Suara beratnya menyapaku.
Tanpa memandang ke arahku Den Abimanyu berkata. Dadaku serasa sesak mendengar kalimatnya barusan. Aku terduduk lemas di tepi ranjang dengan rongga yang serak.Aku tidak tahu harus bersedih atau kah bahagia karena sampai detik ini Den Abimanyu tak menyentuhku sama sekali. Pemilik alis tebal itu hanya duduk di tepi ranjang dengan jarak satu hasta. Haruskah aku perotes padanya? Ataukah memang aku yang baper karena sudah menikah dengan seorang putra konlongmerat pemilik kekayaan nomer tiga di negeri ini.Bahkan hartanya tidak akan pernah habis dalam kurun waktu tujuh turunan. Den Abimanyu sama sekali tidak menginkanku menjadi istri pengganti Nyonya Nadia, di sisinya sudah ada wanita yang selalu setia menemaninya, meski tidak bisa melahirkan garis keturunannya.
Faktanya aku hanya wanita dari kalangan bawah yang tak pantas menurutnya untuk disentuh. "Apa yang harus aku jawab nanti, Den jika Nyonya Besar Kinanti bertanya yang lain padaku.""Jawab saja aku sudah menyentuhmu dua kali dalam satu malam."Den Abimanyu merebahkan tubuhnya di sofa. Malam pengantin menjadi saksi bisu kisah cintaku. Pria yang beralis tebal itu pasti sedang memikirkan Nyonya Nadia istrinya. Apalah artinya diriku baginya? Memang itu faktanya bukan? Pernikahan ini sama sekali tak pernah diharapkan Den Abimanyu.Air mataku kembali jatuh membasahi pipi. Suara Isak tangisku tertahan di kerongkongan. Tak ingin Den Abimanyu mendengar isakkanku. Aku tahu hati dan cintanya lelaki yang kini sudah resmi menjadi suamiku hanya untuk kekasihnya Nyonya Nadia. ***Esok harinya, aku diminta mandi keramas oleh Den Abimanyu. Begitu pun juga dengannya melakukan hal yang sama sebelum menemui Nyonya Besar Kinanti."Ingat apa yang aku katakan padamu tadi malam, Salma. Katakan pada Mami jika kita sudah melakukan hubungan suami istri," kata Den Abimanyu mewanti-wanti. Sekali lagi aku mengangguk mengerti perintahnya. Sudah kesekian kalinya Den Abimanyu berkata demikian mengingatkanku. Aku mengerti posisiku tidak mungkin bisa menyaingi Nyonya Nadia sang pujaan hatinya. Lagi pula Den Abimanyu tak mau mengkhianati istri tercintanya meski kini Nyonya Nadia jauh darinya terpisah oleh dua Samudra.Di meja makan persegi panjang itu aku diajak makan bersama kelurga nyonya besar. Sudah resmi menjadi istri pemilik kekayaan nomer tiga di negeri ini diperbolehkan makan dalam satu meja. Aku menolak keinginan nyonya besar karena tak terbiasa makan bersama dalam satu ruangan keluarga besarnya. Suasana di ruang makan sangat kaku ditambah lagi tatapan Nyonya Besar Kinanti yang tak berteman. Membuatku enggan berlama-lama dalam ruang makan itu dan ingin segera pergi setelah mengakhiri acara makan bersama bareng keluarga.Di hadapanku tepat duduk Nyonya Besar Kinanti. Sementara suaminya duduk di sebelahnya tanpa suara. Hanya dentingan sendok dan garfu yang beradu dengan piring yang terdengar. Suasana makan menjadi kaku tak ada yang berani mengeluarkan suara saat sedang menikmati hidangan makan.
Selepas makan, Nyonya Besar Kinanti menahan kami berdua di ruang keluarga. Wanita yang selalu berpenampilan elegan itu menyimpangkan kakinya di atas sofa berwarna coklat tua. Dia tasnya tergantung lampu hias yang mewah seharga puluhan juta.Dadaku berdebar dengan kencang hingga detaknya tak beraturan. Nyonya Besar Kinanti kembali menatapku dengan tatapan tajam setajam silet. Wanita yang kulitnya mirip dengan artis Korea itu mulai angkat bicara.
