Home / Romansa / Mbak Arsitek Perancang Cinta / Bab 8. Bersama Si Vampir

Share

Bab 8. Bersama Si Vampir

Author: Astika Buana
last update Huling Na-update: 2022-10-20 14:04:19

"Kedua, dia menunggu kita untuk makan siang bersama," bisiknya dengan mendekatkan wajahnya ke arahku.

"Maksudnya dia…. Pak Mahendra?!" tanyaku dengan mata membulat sempurna ke arahnya.

'Aduh!'

"Kenapa? Cacing kamu langsung mogok lagi?" ledek Mas Sakti terkekeh. Mungkin melihat wajahku yang sebelumnya semangat ingin makan, berubah terlihat aneh.

"Beneran, kita makan bersama Pak Mahendra yang tadi itu? Mas Sakti saja mungkin?" tanyaku tidak percaya. Bukannya tadi bicara denganku saja seperti mau muntah. Kenapa sekarang malah menghadirkanku di meja makannya? Jangan-jangan aku akan dimakan hidup-hidup dan dicabik-cabik oleh vampir itu.

"Sama kamu jugalah! Tadi sudah dibilang, kan," jawabnya sambil melangkah mengikuti Mbak Endah ke ruang VIP yang berada di ujung, aku berlari kecil untuk mensejajarinya.

"Hiiii," desisku sambil mengangkat bahu.

"Kenapa, Litu?" 

"Ngeri!" jawabku spontan. Mas Sakti terbahak mendengar ucapanku.

Setiba di depan pintu, Mbak Endah membukakan pintu dan membungkuk mempersilahkan kami masuk.

Aku memperhatikannya, sebegitukah aturan dengan orang kaya?Setelah aku masuk, sekilas aku melirik Mbak Endah tersenyum kepadaku sambil mengacungkan jempol yang sedikit dia sembunyikan. Aku membalasnya dengan anggukan dan senyum heran dengan apa yang dimaksud.

Ruangan ini, lebih indah dengan adanya taman kecil dengan kolam meni yang ada air mancur terbuat dari bambu. Air jatuh ke kuali tanah yang diposisikan seakan tumpah, menimbulkan suara gemercik air.

Di dalam,  sudah set-up meja makan besar berbentuk bulat. Hanya tiga kursi yang tersedia di sana. Piring dengan satu set peralatan makan tersedia di setiap depan kursi. Berarti, hanya kamilah yang menemaninya makan.

Mas Sakti dengan santainya masuk dan ngambil tempat duduk di sebelah kanan Pak Mahendra yang masih konsentrasi dengan ponselnya. Akupun duduk di kursi satunya.

Hening, kami menunggunya selesai dengan kesibukannya. Aku menatap Mas Sakti, dia memberi kode untuk sabar sebentar dengan mengarahkan dagu ke arah Pak Mahendra-si Vampir itu yang masih sibuk.

Beberapa saat kemudian, Mbak Endah dan rekannya membawa hidangan dan dijajar di meja bulat ini. Gelas diisi mineral water dingin. Kami juga di sodorkan buku drink list untuk memesan minuman. 

"Saya manggo juice," ucapku.

"Saya sama dengan dia!" timpal Pak Mahendra mengejutkanku, tanpa mengalihkan pandangan dari ponselnya, entah apa yang dikerjakan. Pasti penting sekali.

"Saya orange juice!" tambah Mas Sakti.

Kami terdiam lagi. 

Huuft, acara makan yang paling garing dalam hidupku. Cacing di perutku juga merasakannya, buktinya mereka tidak protes sama sekali. Mungkin mereka sudah mogok tidak selera makan.

.

.

"Eh, kalian. Ayo makan, saya sudah lapar! Kalian tidak lapar?!" tanyanya. 

Dia melihat aku dan Mas Sakti bergantian tanpa rasa bersalah. Bener-bener nih, orang. Tidak punya hati, kita saja hampir mati kelaparan.

"Iya, Pak!" ucapku.

