Bara Sang Pengembara
Bab 5Di kontrakan bang Malih pintu ke lima dekat pohon besar. Sepasang manusia sedang memadu kasih.Suara rint*han dan des*han membaur jadi satu." Pelan-pelan Mas. Sakit," rintihnya.
Wanita bertubuh sintal dan berkulit putih bersih sedang merasakan huj*tan di atas tubuhnya, ia adalah Widya.
"Mas ...." Widya merasakan pelepasan untuk kesekian kali. Suara er*ngan yang kedua kali terdengar di bibir lelaki itu.
Tubuh Widya mendadak lemas tak bertenaga. Lelaki itu segera keluar kamar dan menghisap tembakau di ruang tamu. Aroma tembakau yang berbeda dari yang lain.
Widya bangkit dari tidurnya. Mengambil daster mini yang tergeletak di lantai.
"Mau aku buatkan kopi?" tanyanya. Menghampiri suaminya. Senyum manis terukir di bibir wanita itu.
"Ehm," ucapnya tanpa kata.
Widya membuatkan kopi hitam dan meletakkan di atas meja. Ia kembali ke kamar dan memeluk guling. Dengkuran halus terdengar di bibirnya.
Tok! Tok!
Widya melirik jam di dinding menunjukkan pukul dua pagi. Ia mengusap wajahnya. Menatap ranjang di sebelah kanan.
"Siapa malam-malam bertamu? Mas ada tamu itu!" panggilnya dari dalam. Wanita itu mengira kalau suaminya masih berada di ruang tamu.
Widya membuka pintu perlahan. Menatap sosok lelaki berkemeja biru. Wajahnya lelah dan kusam.
"Mas, kamu dari mana?"
"Kerja. Dari mana lagi."
"Bukannya kamu sudah pulang dari tadi."
"Aku lembur. Masa kamu lupa."
"Tadi, kamu sudah pulang." Widya merasa heran. Baru saja ia berc*nta dengan suaminya. "Kenapa baru pulang?" pikirnya.
"Mas, serius. Kamu belum pulang ke rumah?""Belum, kamu aneh banget. Aku cape pengen tidur," cetus lelaki itu kesal.
Ia membuka baju dan terlungkap di atas ranjang. Widya menatap sekeliling rumahnya.
"Tadi yang di ranjang bersamaku siapa, dong?" ucapnya was-was.
**
Keesok paginya.
Widya masuk ke kamar mandi. Menatap tangan dan bagian tubuh yang lain seperti leher, dada dan selangkangan.
"Aduh, kenapa dengan tubuhku. Mengapa biru-biru begini. Apa yang terjadi. Tubuhku sakit semua." Widya menatap dirinya dari pantulan kaca kamar mandi.
Perlahan membersihkan tubuhnya. Bagian area kewanitaannya terasa nyeri seperti gadis yang pertama kali berhubungan badan.
"Widya ...," panggil suaminya dari luar kamar mandi.
Hari ini libur kerja. Toni, suami Widya akan menghabiskan waktu bersama istrinya.
"Iya Mas." Widya membuka pintu perlahan.
"Tubuh kamu kenapa?" tanya Toni menelusuri tubuh sintal istrinya yang terbalut handuk.
"Aku gak tahu, Mas." Menundukkan kepala.
"Apa ada yang mukulin kamu?"
"Enggak ada." Mengeleng lemah.
"Kamu pakai baju dulu. Nanti, oleskan saja dengan salep."
Widya menuruti ucapan suaminya. Toni masuk ke kamar mandi.
Sore hari, Mereka duduk di sofa setelah melakukan ritual suami istri. Widya merasakan kejanggalan.
"Semalam, kamu tidak pulang lebih cepat, Mas?" tanya Widya. Saat berhubungan dengan suaminya. Ia merasakan keanehan. Lelaki itu sudah mencapai klimaks hanya beberapa detik saja.
"Tidak. Aku pulang jam dua pagi. Kamu bukakan pintu untukku. Memangnya kenapa?"
Toni bekerja sebagai security perumahan. Biasanya lelaki itu akan pulang pukul dua pagi setelah temannya datang.
Widya ragu untuk menceritakannya. Akan tetapi, wanita itu penasaran.
Widya menceritakan semua kejadian semalam. Ia menemukan kejanggalan.
"Apa! Kamu bercinta dengan lelaki lain!"
"Bukan lelaki lain. Tapi, lelaki itu mirip mas. Wajah dan tubuhnya sama persis," sargah wanita itu.
"Tidak mungkin aku pulang jam sepuluh. Kamu tahu aku pulang dari komplek jam sebelas malam karena temanku anaknya sakit jadi lembur."
"Tapi, wajahnya mirip kamu, Mas!"
"Aku yakin kamu selingkuh!" tuduh Toni.
"Demi Tuhan aku gak selingkuh!"
"Alah! Buktinya kamu tidur dengan lelaki lain selain aku."
"A-aku tak seperti itu." Wajah Widya berderai air mata. Tak mengira kalau suaminya tak mempercayainya. Rasa penasaran membuatnya ia berani bercerita.
