Share

Part 8 Cemburu 1

last update Last Updated: 2023-10-04 20:18:57

MASIH TENTANGMU

- Cemburu

Dea meraih ponsel yang tergeletak tidak jauh di hadapannya. Bukan panggilan masuk, tapi sebuah pesan dari mamanya.

[Dea, nanti sepulang kerja kamu mampir ke rumah sakit. Sita mau melahirkan. Sekarang baru bukaan lima, tapi tadi mama dikabari oleh budhemu kalau akan dilakukan tindakan SC.]

Sita ini sepupunya Dea. Anak dari satu-satunya kakak perempuan sang mama. Dea segera mengetik pesan balasan.

[Oke, Ma.]

"Ada apa?" tanya Hani.

"Sepupuku mau lahiran. Mama memintaku mampir ke rumah sakit sepulang kerja nanti."

Setelah Dea selesai membalas pesan, Hani mengajak sahabatnya itu kembali ke kantor. Di lobi mereka berpapasan dengan Alita yang hendak masuk ruangan juga.

Sengaja Dea memperlambat jalan supaya Alita lebih dulu melangkah. Beberapa rekan heran melihat kerenggangan mereka. Namun sudah ada beberapa orang yang tahu duduk permasalahan. Namun mereka hanya berbisik sesama rekan, tidak ada yang menanyakan langsung pada Dea atau pun pada Hani. Yang tampak kentara, beberapa rekan yang sempat menggoda Alita tempo hari, kini mulai menjauh tak peduli. Menjaga jarak dari perempuan yang tidak memiliki empati.

Namun bukan Alita jika tidak bisa bersikap bodo amat. Dia tidak ambil peduli dengan apapun tanggapan mereka. Baginya Gama bukan siapa-siapa lagi bagi Dea. Hanya mantan.

Dea mulai terbiasa dengan situasi yang rumit di antara mereka. Dia tetap bekerja seperti biasa, seolah baik-baik saja, tidak terusik dengan permasalahan yang ada. Meski sebenarnya dalam dada porak poranda.

Sampai sekarang Dea masih bertahan untuk tidak berhenti kerja. Walaupun hampir setiap hari perasaannya selalu teriris jika melihat Alita. Lalu bagaimana jika Alita dan Gama menikah nanti? Masih sanggupkah dia berhadapan dengan gadis itu? Setiap hari bertemu dan tentu saja Alita akan merasa lebih unggul karena telah memiliki Gama secara sah.

"Kalau mereka mau nikah, kenapa Gama nggak ngajak Alita kerja di perusahaan keluarganya?" tanya Hani beberapa hari kemarin.

"Aku nggak tahu."

Benar juga pertanyaan Hani. Sangat masuk akal juga pemikirannya. Kenapa Gama tidak menyuruh Alita resign dan bekerja pada perusahaan keluarganya? Seperti yang pernah Gama lakukan padanya dulu. Setelah lulus kuliah dan menikah, Dea bekerja di perusahaan milik keluarga Gama. Kemudian berhenti saat mereka hendak bercerai.

Setelah proses cerai selesai, Hani yang mengajak Dea bekerja di perusahaan yang sekarang ini.

"Kamu pulang dulu apa langsung mampir ke rumah sakit?" tanya Hani saat mereka keluar ruangan menuju parkiran sore itu.

"Ke rumah sakit saja, Han. Daripada bolak-balik."

"Tapi mendung gini, kamu nggak takut kehujanan?" Hani memandang langit yang berwarna kelabu.

"Aku bawa mantel." Kebetulan hari ini Dea tidak membawa mobil.

Di ujung sana, tampak Alita tengah membuka pintu mobilnya. Namun tidak lekas masuk, malah memperhatikan Hani dan Dea.

Hani yang tidak sengaja bentrok pandangan dengan gadis itu, segera membuang muka. Ia muak dengan Alita.

***L***

Sampai di rumah sakit, hujan turun dengan derasnya. Dea menemui suami sepupunya dan sang budhe di sebuah ruang perawatan pasca operasi. Sita belum benar-benar sadar, makanya belum dipindahkan ke kamar perawatan.

"Kamu baru pulang kerja to, Nduk?" tanya Budhe Wanti pada Dea.

"Njih, Budhe. Tadi saya dikabari mama, makanya langsung ke mari." Dea mengalihkan perhatian pada seorang laki-laki yang setia duduk di samping Sita. Dea menghampiri. "Kenapa diambil tindakan Cesar, Mas. Kan perkiraan dokter Mbak Sita bisa lahiran normal?"