Aku langsung bersiap untuk makan, menunggunya mengambil nasi, kemudian Mas Sakti. Dia langsung menyodorkan kepadaku dengan menaikkan kedua alisnya sambil tersenyum. Aku balas dengan seringai dan tersenyum kembali setelah Pak Mahendra melihat kami kembali. 

Ih, serasa gimana gitu!

Aneh!

Kami makan bersama. Pak Mahendra dan Mas Sakti makan sambil berbincang tentang survey hari besuk. Aku hanya mendengarkan saja dan sesekali menjawab pertanyaan yang ditujukan kepadaku. 

Dua hari lagi, kami ada peresmian apartemen dan dilanjutkan acara Gala Dinner. Acara ini juga digunakan untuk memasarkan apartemen tersebut. Undangan yang datang dari banyak kalangan, tentunya yang berpotensi sebagai konsumen.

"Litu! Kamu harus ikut!" perintah Pak Mahendra kepadaku.

"Saya?"

"Iya! Yang acara gala dinner. Banyak relasi kami yang datang. Supaya mata kamu terbuka, siapa saja yang nantinya menjadi konsumen kita. Jangan sampai, rancanganmu nanti membuat kami malu apalagi rugi!" tegasnya.

Ucapannya selalu ada kata yang tidak enak. Huuft, Bos satu ini memang menjengkelkan!

Aku tersenyum kikuk dan mendelik ketika dia menunduk, Mas Sakti tersenyum simpul melihat sikapku ini.

Kami makan siang, setelah selesai basa-basi Pak Mahendra keluar terlebih dahulu.

"Akhirnya!" desahku lega. Aku selonjorkan kakiku.

"Masih lapar?" tanya Mas Sakti.

"Sudah kenyang, tetapi kurang mantap," ucapku dengan mendongakkan kepala melepas rasa kaku di leher ini.

"Masih ada dua puluh menit, ikut aku!" 

Dia langsung beranjak berdiri, melangkah keluar dan aku mengikutinya. Kami masih di cafetaria, tetapi di sudut lainnya.

"Wah, segar sekali di sini!" teriakku senang ketika baru masuk ke tempat ini. 

Mas Sakti tadi menyuruhku masuk dahulu, entah dia mau kemana.

Ruangan ini, outdoor. Dikelilingi tembok dengan ornamen batu hitam setinggi satu setengah meter dan di atasnya tralis besi hitam berbentuk organik, seperti tumbuhan yang menjalar. Tetap, tanaman hijau dimana-mana. Meja dari papan kayu utuh natural dan kursi bar tinggi, membuat kita terasa lebih nyaman.

"Nih, ice cream," ucapnya menyodorkan satu cup coklat ice cream. Ternyata dia mengambil hidangan penutup terlebih dahulu. Aku tersenyum girang dan segera menikmatinya.

"Ini ruangan khusus perokok!" jelas Mas Sakti.

"Tapi sekarang, ruangan favoritku," potongku dengan merentangkan kedua tanganku. Mas Sakti hanya tersenyum melihatku.

"Lumayan untuk melepaskan penat dan memanjakan diri sebentar. Sebelum kami menyiksamu, " ucapnya sambil mengeluarkan sebatang rokok dan menyulutnya.

Aku yang mulai relax langsung menegakkan badan dan menoleh ke arahnya. "Maksudnya, Mas?"

"Lihat saja besuk. "

*****

Patuloy na basahin ang aklat na ito nang libre
I-scan ang code upang i-download ang App