"Alah, jadi memar ini ulah lelaki itu!"
"Aku tidak tahu, Mas."
Toni menarik tubuh istrinya berdiri dan melayangakan tangan ke udara hingga menyentuh pipi istrinya yang telah lima tahun menemaninya dengan keras.
"Dasar jalang! Kamu selingkuh!" Menarik rambut Widya dan mendorongnya kasar.
"Ampun, Mas! Aku tak selingkuh.
Toni menghajar Istrinya. Ia tak suka diselingkuhi. Lelaki itu mendorongnya hingga terhuyung ke belakang.
Suara bising terdengar hingga ke kamar Bara. Bang Malih keluar rumah berdiri di depan pintu. Berjalan menghampiri kontrakan nomor lima. Bara mengikuti lelaki itu.
Tok! Tok!
"Buka!" teriak bang Malih.Toni membuka pintu dengan wajah merah dan rahang mengeras.
"Ada apaan ini ribut-ribut!" tanya bang Malih dengan bertolak pinggang.
Toni menundukkan kepala. Pemilik kontrakannya bukan lawan yang tepat.
"Buset, elu apaan itu bini elu sampe biru-biru begitu. Widya sini!"
Widya mendekati bang Malih ke depan pintu." Duduk elu berdua."
Widya dan Toni duduk di teras rumahnya.
"Toni, elu laki pantang mukul perempuan. Apalagi dia bini elu.""Dia selingkuh Cang." Tunjuk Toni. Lelaki itu adalah keponakan bang Malih yang menikah dengan penghuni kontrakannya.
"Bohong! Saya gak selingkuh," sergah Widya.
"Elu tahu dari mana, bini lu selingkuh?"
"Dari dia barusan. Dia bilang semalam melakukan hubungan itu hingga berjam-jam." Toni melirik istrinya. Hatinya kesal dan cemburu.
"Widya, elu selingkuh?"
"Gak Cang. Saya gak selingkuh. Semalam Mas Toni pulang jam sepulun langsung minta jatah hingga berjam-jam."
Bara menatap memar di tubuh wanita yang berpakaian daster dengan satu tali. Merasakan sesuatu yang janggal.
"Sepertinya ada sesuatu di tubuh wanita itu. Tapi, apa ya?" gumamnya dalam hati.
Sesosok makhluk menatap mereka dari kejauhan. Tertawa terbahak-bahak merasa puas.
****Ketika seseorang tak menyadari kelebihan dan kekuatan dalam dirinya. Bagaimana cara dia mengontrolnya dan mengunakan kekuatan itu. Baca terus novel ini hingga tamat. Terima kasih.Fika menatap Bara dengan kebimbangan, ia terus menatap pemuda yang sedang merapikan pakaiannya. "Jangan di tatap terus, Kakak tahu kalau ganteng.""Eh, pede banget." Fika menjulurkan lidahnya ke arah Bara. pemuda yang sibuk memilih pakaiannya hanya terkekeh saja. "Kakak, kamu yakin mau kembali ke kampung. Memangnya Mak dan Abah sudah ketemu?" "Sudah, mereka baik-baik saja dan bahagia di sana." Bara mengulum senyum ketika melihat Abah dan Mak bahagia. "Kok gak ajak aku?" Fika mulai merajuk. Bara menoleh ke arah Fika yang semakin hari semakin cantik dan dewasa. umurnya sudah matang untuk berumah tangga. Bara mengusap lembut puncak kepala Fika."Abah dan emak sudah lihat kamu. Kamu juga jangan khawatirkan mereka. Berdoa untuk kesehatan mereka.""Apa jangan-jangan mereka sudah berada di kampung makanya kamu mau kembali ke sana?""Tidak ada. Mereka tak ada di sana. Apa kamu tak ingin pulang?"Wajah manis Fika menunduk lesu. Mengingat hal dulu membuatnya sakit hati. Kalau saja waktu i
Bara Seorang gadis berkemeja biru merah dengan logo di kantung depan, mengusap lembut tubuh pemuda yang kini terbaring di atas tempat tidur di dalam kamar. Tangan halusnya mengusap lembut kulit pemuda itu dengan tangkas. Perlahan memakaikan kembali pakaian yang baru untuk pria yang kini terbaring tak berdaya. Selang infus masuk dari pergelangan tangan kanan. Cairan itu yang masuk ke dalam tubuh sebagai sumber tenaga. kedua mata pemuda itu masih terpejam, entah sampai kapan mata elang akan terbuka kembali. Rasa rindu akan canda dan perhatiannya kian membuncah. Gadis berkuncir kuda tetap sabar menanti. "Sampai kapan kamu akan tertidur Kak Bara. Apakah kamu tak merindukanku. Bangunlah." Fika selalu menjaga dan merawat Bara yang sudah lima bulan tak sadarkan diri. Melalui infus, Bara mengomsumsi makanan. Setelah memastikan semua selesai, Fika merapikan peralatannya dan berpamitan. "Aku harus pergi. aku harus bekerja untuk biaya hidup kita." Fika mengusap lembut surai Bara. mengulum