"Lusa dokter keluarga kita akan datang kesini."Nyonya Besar Kinanti berkata sembari mengusap jarinya yang lentik.
Tanda tanya muncul di benakku. Bukankah dalam keluarga ini tidak ada yang sakit? Lagi pula Tuan Cokro juga dalam keadaan sehat tanpa suatu apa pun. Aku melirik sekilas ke arah Den Abimanyu. Ia pasti punya pemikiran yang sama denganku."Dokter pasti tahu dan bisa mengecek keperawanan Salma dari hasil tes yang ia lakukan." Nyonya Besar Kinanti melanjutkan kalimatnya."Apa maksud, Mami?" tanya Den Abimanyu meradang.Den Abimanyu faham betul arah pembicaraan ibunya.
Sementara aku tidak tahu harus berbuat apa. Nyonya Besar Kinanti sama sekali tidak bisa dibodohi. Instingnya begitu tajam kepada putra semata wayangnya."Mami hanya ingin memastikan saja kalau kamu sudah melakukan tugasmu sebagai seorang suami. Menamkan benih di rahim Salma." Nada bicara Nyonya Besar Kinanti ditekan."Mami, apa hal seintim itu harus Mami ikut campur? Apakah aku harus melakukannya di depan Mami biar Mami percaya hem?" suara berat Den Abimanyu mulai meninggi.Ia bangkit dari duduknya.
"Abi!" seru nyonya besar. "Mami hanya ingin bukti kalau Salma sudah tidak perawan dengan kamu menunjukkan darah keperawanannya," ketus nyonya besar lagi. Den Abimanyu mengusap wajahnya dengan frustasi.Semenit kemudian ia bangkit dan berdiri mondar-mandir di depan ibunya. Duduk kembali dengan dada naik turun menahan emosi."Katakan Salma. Apa suamimu sudah melaksanakan kewajibannya?" tanya nyonya besar menatap ke arahku."Mami!" sela Den Abimanyu meradang."Diam, Abi! Mami tidak sedang berbicara padamu," sergahnya.Aku menundukkan pandangan tak berani menatap wajah nyonya besar yang kini sudah resmi menjadi Ibu mertuaku. Di posisiku sangat serba salah, jujur sudah pasti Den Abimanyu akan membenciku. Bohong, Nyonya besar pasti akan menghukumku karena sudah menutupi kesalahan Den Abimanyu. Keringat dingin kini mulai membasahi wajahku. Jari-jemariku sudah terasa dingin dan lemas."Jangan memaksaku, Mami. Sungguh aku tak bisa melakukannya tanpa cinta. Dan aku tidak bisa mengkhianati istriku," tutur Den Abimanyu mengusap wajahnya."Kamu jangan egois Abi. Mami tidak memintamu bercerai dari Nadia. Kamu tahu kalau Nadia tidak bisa memberikan Mami seorang cucu. Kamu bisa bisa bersama istrimu setelah menanamkan benih di rahim Salma. Apa itu tidak cukup hah?" ucap nyonya besar.Deretan kata-katanya sangat menusuk hatiku hingga tepat mengenai detaknya.
"Cukup, Mami. Aku hanya ingin Nadia dan Nadia. Tidak ada perempuan lain Salma atau yang lainnya di dunia ini yang aku cintai," lirih Den Abimanyu.Suaranya kini terdengar melemah dari yang tadi.
