkulnya Antik lecet dikit waktu kepleset di kolam renang rumah mama tadi."

"Ya, nggak apa-apa. Mana yang sakit, Sayang." Tanpa memandang Gama, Dea berjongkok untuk memeriksa kaki Antika. "Oh, nggak apa-apa. Besok pasti sembuh," ujar Dea.

"Om dan Tante ada di rumah, De?"

"Nggak ada, Mas. Mereka keluar baru saja," jawab Dea masih sok sibuk dengan kaki anaknya. Sedangkan Gama masih berdiri dan heran dengan perubahan sikap Dea.

"Kalau gitu aku pulang dulu," pamit Saga akhirnya.

"Iya, Mas. Makasih," jawab Dea masih sibuk dengan luka kecil yang tak berarti apa-apa. Antika sudah terbiasa dengan luka seperti itu.

Gama yang masih keheranan dengan sikap Dea kembali ke mobilnya. Sampai dia memundurkan mobil, Dea masih sok sibuk dengan kaki si kecil.

Wanita itu berdiri dan menggandeng anaknya masuk rumah. Pun tidak menoleh ke arahnya. Padahal Gama sengaja mengentikan mobilnya tepat di tengah pintu pagar. Hanya Antika yang menoleh ke belakang dan melambaikan tangan ke arahnya. "Dadah, Pa!" teriak Antika.

Next ....

Selamat membaca.

Komen (4)
goodnovel comment avatar
for you
terlalu lebay sih menurut ku karakter dea harus nya perpisahan di jadikan semangat jadi perempuan kuat tegas 4 thn pisah masa tetep lembek
goodnovel comment avatar
Suherni 123
move on de,,, buktikan kamu ga perlu mereka jangan terpuruk terus dong
goodnovel comment avatar
Erni Erniati
bener kata Hani. cukup hari ini Dea menangisi Gama. esok lupakan dia. btw aku kok curiga Alita suka Gama karena sepupu Saga.
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status