Bara Sang Pengembara
Bab 20Bara memerintahkan supir untuk menghentikan mobilnya.
Sang supir hendak menginjak rem. Namun, rem tak berfungsi."Mas Bara, remnya tak bisa digunakan," ucap supir itu panik.
"Injak terus remnya!" teriak Bara.
"Gak bisa, Mas!"
"Cari jalan aman. Kita masih di jalan tol dan keadaan masih sepi. Kurangi kecepatan dan tekan klakson agar pengemudi lain minggir."
Supir mengikuti saran Bara. Menenangkan diri agar tak terjadi hal buruk. Bara berpindah tempat duduk ke belakang.
"Mas, pasang selt belt ."
"Selt belt, itu apa?"
"Selt belt, sabuk pengaman. Itu tali dekat jok mobil." Supir berbicara menatap Bara dari pantulan kaca depan.
Bara mencoba manarik sabuk pengaman dan mengunakannya.
"Bukan seperti itu, Mas! untuk pemasangannya yang benar harus berada di pundak. Sedangkan yang di bagian bawah
Bara Sang PengembaraBab 21"Bara, nanti kita ke taman sebentar," pinta gadis itu."Ehm."Mata Bara menelusuri perpustakaan. Tak ada yang mecurigakan sedikit pun. Tapi, kali ini Bara merasakan hal yang aneh."Sefia, apa kamu merasakan hal aneh?" tanya Bara dalam hati."Sudah biasa hal ini untukku," ucap Sefia berada di belakang Sofie. Senyum menyeringai terlihat jelas."Non, lebih baik kita pulang saja. Keadaan kurang baik." Bara takut terjadi sesuatu."Bara aku hanya sebentar saja. Mau duduk di sana. Melihat pemandangan taman. Please!" Merengek seperti anak kecil.Bara hanya diam tak menjawab. Langkah panjang mengikuti Sofie berlari kecil. Gadis itu terlihat antusias."Kemarilah Bara! Duduk sini," pintanya. Menepuk kursi kosong di samping.Bara menatap pemandangan taman tepat didepannya. Di tengah taman terdapat kolam ikan dengan jembatan di tengahn
Bara Sang PengembaraBab 22Hari ini tepat ulang tahun Sofie ke tujuh belas. Ronald membeli kue ulang tahun yang sangat mewah. Sebagai bentuk kasih sayangnya.Kue tart berwarna biru muda dengan hiasan bunga mawar berwarna-warni.Layer cake rasa keju kesukaan Sofie. Dengan olesan cream mocha membuat lidah terasa bahagia.Rasa manis dan gurih dalam cake membaur satu. Semua untuk Sofie.Tak lupa Ronald membelikan kue berukuran sama untuk Sefia. Kue tersebut dibuat dengan warna merah muda. Ronald meletakkannya di dalam kamar Sefia.Arwah Sefia meneteskan air mata. Tubuhnya gemetar ketakutan. "Pa, makasih kuenya tapi hari ini akan menjadi hari yang paling tak terlupakan," ucap Sefia di depan wajah Ronald.Laki-laki paruh baya yang maslh terlihat muda tak mendengar ucapan putrinya.Hatinya sebenarnya gelisah. Khawatir terjadi apa-apa dengan putri kesayangan.Ronald membuang semua pi
Bara Sang PengembaraBab 2317+Dengkul Ronald melemas tubuhnya luruh ke bawah. Seketika ingatannya tentang masa lalu terekam kembali."Tuan, Anda kenapa?" Bara mendekati lelaki itu."Bara. Aku ... hiks ... hiks ...." Wajahnya berubah sedu. Mata coklatnya mengembun."Tuan Ronald.""Tujuh belas tahun lalu ....""Ceritakan semuanya. Aku akan membantu Anda."**Flashback"Tuan, nanti ketahuan Nyonya," bisik seorang wanita dengan seragam hitam, celemek putih menutup tubuhnya. Tinggi rok hanya sebatas paha. Kulit kuning langsatnya terlihat mengoda."Ah, sebentar saja. Sudah lama kita tak melakukannya." Ronald memaksa Mirna."Jangan Tuan! Saya takut." Mirna mendorong tubuh lelaki itu. Namun, tenaganya lebih kuat."Sudah diam saja. Biar aku yang bekerja. Kamu nikmati saja, ehm." Mencoba memeluk tubuh Mirna."Tuan, Ah ... ehmp ... ehmp ..
