“Antar ke mana, Pak?” tanya Kirey.
“Ke rumahnya,” sahut Gio.
Kirey menoleh ke arahnya. Gemas. Iya, tahu. Tetapi, diantarinnya ke mana? Presdir Gio tidak jelas nih memberitahu alamatnya.
“Aku mau ke rumahmu saja, Gio sayang,” kata wanita itu. Nada suaranya bernada manja.
“Kita lakukan sekali lagi, sayang. Aku belum puas,” katanya lagi. Apa? Kirey jadi salah mengartikan perkataan wanita itu.
Kirey menatap curiga ke arah Gio. Apa yang sudah mereka lakukan di hotel? Tuh, kan. Kirey semakin penasaran.
“Maaf, aku tidak bisa. Aku sangat sibuk malam ini,” tolak Gio. Dingin sekali sikap Gio pada wanita itu. Membuat Kirey berspekulasi. Jangan-jangan, wanita itu memaksa Gio untuk…
“Kirey, cepatlah! Jangan membuang waktuku!” perintah Gio.
“Ah, iya. Baiklah.” Kirey menurut.
Kirey segera menuju mobil Gio. Tidak lupa, dia juga membukakan pintu untuk Presdir dan wanita tidak jelas itu. Mereka duduk di jok belakang. Kirey segera mengemudikan kendaraan roda empat Presdir yang terlihat mahal itu.
Sepanjang perjalanan, fokus Gio teralihkan pada Kirey yang sedang menyetir. Dia sempat mencuri-curi pandang pada pegawainya itu. Sementara, wanita yang ada di sampingnya itu kini terlihat risih. Karena Gio sengaja mengacuhkannya.
“Gio sayang, kapan kita akan berlibur? Kamu janji akan mengajakku, kan?” kata wanita itu. Dia menagih janjinya pada Gio.
“Aku tidak bisa ke mana-mana. Lain kali saja,” sahut Gio.
“Sudah lama kita tidak berendam air panas. Seperti waktu itu,” kenang wanita itu.
“Kita juga bisa menghabiskan malam-malam indah bersama. Aku sangat merindukan masa-masa itu, sayang.” Wanita itu terus saja menggeser posisi duduknya. Mepet-mepet dekat Gio.
“Kamu menginginkannya lagi?” Gio mengingatnya. Wanita itu mengangguk sambil menggigit bibirnya.
Cuih! Obrolan macam apa itu? gerutu Kirey. Dia merasa terganggu dengan pembicaraan dua penumpangnya di belakang. Meski pun itu bukan urusannya, tetap saja Kirey tidak suka mendengar cerita adegan dewasa diumbar-umbar seperti itu.
Kirey menginjak gas. Dia hampir memaksimalkan laju kendaraannya. Dia juga sempat melihat di spion mobil depan. Wanita itu kegatelan.
“Gio sayang, ayo kita lakukan sekali lagi!” ajak wanita itu.
“Di sini?” Gio menggodanya. “Haruskah?”
Wanita itu mengangguk pelan, mengiyakannya. Mungkin, dia sudah sangat bergairah sekarang. Kirey masih mengamati pergerakan mereka. Sangat mencurigakan. Dia semakin mempercepat laju mobilnya.
Ketika wanita itu dan Gio hendak menempelkan bibir mereka, Kirey tak sengaja menginjak rem secara mendadak.
CKIIIITTT!
Auw! Kepala wanita itu membentur jok depan mobil. Dia meringis kesakitan. Lalu, dia meluapkan kekesalannya kepada Kirey.
“Kurang ajar! Kamu pasti sengaja, kan?” tuduh wanita itu sambil menunjuk Kirey. Dia menyalahkan Kirey.
Ups! Sorry deh, kalau Kirey bikin kesal. Habisnya, mereka terlewat mesra. Kedua orang itu sengaja bikin Kirey gerah melihat adegan mesra mereka di jok belakang. Itu sangat tidak pantas ditunjukkan di depan jomblowati macam Kirey.
“Aku tidak mau tahu. Kamu harus minta maaf padaku! Sekarang juga!” titah wanita itu sambil menghardik Kirey.
