Share

Mbak Arsitek Perancang Cinta
Mbak Arsitek Perancang Cinta
Author: Astika Buana

Bab 1. Keraguan

"Saya menyuruh kamu mencari arsitek, bukan perempuan! Apalagi modelnya seperti dia!" teriak laki-laki berwajah keras.

Suara samar terdengar jelas di telingaku, walaupun ruangan ini terbatas kaca lebar. Dua laki-laki di dalam terlihat berdebat dengan mengacung-ngacungkan berkas di tangannya. Iya berkas portfolioku yang aku bawa hari ini.

Satu berkulit terang dengan baju rapi dengan dilengkapi jas, dan satunya lagi berkulit lebih terang berbaju rapi juga, tetapi tanpa menggunakan jas. Tidak begitu jelas wajah mereka dari luar sini. Namun, dari penampilan mereka menunjukkan posisi yang penting di perusahaan ini.

"Dia yang terpilih sesuai portfolio yang dikirim melalui email itu!" sanggah lelaki satunya.

Keadaan seperti yang biasa aku hadapi. Keraguan akan kemampuanku, hanya karena aku seorang perempuan. Di dunia yang mayoritas laki-laki ini, memang beresiko buatku sebagai perempuan. Kualitas kami yang tidak diperhitungkan, membuat  aku lebih keras berusaha lagi, dan disinilah aku. Sebagai arsitek terpilih untuk mega proyek perusahaan ini.

*

Aku Lituhayu Mahiswara, arsitek lulusan dari perguruan tinggi negeri ternama di negara ini. Kecintaanku di dunia rancang bangunan sudah tumbuh sedari kecil. Bapak pembuat rumah-rumah kayu, khususnya rumah joglo. Mulai bangun tidur sampai tidur lagi, yang aku lihat adalah orang-orang sibuk membangun rumah. Dalam pikiranku, kenapa kita terpaku dengann bentuk rumah yang seperti itu? Apa tidak ada kejenuhan atau keinginan untuk terbebas dengan pakem yang ada? Itulah pijakan awalku mengambil pilihan ini.

Keputusanku memilih jurusan arsitek ditentang keras oleh ibu. Menurutnya, setinggi-tingginya perempuan sekolah jatuhnya juga di dapur dan kasur. Apalagi yang diambil jurusan yang dipenuhi laki-laki. Menurutnya, ini tidak berguna untuk mengurus suami dan anak. Untuk apa membuang waktu percuma? Bisa jadi, dunia baru ini yang aku tekuni merubahku menjadi perempuan yang tidak feminim lagi. Akhirnya, jauh jodoh seperti aku sekarang.

Kalau sudah bicara jodoh, ibu langsung menyalahkan bapak yang mengijinkan aku memilih dunia bangunan ini. 

"Anak perempuan satu saja modelnya begajulan. Yang diurus bangunan terus. Mbok sekali-kali ke salon biar cantik. Tuh, satu lemari isinya celana panjang, kemeja, kaos. Tidak ada rok apalagi longdress. Namanya Lituhayu, maksud ibu supaya besarnya ayu. Ini, pakai bedak saja ogah, apalagi pakai lipstik. Bapak sih, menjerumuskan anaknya ke dunia laki-laki!" omelan ibu seperti biasanya.

Kalau sudah seperti itu, aku dan bapak hanya saling pandang, tersenyum dan kembali ke aktifitas semula, menyesap kopi hitam bersama. Aku memang anaknya Bapak.

*

"Saudari Lituhayu, ikuti saya!" 

Laki-laki yang tanpa jas, menghampiriku dan bergegas ke luar ruangan besar ini. 

Kami menuju ruangan agak jauh dari ruangan pertama, lebih kecil sedikit.  Menariknya, ruangan ini penuh dengan peralatan tempur kami. Ada meja gambar lengkap di ujung sana, menghadap ke jendela besar. Rak buku tinggi dengan penuh buku-buku yang membuatku seketika lapar. Di ujung sana, ada rak tempat gulungan-gulungan gambar proyek. 

Hhmm ... ini baru markas besar.

"Kenalkan, Saya Sakti Pratama, panggil saja Sakti. Selamat, kamu sudah bergabung dengan perusahaan ini! Silahkan duduk!"

Kami duduk berhadapan dengan meja kerja di tengahnya. 

"Terima kasih Pak Sakti. Panggil saya Litu," ucapku. Namanya bagus, sepertinya dari pembawaannya dia orang yang baik dan terlihat professional. Berbeda dengan laki-laki yang satunya, terlihat bukan orang lapangan.

"Yang tadi itu, Pimpinan kita bapak Mahendra  Haryanto," tambahnya.

Oh, yang orang berkata tidak mencari perempuan itu pimpinan di sini. Seharusnya dia bisa menjaga sikap, sepertinya orangnya pemarah. Aku harus hati-hati menghadapinya. Sepertinya orangnya keras dan susah diajak bekerja sama. Huuft, biarlah. Toh, aku akan banyak bekerja dengan laki-laki di depanku ini.

"Saya sudah diskusi dengan Pak Mahendra, masa percobaan kamu tiga bulan. Apabila kerja kamu sesuai yang kami harapkan kita terus. Namun, apabila tidak, dengan sangat menyesal kami tidak bisa teruskan," terangnya.

"Maaf, bukankan penawaran di awal tidak seperti itu? Saya mengirim portfolio dan yang terpilih akan masuk di team perancang?" 

"Betul, tetapi kami perlu pembuktian skill kamu. Kamu keberatan?" tanyanya dengan memincingkan mata.

"Saya tidak keberatan, karena saya yakin bisa melalui masa percobaan ini!" ucapku dengan yakin. Ini sama saja mereka menantang kemampuanku. Aku harus bisa mengalahkannya.

"Satu pertanyaan saya. Maaf, ya. Litu, ini benar karya kamu?" tanyanya dengan menatapku tajam, tangannya menunjukkan portfolioku yang sedari tadi dibawanya.

"Pak Sakti meragukan itu karya saya?"

*****

Duh, nyeseknya. Ketika kita mempunyai karya tetapi dipertanyakan. Apakah Lituhayu akan meneruskan kerja di tempat yang meragukannya? Ikuti cerita ini, ya.

Comments (7)
goodnovel comment avatar
Tutut Yustina
Kok wanita selalu di remehkan?
goodnovel comment avatar
Aripin Izim Wazura
Diminta ikutin ceritanya kok. Malah, ga bisa ditmbahin. Gimana ni bikin sebel aj.
goodnovel comment avatar
Aripin Izim Wazura
Kerenn, mantap jiwanya seorang wanita yang diremehkan. Teruss lanjutannya gimana donk ...?
VIEW ALL COMMENTS

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status