Bara menghampiri dua raja yang memiliki dendam terselubung. Mereka bertaruh dengan ganas dan sadis tak memberikan ampun atau permohonan maaf. Hingga sang Raja Merah terhempas dari hadapan makhluk hijau. Kini, hanya Bara yang bisa melawan Raja Kijo.Langkah Bara pasti dan akan mengalahkan raja jahanam itu. Raja yang memiliki maksud busuk kepada manusia. Maka Bara mengorbankan diri untuk saudara-saudaranya di dua dunia. "Bocah tengil, Raja merah saja tak bisa melawanku. Kamu ingin ikut mati bersamanya, ah!" Raja Kijo tersenyum sinis menatap pemuda dihadapnya. "Kalau sudah takdirku kenapa tidak." Bara melompat dan menjulurkan kaki hingga menyentuh dada raja Kijo. Sang raja terhuyung ke belakang ketika mendapat tendangan dari Bara. "Kurang ajar!" teriak raja Kijo mengema hingga ke luar kerajaan. Para anak buah gusar mendapat teriakan dari sang Baginda raja. Raja Kijo bersiap menyerang dengan kekuatan ilmu dalam yang selama ini ia simpan untuk digunakan ketika menemukan musuh lebih
Napas Bara memburu, ia memilih menjauh. Gerak-gerik saat menghindari serangan adalah miliknya. "Sial, dari mana dia tahu gerakkan itu. Bagaimana aku bisa mengalahkannya?" geram Bara dalam hati. "Kenapa? Kamu tak bisa mengalahkan ku. Jangan harap kamu bisa!" Bara berpikir sejenak tetapi serangan tiba-tiba datang begitu cepat hingga bagian dada Bara terpukul keras, cairan merah keluar dari mulut pemuda itu. Bara terbatuk-batuk mengeluarkan cairan pekat. Raja Kijo tak memberikan ampun kepada pemuda itu. Ia melanjutkan penyerangan. Kedua kaki Bara tak berpijak. Tubuhnya melayang ke udara. "Ha ... ha ... Kekuatanmu tak sebanding denganku!" "Aku tak peduli kekuatanmu seberapa besar. Aku tak peduli berapa banyak jurusmu. Aku hanya ingin kamu musnah!" Bara melepaskan kalung merah yang melingkar di lehernya hingga dua orang muncul bersamaan menatap Raja Kijo. Mereka adalah ayah Bara dan Sang Raja yang telah hilang. Ternyata ia berada di kalung itu menunggu waktu yang tepat untuk menyer
Bara melanjutkan langkah hingga lantai yang ia pijak berubah, suasana menjadi mencekam. Sekeliling Bara berubah gelap. Hanya ada pepohonan menjulang tinggi dengan langit hitam. Tak ada bulan maupun bintang. Suara jangkrik atau kodok tak ada. Senyap dan sepi bagaikan di dalam kuburan. "Apakah aku telah kembali ke dunia nyata atau ini dunia Raja Kijo?" Monolognya dalam hati. Kaki Bara melangkah mencari jalan menuju cahaya. Tetapi, tak ada cela cahaya di sekitar ini. Suara apapun tak terdengar hingga kalung merah Bara berkelap-kelip menandakan bahaya mengintai. Bara menyentuh kalung itu saling berkomunikasi dengan penghuni kalung. Bara merasakan sesuatu mendekat sangat cepat seperti sebuah kilatan. Kedua kaki bersiap untuk menerima serangan tiba-tiba. Hingga cahaya menyerang Bara tetapi tak berwujud. Lengan Bara mengeluarkan cairan merah akibat goresan. Terasa nyeri dan perih. Bara mengindari kilatan itu agar tak terluka untuk kedua kali. Bara mengeluarkan tenaga dalam hingga diri
"Mati kau!" Suara tawa mengema di ruangan itu. Waktu yang tepat untuk menghentikan wanita berkebaya hijau. Jika ia bersuara lagi tubuh Bara bisa tak berdaya. Hingga kepala terasa berat seperti tertimpa batu besar. Bara berlari secepat kilat menghajar wanita berkebaya hijau dan menyerang sekali tebasan. Bara mengores bagian perut Nyai dengan senjata daun beracun miliki wanita itu. Bara berdiri di samping wanita itu dan menambah serangannya dengan cara mencari kelemahan Nyai. Sebuah tusuk konde berada di kepala wanita tua yang mengeram kesakitan akibat luka dari senjatanya sendiri. Teriakkan wanita tak memiliki hati mengema dan semakin kencang. "Argh ....!" Bara menjauhi wanita itu dan menatap detik-detik pertumbangan diri Nyai. Wanita yang memberikan jalan kepada Kijo ke dunia. Hingga para gadis kehilangan nyawa dan kehormatan yang harus dijaga sebelum menikah. Para ibu yang baru saja melahirkan kehilangan bayi mereka karena tubuh bayi tak berdosa menjadi santapan bagi Kijo. Banya