Kukuatkan hatiku agar tak menangis menitikkan air mata. Seorang Salma hanya perlu menerima tanpa boleh memberontak. Tidak usah menangis karena ini fakta. Suamiku hanya akan menyentuhku sampai aku hamil. Setelah hamil ia akan kembali pada kekasih hatinya. Kalian pasti tahu bukan? Siapa kekasih hati Den Abimanyu.Ibu dan anak itu hanya beradu mulut di depanku tanpa memikirkan perasaanku. Padahal aku ada di depan mereka dengan hati terluka. Den Abimanyu hanya memikirkan kekasihnya terluka sementara ada aku di sini yang patah hati. Mereka tak pernah menganggapku ada di sini yang juga punya hati untuk di tanya.Kuremas-remas ujung bajuku untuk melampiaskan rasa sakit hati dan kekesalan yang menyelimuti jiwaku. Aku hanya bisa menyaksikan perdebatan Nyonya Besar Kinanti dan Den Abimanyu tanpa ada ujung pangkalnya. Diriku tidak boleh marah atau buka suara walau hanya mengatakan tidak suka.Untuk menengahi keduanya mana mungkin aku mampu. Suaraku tidak akan pernah di dengar mereka berdua. Aku hanya bisa diam sembari menikmati rentetan kata yang menyayat-nyayat hati dan jiwaku hingga luka ini berdarah. Jiwaku terluka terlebih lagi perasaanku hancur mendengar ucapan Nyonya besar dan Den Abimanyu yang bersikeras tanpa ada satu pun dari mereka yang mengalah.Sakitnya tuh di sini. Di dalam hatiku."Salma, aku ingin bukti besok kalau suamimu sudah menyentuhmu. Harus ada darah keperwananmu di atas sprei tanda kamu sudah tak suci lagi. Jika tidak kamu tahu akibatnya bukan?" ancam Nyonya Besar Kinanti menatapku tajam.Kugigit bibir bawahku sekuat-kuatnya menahan rasa sesak yang menyeruak dalam dadaku. Ingin aku berteriak histeris menolak keinginan nyonya besar. Namun, bibirku kelu tak mampu mengucapkan kata sepatah pun untuk berbicara. Ruangan yang begitu luas itu terasa sempit bagiku, seolah-olah hendak mengapitku dan menengelamkanku ke dasar bumi. Kabut-kabut kecil mulai mengembun membasahi kelopak mataku. Rintiknya tertahan hingga membuat mataku terasa perih dan panas.***
Bersambung"Kau akan bercerai dengan Abimanyu dan terbebas darinya. Tapi … tidak boleh membawa Arkan." Nyonya Besar Kinanti berkata dengan nada tinggi.Sudah kuduga, perempuan angkuh itu pasti tidak akan pernah melepaskan kami begitu saja. Dia akan menggunakan kekuasaan, dan uangnya untuk memenjarakanku."Maaf, Nyonya. Keputusan saya sudah bulat. Saya tidak akan kembali pada Den Abimanyu."Nyonya Besar Kinanti murka, dia langsung berdiri menatapku tajam. Wanita angkuh itu tidak terima. Aku membawa keturunan keluarga Widodo."Sudahlah, Mami. Aku sudah memutuskan untuk menceraikan Salma." Den Abimanyu menimpali."Tidak. Salma tidak mungkin bisa membesarkan Arkan dengan baik. Mau dikasih makan apa cucuku." Ibu mertua berteriak.Dadanya bergemuruh menahan amarah. Jelas di netranya terlihat berapi-api, seperti akan m
"Maafkan, aku. Gara-gara aku kamu jadi terluka seperti ini." Aku tak berani menatap wajah Saka. Lelaki jangkung itu terbaring lemah di ranjang periksa.Sudah dua hari dia tidak berdaya, terluka karena tusukan pisau. Saka terluka parah, ketika beberapa preman melukainya."Tidak apa. Cinta perlu pengorbanan."Aku terdiam. Nyaliku tidak cukup kuat untuk sekedar bertanya pada Saka. Siapakah para berandalan itu, yang sudah membuatnya terluka. Meski beberapa kata-kata ingin berdesakan keluar, namun niat ini kuurungkan."Ada apa? Kenapa kamu menatapku seperti itu?""Tidak ada. Aku hanya ….""Aku tahu apa yang ada dalam pikiranmu.""Apa?""Kamu pasti ingin tahu siapa mereka yang sudah menyerangku, bukan?"Aku bergeming. Saka menatap ke arah kaca jendela. Dia dirawat di lantai atas. Tampak pemandangan di bawah sangat indah."Siapa mereka?""Prema