Bara Sang PengembaraBab 2417+Puspita mengalungkan di lehernya. Menatap dari pantulan cermin. Saat itu juga terdapat dua janin yang tubuh di dalamnya tanpa ia sadari."Argh! Argh!" teriak Puspita memegang lehernya."Nyonya! Nyonya!" Mirna berbalik arah melihat majikannya kesakitan."Ha ... ha ... ha ... Kamu tertipu. Aku tak apa-apa." Suara tawa terbahak Puspita membuat Mirna geram.Bibir mungil Mirna mengerucut bagaikan anak kecil. Memutar bola mata ke arah lain.Mendengar majikannya berteriak kesakitan membuat jantungnya berdegup kencang."Nyonya ini aku kira kena kutukan," cetus Mirna."Emangnya siapa yang mau ngutuk aku?" Bersedekap dada dan tertawa terbahak-bahak.Tawa bahagia telah membodohi Mirna membuat dirinya tak bisa menahan air mata. Wajah Mirna sangat panik dan ketakutan."Nyonya jahat! Aku sampe jantungan. Tanganku dingin kayak es.""Aku hanya
Bara Sang PengembaraBab 25Suara deru mobil terdengar di bagasi. Ronald melepaskan pelukkannya, bergegas bangkit dan melihat di balik tirai coklat."Astaga! Cepat pakai pakaianmu!" bisik Ronald tanpa melihat luka dalam sobekan akibat ulahnya."Bajunya sobek Tuan!" Menatap ke arah lantai."Keluar dan masuk ke kamarmu." Menarik lengan Mirna agar bangkit.Kamar Mirna berada di samping kamar Ronald. Mirna menutup tubuhnya dengan seprai dan berjalan tertatih-tatih menahan nyeri di bagian bawah."Mirna!" Mirna!" panggil Puspita ketika masuk ke dalam rumah.Mirna panik di dalam kamarnya. Bagian intimnya terasa nyeri dan perih. Segera mengenakan baju yang berada di gantungan baju."Mirna!"Mirna berjalan tergopoh-gopoh menghampiri sang majikannya yang sedang hamil."Iya, Nyonya. Saya di sini."Melihat penampilan Mirna, Puspita memincingkan mata
Bara Sang PengembaraBab 26Mirna terkejut di balik tembok ada seseorang yang berdiri turun dari tangga.Tubuh Mirna mendadak membeku. Kulitnya yang kuning berubah pucat. Sorotan mata tajam menatap tanpa jeda.Mirna tak berani menoleh. Rasa sakit karena pecahan cangkir dan panasnya percikan air panas tak dirasakannya.Ronald memperhatikan tingkah Mirna yang berdiri tak jauh darinya."Mirna, Mas. Kalian ngapain di dapur?" tanya Puspita. Wajahnya pucat dan lemah."Sayang, kenapa kamu turun?" Ronlad mengalihkan pertanyaannya.Tak mungkin menjawab kalau mereka berdua sedang bermesraan di dapur."Mirna lama sekali naiknya," ungkap Puspita tak sabar ingin meneguk air jeruk nipis. "Cepat kamu buatkan lagi!""I-iya. Saya bikinkan lagi." Mirna merpikan pecahan beling dan Ronlad membantu gadis itu."Cepat kamu buatkan. Biar saya yang bersihkan."M
Malam Tanpa NodaSemua serangan Drian tak dapat menyentuh kulit Johan sedikitpun. "Kamu tak akan bisa melawanku." Johan menyeringai. Setiap serangan selalu ditangkis.Kaki kekar Drian menendang ke arah perut Johan hingga lelaki perusak itu terjerembab di lantai, tawa terdengar di bibir Johan.Johan segera bangkit dan memiringkan kepala, Drian hendak menghampiri Johan namun, lawannya mengeluarkan sesuatu dari balik jaketnya.Senyum menyeringai menghampiri Airi. Wajah tampan milik Johan menatap ibu dari anak-anak Mahendra. Menarik wanita itu kasar, Prily hendak menghalanginya namun kalah cepat."Drian!" panggil Airi.Johan menodongkan senjata dengan pelatuk menempel di jarinya. Tersenyum menyeringai, sekali tekan sejata api itu akan meledak dan masuk ke dalam kepala Airi dan napas akan terhenti dalam hitungan detik."Kamu mendekat aku pecahkan kepalanya. Mundur!" Membulatkan
Bara Sang Pengembara"Puspita, mengapa suamimu membeli pil KB di apotek?"Puspita mendapat berita tersebut terperangah. Apa mungkin sang suami yang penuh perhatian memiliki simpanan wanita.Puspita menonton televisi dengan tatapan kosong. Tak percaya tuduhan kepada Ronald."Halo, Puspita apa kau masih di sana?""Iya, mungkin kamu salah orang. Gak mungkin suamiku membeli pil itu.""Aku yakin kalau itu suamimu. Di dalam mobil juga ada wanita muda. Sepertinya aku pernah melihatnya. Tapi, di mana ya?""Tidak mungkin kamu pasti salah orang. Sudah dulu, ya. Kepalaku sakit dan ingin istirahat.""Baiklah, aku harap kalau aku salah lihat. Maafkan aku sudah menganggumu."Puspita segera menutup panggilan. Hatinya cemas dan tak tahu harus berbuat apa."Tidak mungkin. Aku tak percaya. Lebih baik aku istirahat."Puspita bangkit dari sofa, semakin membesa