Kirey masih terdiam mendengarnya. Dia sedang menahan emosinya sebisa mungkin. “Heh, wanita tidak tahu diri! Kamu tidak mendengar perkataanku, ya?” ejek wanita itu.
“Dasar wanita miskin!” hina wanita itu.
Kali ini, Kirey mulai murka. Dia menyingsingkan lengan blousenya sambil menghela napas panjang. Sebelum memberi pelajaran pada wanita penghibur itu.
Hah? Mentang-mentang status Kirey hanya pegawai biasa di perusahaan Gio, dengan seenak jidatnya wanita itu berani membentak-bentak Kirey di depan bosnya. Kirey memutar bola matanya, kesal.
Kemudian, Kirey turun dari mobil duluan. Dia membuka pintu jok belakang dan berusaha mengeluarkan wanita itu dari dalam mobil.
“Hey! Apa yang kamu lakukan wanita brengsek?” Wanita itu berontak dan melawan Kirey. Sementara, Gio hanya tersenyum melihat pertunjukkan itu. Bakalan seru, tuh. Gio ketawa.
“Keluar!” usir Kirey galak. Dia menarik tubuh wanita itu, mengeluarkannya dari mobil.
“Pergilah!” Kali ini giliran Kirey yang memerintah. Dia sudah muak mendengar wanita itu selalu menghinanya.
“Gio, tolong aku!” Wanita itu meminta bantuan Gio. Namun, sepertinya Gio tidak berniat membantunya. Abaikan saja! Tidak penting. Dia pura-pura melihat iPadnya. Mengalihkan perhatian.
Setelah Kirey mengeluarkan wanita berisik itu, dia kembali ke mobil. Dia membanting pintu mobil, membuat Gio terlonjak kaget dengan sikap pegawainya itu. Kenapa Kirey jadi sangat emosional? Kirey melanjutkan lagi perjalanannya.
“Kamu kenapa, Kirey?” tanya Gio datar.
“Maaf, Pak Presdir. Tadi, aku sangat kesal sekali pada wanita itu,” sesal Kirey. Dia langsung tancap gas, mengantar Gio ke rumahnya.
“Baguslah. Untung saja kamu mengeluarkannya. Dia memang sangat berisik,” Gio setuju dengan Kirey.
“Pak Presdir juga sih, kenapa Bapak harus bermesraan dengan wanita itu di hadapanku? Aku kan jadi risih melihatnya dan tidak fokus menyetir. Jika terjadi kecelakaan lalu lintas, gimana?” semprot Kirey tak tanggung-tanggung memarahi Presdirnya. Menyalahkannya.
Gio terkejut melihat emosi Kirey yang meledak-ledak. Lalu, sejak kapan Kirey berbicara tidak formal di depan Gio? Gio mengedip-ngedipkan matanya. Heran dengan sikap Kirey.
“Kenapa kamu jadi marah-marah padaku, Kirey? Memangnya apa salahku sama kamu, hah?” Gio tak kalah sewot. Dikiranya, Kirey saja yang bisa membentak-bentak. Dia juga bisa.
“Maaf, Pak Presdir. Tadi, saya keceplosan. Saya tidak bisa mengendalikan emosi di depan Anda,” Kirey menyesal.
Gio mengernyitkan dahi. “Ah, sudahlah. Kembali bicara tidak formal. Dengan begitu kita akan merasa nyaman saat berbicara.”
“Benarkah? Aku boleh bicara non formal di depan Anda, Pak?” Kirey jadi bersemangat. Dia antusias sekali. Sudah sedekat itu kah hubungan pegawai biasa dengan Presdirnya?
Gio mengangguk. “Iya. Itu agar kamu tidak terlihat canggung saja di depanku.”
“Baiklah, Pak. Kalau begitu, mulai hari ini aku tidak akan canggung-canggung lagi dengan Anda.”
“Terserahlah,” putus Gio.