Pinakabagong kabanata

  • Mbak Arsitek Perancang Cinta   Bab 101.  Kita Untuk Selamanya

    Apa yang dicari dalam hidup ini, kalau tidak ketenangan? Untuk apa berlimpah harta dan kekuasaan, tetapi bergelimang kecemasan akan kehilangan? “Karenanya, aku berusaha menyelesaikan urusan-urusanku sebelum menjalani hidup tenang bersamamu, Litu.” Aku menjawab dengan senyuman sambil mengeratkan tangannya yang mengusap perut ini. Hangat tubuh yang selama ini aku nikmati dari bajunya yang tidak dicuci, sekarang bisa aku hidu setiap waktu. Senyuman begitu lekat di wajah ini. Sesekali meneleng ke belakang untuk menyambut ciumannya. “Kak Mahe tidak pergi meninggalkan aku lagi?” “Untuk apa? Semua sudah aku bereskan.” “Janji?” “Janji. Demi anak kita, Litu,” ucapnya sambil membalikkan tubuh ini kepadanya. Wajahnya menunjukkan keseriusan, dengan mata tidak terlepas dariku. “Apa yang terjadi kepadamu, membuat aku berpikir. Kalau aku tetap mempertahankan posisi dan apa yang aku lakukan sekerang, bukan tidak mungkin anak kita nanti akan mendapatkan kemalangan. Aku tidak mau itu.” “Iya. A

  • Mbak Arsitek Perancang Cinta   Bab 100.  Saat Kau Jauh

    Apa salah kalau seorang istri ingin merasa dipentingkan oleh suami sendiri? Apakah tidak benar, kalau aku ingin malam-malamku ditemani suami sambil mengusap perutku yang sudah mulai buncit ini?“Nduk, kamu ingin rujak manis mangga muda? Ibuk bikinkan, ya?”“Tidak usah ditawari. Langsung dibuatkan saja. Pasti Litu kemecer,” sahut Bapak menjawab pertanyaan Bapak.Bukannya aku tidak ingin, tapi aku menginginkan mangga muda yang diambilkan Kak Mahe sendiri. Keinginanku itu sudah tertahan satu minggu, dua minggu, dan sekarang sudah menginjak di bulan kedua. Namun tidak ada kabar sama sekali tentang Kak Mahe.“Suamimu baik-baik saja. Hanya dia belum bisa menghubungimu demi keselamatanmu, Litu,” ucap Mas Sakti kalau aku mengajukan pertanyaan yang sama melalui sambungan telpon.Sampai sekarang aku tidak tahu ada urusan apa yang lebih dia pentingkan. Kalau bisnis, kenapa justru dia meninggalkan perusahaan dan menyerahkan kepada Mas Sakti?Aku seperti istri yang tidak mengerti suaminya seperti

  • Mbak Arsitek Perancang Cinta   Bab 99.  Aku Ingin Pulang

    “Kamu benar ingin meninggalkan suamimu?” Alysia menangkup tanganku, menghentikan gerakanku yang sedang memasukkan baju ke dalam koper.Aku menatapnya sebentar. Rasanya ingin menyerah dan pasrah, tetapi hati ini sudah terlanjur terpantik rasa kesal. Menjadi seorang istri yang tidak dianggap. Ucapanku hanya dianggapnya angin lalu.“Iya. Aku ingin pulang ke Jogja. Di sini aku tidak dianggap apa-apa. Bahkan tidak dianggap penting,” ucapku kemudian melanjutkan yang aku lakukan tadi.“Litu. Pak Mahendra pergi karena ada urusan penting.”“Siapa yang bilang? Dia hanya mengurus orang-orang yang menurutnya harus dilibas,” ucapku sambil tertawa. “Alasan saja demi aku. Tapi menurutku itu hanya demi egonya sendiri.”“Sakti pasti benar. Pak Mahendra sedang ada__”“Sedang apa dia, Alys?” ucapku memotong ucapan sahabatku. Sejenak aku mengambil jeda untuk mengatur napas. Mencoba meredam amarah.“Kalau dia memang benar-benar mencintaiku dan sayang kepada anaknya, pasti sekarang ini dia menunggui aku ya