"Sita kehabisan air ketuban, Dek. Pembukaan juga nggak tambah-tambah. Makanya aku nggak mau ambil resiko. Memang tadi aku yang mutusin untuk SC saja," ujar laki-laki yang juga berprofesi sebagai dokter umum di rumah sakit itu.

Dea menunggu dan membantu mereka pindahan ke kamar perawatan. Tak lama kemudian orang tua dokter Umar -suaminya Sita- datang bersama dua cucunya yang umur dua belas tahun dan sepuluh tahun.

Dua bocah laki-laki dan perempuan langsung memeluk mama mereka. Melihat adik bayi yang dibaringkan di box bayi.

"Budhe, Mas Umar, saya tinggal salat Maghrib dulu. Sekalian saya belikan makan malam," pamit Dea sesaat setelah azan maghrib berkumandang di kejauhan.

"Nggak usah repot-repot, Dek. Biar nanti aku saja yang keluar beli makanan," cegah dokter Umar.

"Nggak apa, Mas. Sekalian saya mau sholat. Mas Umar temani Mbak Sita saja." Dea meraih tali tasnya lantas beranjak keluar.

Sita tidak bisa ditinggal. Dia mulai merasakan nyeri dibagian perut bawah bekas sayatan operasi tadi. Rasanya panas dan perih. Sebelumnya sudah dua kali Sita lahiran. Untuk anak ketiganya ini mesti Cesar.

Hujan masih turun dengan derasnya. Dea bergegas ke mushola lebih dulu. Salat Maghrib lalu berdoa dengan singkat setelahnya. Sebab sudah banyak pengunjung yang mengantri ingin bergantian mukena.

Cukup lama Dea mematung di lorong depan musholla memandang hujan. Bagaimana dia bisa keluar membeli makanan jika hujan deras begini. Beli di kantin, makanannya hanya itu-itu saja.

"Deandra." Suara bariton seorang laki-laki terdengar dari sebelah kiri dari Dea berdiri. Sontak membuat wanita itu menoleh. Seorang laki-laki berpostur tinggi mengenakan snelli atau jas dokternya tersenyum pada Deandra.

"Dokter." Dea menerima uluran tangan dokter Angkasa.

"Apa kabar?" sapa laki-laki tampan itu ramah.

"Baik. Dokter, apa kabar?"

"Baik juga. Sudah lama nggak bertemu kamu. Semingguan yang lalu saya ketemu sama Astrid."

"Ya, Mbak Astrid juga cerita sama saya."

"Apa dia juga ngasih tahu kalau saya minta nomer ponselmu?" Berterus terang betul dokter ini.

Deandra tersenyum lantas mengangguk. Dokter itu masih memandang Dea. "Nggak boleh, ya, saya tahu nomer ponselmu?"

Setelah diam beberapa saat, Deandra menyebutkan sederetan angka. Angkasa dengan cekatan menyimpan di ponselnya. "Makasih, ya!" ujarnya penuh senyuman.

Deandra mengangguk pelan.

"Oh ya, kenapa kamu ada di sini? Siapa yang sakit?" tanya Angkasa setelah mengembalikan ponsel ke dalam saku celananya.

"Sepupu saya melahirkan, Dok. Istrinya dokter Umar."

"O, jadi istrinya dokter Umar sepupumu?"

"Iya."

Senyum Angkasa makin lebar. Matanya yang dinaungi alis tebal itu tak mengalihkan perhatian pada wajah ayu Deandra. Sampai yang dipandang jadi serba salah. "Kamu mau pulang?" tanya sang dokter.

"Saya mau ke kantin membelikan makan malam untuk budhe dan Mas Umar, Dok."

"Oke. Saya juga ada pembedahan satu jam lagi. Saya tinggal dulu. Makasih udah mau bagi nomer ponselmu."

"Ya, Dok."

Angkasa bergegas cepat meninggalkan Dea. Sebelum masuk sebuah ruangan yang ada plat namanya, pria itu sempat menoleh dan tersenyum ke arahnya. Dea lantas melangkah menuju kantin. Tidak ada pilihan selain ke sana. Hendak keluar juga hujan deras.

Dea memesan lima bungkus nasi rames. Sambil menunggu pesanan, Dea duduk di dekat jendela kaca. Memperhatikan lalu lalang pengunjung di lorong rumah sakit.

Pertama kali bertemu dengan dokter Angkasa, saat Dea diajak mamanya menjenguk ayahnya Astrid yang opname karena serangan jantung kurang lebih dua tahun yang lalu. Kebetulan dokter Angkasa yang menangani. Dokter usia tiga puluh lima tahun itu merupakan teman SMA Astrid.