Selang beberapa menit kemudian, mereka tiba di rumah Gio. Aneh, kenapa Kirey mengikuti Gio masuk ke rumahnya? Gio membalikkan tubuh setibanya di dalam rumah. Dia heran, Kirey tidak tahu malu itu berani mengikutinya ke rumah pribadinya.
“Kenapa kamu mengikutiku, Kirey?” tanya Gio.
“Oh, itu…” Kirey mesam-mesem. Memberi kode jika Gio belum memberinya uang. Hasil kerja sampingannya menjadi supir pengganti.
“Dasar mata duitan!” Gio mengeluarkan dompetnya. Dia memberikan beberapa lembar uang seratus ribuan pada Kirey.
Ketika Kirey hendak mengambil uang itu, Gio malah menjauhkannya. Pria dewasa itu berjalan mendekati Kirey dan berhasil menyudutkannya di belakang pintu rumah. Kirey menelan ludahnya. Dia agak ketakutan saat Gio mendekatinya dengan tidak wajar.
“Kirey, apa kamu menyukaiku?” tanya Gio menggodanya. Kirey terdiam.
“Aku sangat tampan, kaya, dan menarik. Banyak wanita yang menginginkanku. Apa kamu tidak menyukaiku?” lanjutnya. Gio mengelus wajah cantik Kirey.
***
“Kakek, maafkan Gio…” sesal Gio. Dia menyalahkan dirinya sendiri atas kejadian yang menimpa pada kakeknya. Tangan Tuan Gilberto merespon. Air mata menetes di pelupuk mata kakeknya. Gio menyekanya.“Gi… Gio…” Suara Tuan Gilberto terdengar memanggilnya. Gio mendengarnya dan segera mendekatkan diri di samping kakeknya yang sedang berusaha bicara padanya.“Iya, Kek,” sahut Gio.Perlahan-lahan, Tuan Gilberto membuka matanya. Dia melihat Gio berada di sampingnya.“Kem… bali…lah ke kan… tor,” pinta Tuan Gilberto agak terbata-bata. Agak sulit kakek mengatakannya pada Gio.“Tapi, Kek,” Gio hendak menolak permintaan kakeknya. Namun, Tuan Gilberto diwakilkan Nyonya Maria memohon pada Gio. Agar cucunya itu bisa segera kembali memimpin perusahaan yang sudah ditinggalkannya akhir-akhir ini.“Kakek sungguh ingin aku kembali?” Gio memastikannya
Kirey masih harus mendapatkan perawatan intensif ibu hamil di Rumah Sakit. Dia masih belum sadarkan diri dari tidurnya. Gio keluar dari ruang inap kelas satu. Di luar kamar inap, Sammy masih bersabar, menunggu kabar dari Gio.“Gimana keadaan Kirey?” Sammy langsung memburu Gio.“Kondisinya masih lemah dan dia harus banyak istirahat selama bedrest,” Gio memberitahu.“Apa kata dokter? Kirey sakit apa?” Sammy panik dan terus memburu Gio dengan banyak pertanyaan.“Kenapa kamu masih di sini? Bukannya kamu harus pergi bekerja?” Gio heran. Dia mengalihkan pembicaraan. Namun, Sammy tidak memedulikannya. Fokus perhatiannya masih tertuju pada Kirey.“Aku akan menemani Kirey selama dia berada di Rumah Sakit. Sebaiknya, Anda pulang saja. Biar saya yang menggantikannya,” kata Sammy mengusir Gio secara halus.Apa? Gio membelalak. Ada apa dengan Sammy? Kenapa dia bersikeras ingin menjaga Kirey di s
“Apa maksudmu mengundurkan diri dari perusahaan?” Tuan Gilberto terkejut mendengar keputusan Gio. Menurut pria tua itu, Gio sangat ceroboh dan tergesa-gesa saat mengambil keputusan. Mendadak sekali Gio mengatakannya.“Iya, jika Kakek bersikeras memisahkanku dengan Kirey, maka aku tidak punya pilihan lain. Aku akan meninggalkan semua yang Kakek wariskan untukku.”“Memangnya kamu sudah siap miskin, Gio?” Tuan Gilberto meragukan Gio.“Aku tidak peduli. Asalkan bisa hidup bersama Kirey, aku rasa itu tidak masalah.”Gio dan Tuan Gilberto saling berdebat. “Anak bodoh! Tidak tahu berterima kasih,” umpat Tuan Gilberto.Di ruangan tersebut, mereka masih berdebat. Semua orang yang tengah menyaksikan keributan itu pun akhirnya terpaksa keluar, meninggalkan ruangan itu dan memberikan privasi untuk kakek dan cucu itu saat sedang bernegosiasi.“Baiklah. Jika itu keinginanmu. Kakek tidak aka