Setelah kejadian mengerikan itu, Den Abimanyu meminta rujuk, namun aku menolaknya mentah-mentah. Aku menyapu pandangan ke taman bunga yang terhampar di halaman depan. Dia berdiri di sana memakai balutan jas mahal."Ayo kita pulang Salma! Aku berjanji akan berbuat adil padamu." Kata Den Abimanyu. Dia menatapku dengan pandangan sayu."Maaf, Den. Aku tidak bisa kembali padamu." Suaraku tercekat di tenggorokan, menatap wajahnya yang lesu."Kenapa?""Aku lelah.""Haruskah ku buktikan padamu jika permohonanku ini serius. Sejujurnya aku tak bisa hidup tanpa kamu."Tidak kulihat senyumnya yang biasa terpancar, hanya wajah sendu dan mata yang berembun dengan buliran bening hampir menitik di kedua kelopaknya."Sudah kuputuskan, Den. Aku mundur dari pernikahan ini. Biarlah aku yang mengalah, mundur dari kehidu
Bagiku keputusan pergi dari rumah terkutuk itu adalah akhir sebuah kisah. Aku meninggalkan Den Abimanyu bukan karena tidak sayang. Hubungan ini sudah berakhir sejak lama setelah ia pergi bersama Nyonya Nadia.Kemarin ia masih bersamaku merasakan indahnya bersama mahligai cinta meski itu hanya satu malam merasakan sentuhan. Aku sudah tidak peduli dengan hatinya. Wanita berhati busuk itu sudah menguasai suamiku. Dia tidak ingin berbagi suami denganku yang derajatnya terlalu rendah sebagai babu.Disini aku dihargai layaknya seorang wanita yang sama derajatnya dengan mereka. Keluarga Saka sangat baik memperlakukanku. Merek menyambut kedatanganku bak seorang ratu."Selamat datang di istana kami, Salma," ucap wanita berparas cantik menyambut kami.Aku menoleh ke arah Saka yang tersenyum memperlihatkan lesung pipinya. Lelaki itu hanya mengangguk hormat kepada ibunya.Lantai marmer putih menjadi sak
Aku sudah mempersiapkan semuanya untuk kabur dari rumah neraka ini. Aku akan pergi membawa Arkan bayi mungil yang baru dilahirkan beberapa minggu. Menghadapi sikap Abimanyu membuatku tak sanggup bertahan lebih lama."Bu, malam ini aku akan kabur lewat jalan belakang setelah semua para pelayan tidur dan penjaga gerbang juga tidur," ucapku lirih."Apa tidak sebaiknya kamu pikirkan dulu, Nduk. Ibu tidak mau kamu tertangkap dan akan mendapat hukuman dari Nyonya Besar Kinanti."Sepasang mata sembab ku menatap wanita tua yang duduk di tepi ranjang. Aku merasa sedih karena harus meninggalkan Ibu sendiri di tempat ini. Aku tahu konsekuensinya bila kabur dari rumah ini. Jika sampai tertangkap maka hukumannya berat.Nyonya Besar Kinanti pasti tidak akan memaafkan bila ketahuan pergi dari rumah dengan membawa putra mahkota. Sudah bisa dipastikan hukuman sangat berat dan mendapat ganjaran yang setimpal.Tidak mungk
Aku tak ingin memupuk angkara, ingin lekas berpisah dari derita. Tidak ingin bertambah lagi bebannya.Membayangkan menjadi Cinderella? Pernah. Memang itulah diri ini yang beruntung dipersunting oleh lelaki yang tampan bak pangeran. Pekerjaan mapan, punya rumah dan mobil mewah juga penerus kekayaan tujuh turunan. Namun, ketika malam demi malam tersiksa sendirian dan tidur dengan kamar terpisah saat itu baru aku sadar. Aku tidak layak menjadi Cinderella layaknya putri dalam cerita.Tapi, keinginan itu bangkit kembali ketika hadirnya Arkan pangeran kecil dan dukungan dari Saka. Aku wanita tanpa kasta yang bersimpuh memohon perpisahan demi kebaikan semua. Kehadiranku di tengah rumah tangga Den Abimanyu hanya membawa malapetaka, pertengkaran dan kebencian Nyonya Nadia."Putuskan saja ikatan pernikahan ini, Den agar kalian bisa kembali seperti dulu seperti pasangan yang romantis."Pertahanan yang kumiliki selama ini