Lalu beberapa kali bertemu tak sengaja di beberapa tempat. Di mall waktu Dea membelikan perlengkapan sekolah buat Antika. Kemudian bertemu beberapa kali di rumah sakit saat Dea menjenguk rekan yang melahirkan atau pun sakit.

***L***

Continue to read this book for free
Scan code to download App
Comments (5)
goodnovel comment avatar
Helmy Rafisqy Pambudi
dea tu ada cogan Lo dok angkasa..ma dok angkasa aja lak wes..ni dok angkasa yg ada di crita Bre Livia Alan ya kk
goodnovel comment avatar
sri ning
ternyata ini lanjutannya yg cerita saga-melati, seru kayaknya
goodnovel comment avatar
Erni Erniati
nah bener tuh kata Hani. gimana kalau Gama tahu klo dulu Alita tuh ngejar ngejar Saga. pasti gengsi dong...
VIEW ALL COMMENTS

Latest chapter

  • Masih Tentangmu (Setelah Kita Berpisah)   Part 145 Hidup Baru 2

    Paginya, Alita berkemas-kemas dibantu oleh Naufal. Sesekali mereka saling pandang dan melempar senyum. Rambut Alita terurai sebawah bahu dan masih setengah basah."Akhir pekan ini, kita lihat rumah di Grand Permata," kata Naufal menghampiri istrinya dan membantu mengunci travel bag."Kamu sudah tahu Grand Permata, kan?""Iya, aku pernah lewat sana.""Kamu suka nggak tempat itu?""Suka.""Ada juga di Singosari Residen. Tapi kejauhan kalau ke kantor. Di sana pemandangannya juga menarik. Bagaimana?""Aku ngikut saja. Mana yang terbaik buat kita.""Oke. Nanti kita lihat dua-duanya. Jadi kamu bisa membuat pilihan. Kalau di Singosari Residen memang lebih tenang tempatnya. Adem karena di kelilingi perbukitan. Cuman agak jauh dari kantor. Sebelum mendapatkan rumah, kita tinggal di kosanku sambil cari kontrakan rumah untuk sementara.""Ya." Alita tersenyum. Kemudian mengecek laci, memperhatikan gantungan baju, dan masuk ke kamar mandi untuk memastikan tidak ada barang mereka yang tertinggal.T

  • Masih Tentangmu (Setelah Kita Berpisah)   Part 144 Hidup Baru 1

    MASIH TENTANGMU- Hidup BaruJam dua ketika tamu sudah mulai senggang. Alita menghampiri Dea dan Melati yang duduk ngobrol, terpisah dari rombongan Pak Norman."Makasih banget kalian menyempatkan datang dari Jogja ke Surabaya," ucapnya sambil duduk di kursi depan dua wanita itu. Agak susah duduk karena memakai jarik yang sangat sempit. Makanya Dea membantu memegangi tangan Alita agar tidak terjengkang."Sama-sama," jawab Dea dan Melati hampir bersamaan."Setelah ini kamu dan suamimu tinggal di Malang?" tanya Melati."Iya. Kami berdua kerja di sana.""Kamu sudah lama pulang ke Surabaya?" tanya Melati lagi Dijawab anggukan kepala oleh Alita. Melati malah tidak tahu banyak tentang Alita, semenjak pakdhenya Alita masuk penjara. Apalagi setelah putus pertunangan dari Gama, Alita tidak pernah lagi datang ke kafenya. Dea sendiri tidak pernah membahas pertemuannya dengan Alita pada siapa-siapa. Kecuali pada sang suami, itu pun baru seminggu yang lalu. "Bentar aku mau ke toilet," pamit Melat

  • Masih Tentangmu (Setelah Kita Berpisah)   Part 143 The Wedding 2

    Jogjakarta, dua minggu kemudian."Undangan dari siapa, Mas?" Dea meraih undangan yang baru diletakkan oleh Gama di hadapannya. Dia membaca nama yang tertera. Tidak ada foto calon pengantin dalam undangan itu."Dari Alita?" Dea kaget. "Ya. Saga yang ngasih tadi. Seminggu lagi Lita nikah di Surabaya. Kata Saga, Naufal itu teman kuliah mereka dulu.""Calonnya dari Surabaya juga?"Gama mengangguk, tapi dia heran melihat wajah sang istri tampak bingung dan berulang kali memperhatikan undangan mewah kombinasi warna putih dan kuning keemasan di tangannya. "Sayang, kenapa?"Dea meletakkan undangan di atas meja riasnya."Mas, waktu aku hamil delapan bulan dan tinggal di apartemen. Sebenarnya aku bertemu dengan Alita yang tinggal di apartemen itu juga."Ganti Gama yang terkejut. "Beneran?"Dea mengangguk."Kenapa nggak cerita sama mas?""Karena Mas pasti langsung mengajakku pindah dan nggak boleh lagi bertemu dengan Lita. Waktu itu dia sudah berubah baik. Dia minta maaf padaku sambil nangis.