Malam itu, Gio diberitahu polisi bahwa Ellena mengalami kecelakaan lalu lintas dan meninggal dunia dalam perjalanan menuju Rumah Sakit. Sejak itulah, Gio merasa bersalah. Dia terus menerus menyalahkan dirinya sendiri atas kematian kekasihnya, Ellena. Sampai-sampai setiap malam, Gio harus mengalami mimpi buruk dan berhalusinasi tentang Ellena.“Kamu, pria brengsek Gio!” kata Sephia.“Kenapa? Apa kamu menyesal sekarang sudah mengenalku?” tantang Gio.“Tetapi, aku selalu saja jatuh cinta padamu. Kamulah yang membuatku nekat seperti ini. Sepeninggalnya Ellena, bukannya memilihku kamu malah menikahi gadis kampung itu! Aku tidak rela, Gio!”Gio tersenyum sinis mendengarnya. “Aku sudah sering mengatakannya dengan sangat jelas, bahwa aku tidak pernah mencintaimu Sephia,” tegas Gio.“Itulah alasannya Gio.”“Kamu bukan tipeku, Sephia. Aku memiliki standar sendiri memilih wanita yang aka
Gio pergi terburu-buru menuju pabrik kosong itu. Setelah seorang detektif swasta suruhannya memberitahukan lokasinya, Gio pun melaju dengan cepat. Dia harus segera membereskan perkara ini. Jika ingin menyelamatkan Kirey dan bapak mertuanya dari tuduhan palsu kakeknya.Beberapa menit kemudian, Gio telah sampai di pabrik usang itu. Dia berjalan cepat menghampiri si penipu yang kondisinya sudah babak belur dihajar orang-orang suruhan Gio. Detektif swasta itu telah mengikat si penipu dengan tali yang cukup kencang di area tangan, kaki, juga bagian perutnya yang agak buncit.Tidak hanya itu, kedua mata si penipu pun ditutup kain berwarna putih sehingga dia tidak bisa melihat siapa pun yang akan mengeksekusinya malam ini. Gio harus menyembunyikan identitasnya saat hendak memberi pelajaran pada sampah itu.Detektif swasta dan beberapa orang suruhan Gio lainnya memberi hormat ketika Presdir Gio datang menghampiri mereka. Gio membuka maskernya dan memandangi wajah si pen
“Kenapa kamu diam saja Gio? Apa kamu tidak bisa memilih antara istrimu atau perusahaan yang merupakan seluruh aset kekayaanmu?” desak Tuan Gilberto.“Kakek!” hardik Gio di depan semua orang. “Menurutku itu bukan pilihan.”Anak bodoh! Tuan Gilberto mencibir Gio. Padahal kan Gio tinggal memilih saja. Itu menurut Tuan Gilberto. Tetapi bagi Gio, disuruh memilih antara Kirey dan seluruh warisannya merupakan pilihan yang sulit. Dua-duanya sudah menjadi kebutuhan hidup Gio sehari-hari. Dia tidak bisa hidup tanpa kekayaannya. Namun, dia juga tidak bisa tidur nyenyak tanpa Kirey ada di sampingnya.“Kenapa Kakek tidak mengerti perasaanku?” keluh Gio.“Perasaan macam apa yang kamu rasakan itu? Selama ini kamu sering main dengan wanita di luaran sana. Lalu, apa salahnya sekarang kamu menyingkirkan wanita itu dari hidupmu?” sindir Tuan Gilberto.“Kakek! Aku serius mencintai Kirey,” ungkap G