  • Mbak Arsitek Perancang Cinta   Bab 98. Terserah

    Tangannya memegang erat lenganku. Sorot matanya menunjukkan ketidakrelaan, menyurutkan gerakanku untuk berdiri.“Kak Mahe, aku tidak ingin keributan.”“Tapi Litu. Mereka tidak bisa dibiarkan begitu saja. Aku harus membalas perlakuannya kepadamu. Enak saja. Belum tahu siapa Mahendra ini?!” ucapku dengan mengeratkan kepalan tangan ini. Aku berusaha meredam amarahku, terlebih dihadapan Lituhayu.“Sst…. Kalau marah jangan keras-keras, Kak. Nanti dia dengar.” Istriku berdesis sambil menuntukkan telunjuk di depan bibirnya. Aku mengernyit.“Dia? Dia siapa?” tanyaku dengan menoleh ke sekeliling. Hanya ada kami berdua.Lituhayu tersenyum, kemudian menarik tangan ini ke arah perutnya. “Dia, Kak. Anak kita. Walaupun masih kecil di perut, dia sudah mendengar. Bahkan bisa juga merasakan apa yang ada di hati orang tuanya.”Aku terperanga seketika, tersadar dengan perasaan yang aneh ini. Yang menyelusup dan bersarang di hati ini.Anak? Anakku?Rasa yang tidak bisa aku gambarkan. Yang aku tahu, dia m

  • Mbak Arsitek Perancang Cinta   Bab 97.  Milikku

    Aroma wangi bunga menyelusup di penciuman. Kicauan suara burung terdengar bersautan yang mengantarkan kedamaian, mengusikku untuk membuka mata.Mata ini mengerjap, menajamkan pandangan yang terhalang tirai putih berkibar tergantung di tiang ranjang. Sesekali terlihat pemandangan yang menakjubkan, seiring dengan angin yang berembus halus.‘Dimana aku ini?’Penasaran. Aku beringsut dan perlahan kaki ini turun dari ranjang berwarna serba putih. Telapak kaki tergelitik seketika, saat beradu dengan ujung rumput.‘Apakah aku sudah di surga?’ bisikku dalam hati setelah menyibak tirai. Pemandangan indah terhampar luas. Aku di tengah-tengah taman indah dan beratapkan langit biru yang menyejukkan.Masih teringat lekat, tubuh ini melayang di udara. Telingaku yang mendengar teriakan pak sopir di sela suara Mas Sakti dan berakhir dengan silau yang menyerang mata ini.Siapa mereka?Sosok berbaju berbaju putih menunduk mengerumuni keranjang rotan.Penasaran. Langkah ini seakan melangkah dengan sendi

  • Mbak Arsitek Perancang Cinta   Bab 96.  Kecapekan

    Kalau mempunyai keinginan, memang harus diupayakan. Aku setuju tentang itu. Akan tetapi bukan begini juga prakteknya.Kebersamaan kami tidak hanya di rumah saja. Keinginan segera memiliki buah hati juga digaungkan di kantor. Hampir setiap ada kesempatan, Kak Mahe memanggilku ke ruangannya. Tentu saja berakhir di ruang rahasia belakang kabinet.Ranjang yang menghadap jendela lebar, seakan merindukan kehangatan kebersamaan ini. Menjadi saksi bisu kegigihan upaya kami berdua.“Kamu selalu cantik, Sayang.”Kak Mahe mengaitkan rambutku ke belakang telinga. Seakan selesai kerja keras, pendingin ruangan tidak menyurutkan keringat yang melembabkan kulit ini. Aku menggeliat, meregangkan tubuh yang lelah karena ulahnya. Seakan mengerti, selimut ditangkupkan di tubuhku yang masih meringkuk. Aku seperti atlit maraton yang mengibarkan bendera putih tanda menyerah.Senyum ini mengembang, saat dia mencium lembut kening ini. Mata ini pun enggan terpejam, saat dia dengan tubuh polosnya beranjak santa

Higit pang Kabanata
Galugarin at basahin ang magagandang nobela
Libreng basahin ang magagandang nobela sa GoodNovel app. I-download ang mga librong gusto mo at basahin kahit saan at anumang oras.
Libreng basahin ang mga aklat sa app
I-scan ang code para mabasa sa App
DMCA.com Protection Status