  • Masih Tentangmu (Setelah Kita Berpisah)   Part 142 The Wedding 1

    MASIH TENTANGMU- The Wedding Pagi yang cerah, suasana yang indah. Rumah Pak Handoyo begitu meriah. Senyum suami istri itu sangat sumringah. Menyambut tamu dari keluarga Naufal dan dari beberapa kerabat mereka sendiri yang di undang ke rumah. Tak ada yang ditutupi lagi kalau pernikahan Alita dengan Tony sudah selesai empat bulan yang lalu.Mereka mengerti dan tidak pernah bertanya secara detail.Tentang keguguran itu pun kerabat tidak ada yang tahu. ART saja yang tahu, tapi mereka juga tutup mulut. Tidak ada yang jadi 'lambe turah'. Sebab sadar karena di sana hanya bekerja dan digaji tidak murah. Pak Handoyo dan Bu Lany juga sangat baik sebagai majikan.Alita memakai gamis warna khaki dengan hiasan bordir di bagian kerah dan kancing depan. Memakai jilbab polos warna senada. Naufal memakai kemeja warna abu-abu. Acara dadakan yang membuat mereka tidak sempat menyelaraskan outfit untuk lamaran. Juga tidak ada backdrop. Namun tidak mengurangi kegembiraan hari itu.Orang tua Alita dan ke

  • Masih Tentangmu (Setelah Kita Berpisah)   Part 141 Janji yang Ditepati 2

    Pagi-pagi sekali Gama bersama keluarganya sudah sampai di rumah Pak Norman. Ia juga sudah check out dari vila. Pagi ini bersama keluarga kecil Saga, mereka akan kembali ke Jogja. Liburan telah selesai dan besok waktunya kembali ke kantor.Pak Norman menciumi bocah-bocah satu per satu. Alangkah bahagianya. Di hari tua bisa memiliki cucu sebanyak itu. Termasuk anak-anak Gama direngkuh tak ubahnya seperti cucu sendiri. Gama adalah bagian dari Ariani. Perempuan yang memiliki tempat tersendiri di hatinya.Bu Rista dan Kartini juga menyempatkan menggendong si kembar yang sangat lucu. Juga si bayi Akhandra yang mencuri perhatiannya. Tiga hari ini menjadi momen yang sangat indah. Mereka berkumpul bersama dan membuat rumah besarnya sangat ramai."Kami pamit, Om, Tante." Gama mencium tangan Pak Norman dan Bu Rista. Diikuti oleh Dea. Juga berpamitan pada Akbar dan Tini.Saga dan Melati melakukan hal yang sama. Hingga mereka berpisah di halaman rumah. Dua mobil meninggalkan pekarangan disertai la

  • Masih Tentangmu (Setelah Kita Berpisah)   Part 140 Janji yang Ditepati 1

    MASIH TENTANGMU- Janji yang Ditepati"Itu Saga." Naufal melihat teman lamanya."Iya. Tapi kita pergi saja." Alita berbalik dan melangkah cepat. Naufal pun menjajari langkahnya. Mereka menuruni eskalator dan Alita tak lagi menoleh ke belakang.Bukan hal mudah bertemu mereka lagi. Mungkin menjauh juga tidak mempengaruhi apapun. Dirinya bukan siapa-siapa dan bisa jadi sudah dilupakan. Justru kalau tiba-tiba ia muncul, mungkin akan merusak suasana. Sebab di sana pun juga ada Akbar bersama istrinya. Mereka sedang bahagia menikmati kebersamaan.Rupanya Gama juga membawa istri dan anaknya menyambut pergantian tahun di Malang. Keluarga Saga tinggal di Lawang. Mungkin mereka tadi tengah jalan-jalan. Kenapa bumi ini terasa sempit."Kita keluar saja dari Trans*art kalau gitu." Naufal memutuskan karena melihat Alita yang tidak nyaman dan terlihat cemas.Ia bisa memahaminya. Tentu bertemu mereka lagi adalah sesuatu yang tidak mudah setelah banyak peristiwa tertoreh dalam hubungan mereka."Kita m

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status