"Dari mana saja kau?!"Tania baru memasuki pintu masuk mansion saat teriakan Xander itu membuatnya berjengit kaget."Kau dari mana? Kenapa tidak memberitahu jika ingin pergi?" Sera bertanya pada Tania. "Dia pergi bersamaku. Bukankah pelayan sudah memberitahumu?" Jonathan yang baru masuk menyahut. Saat ia mengajak Tania pergi, Xander dan Sera sedang tidak ada. Tapi ia sudah memberitahu pelayan agar mengatakannya pada mereka."Apa ada yang mengizinkanmu membawanya?" ujar Xander datar. "Kau bisa memberitahuku atau Sera terlebih dahulu. Dia panik mencarinya.""Sera yang panik, atau dirimu X?"Sera mengerutkan kening. "Kau berbicara tidak jelas lagi," ucapnya dengan memutar bola matanya. "Xander tentu saja juga panik. Tania tidak bisa ditemukan, sementara dia membawa anak kami di perutnya.""Baiklah, baiklah, aku minta maaf karena mengajak Tania pergi tanpa memberitahu kalian dulu." Jonathan mengalah.Xander melihat Tania yang menunduk. "Apa kau tidak bisa mengabari barang hanya sebentar?
Tania bergerak gelisah dalam tidurnya. Tubuhnya ia baringkan dengan posisi miring ke kiri. Sebentar kemudian berubah menjadi ke kanan. Lain menjadi terlentang.Tania membuka matanya sembari memegangi perut sebelum kemudian duduk. Ia mengucek matanya, lalu melirik ke arah jam dinding yang sudah menunjukkan pukul dua pagi.Tidur Tania sudah sangat nyenyak sebelumnya. Tapi dibangunkan oleh rasa lapar di perutnya. Ia sudah mencoba menahan dan berusaha untuk kembali tidur, tadi tidak bisa.Tania akhirnya turun dari ranjang dan berjalan keluar kamar. Suasana di sekitarnya tampak sepi dan gelap. Semua orang pasti sudah tidur. Pintu kamar Xander dan Sera juga tertutup rapat.Tania pergi ke dapur. Tanpa menyalakan lampu, ia masuk ke dalam. Mencari makanan yang bisa dimakan di dalam kulkas. Tapi tidak terdapat apapun. Hanya ada bahan makanan mentah. Tania tidak bisa menunggu untuk memasaknya terlebih dahulu.Tania beralih ke lemari pantry, dan ia menemukan sesuatu di sana. Sebuah toples berisi
Tania memejamkan mata menikmati udara yang berhembus di wajahnya. Wanita dengan blus putih itu duduk di atas rerumputan taman. Tangannya memegang bunga daisy yang dipetiknya.Tania membuka mata, menghela napas. Merasa bosan. Ia ingin mengajak setidaknya satu pelayan untuk bermain, tapi tidak ada yang bisa. Mereka harus mengerjakan pekerjaannya. Ketika Tania ingin membantu pekerjaan mereka, itu juga tidak diperbolehkan. Gadis seusia Tania masih senang-senangnya untuk bermain, bercanda dan mengobrol banyak hal dengan teman-temannya. Tapi ia tidak pernah bisa merasakan kesenangan itu. Tania tidak memiliki teman. Hidupnya selalu terkurung sejak kecil. Tidak ada kata bermain. Hanya bekerja dan bekerja. Lalu ketika Tania sudah merasa bebas sekarang, tidak lagi harus dipaksa setiap harinya, ia tetap tidak bisa merasakan kesenangan itu. Geraknya dibatasi karena bayi yang ada di perutnya.Tania menggulirkan bola matanya saat melihat sebuah kupu-kupu dengan sayap berwarna hitam dan putih terb
"Jingle bells, jingle bells, jingle all the way...."Alunan lagu natal memenuhi seisi mansion. Semua orang bergembira. Tania, hingga para pekerja yang tampak sangat bersemangat.Tania tampak sangat gembira. Wanita yang tidak pernah merasakan bagaimana perayaan natal itu tidak melunturkan senyum sejak tadi. Ia bahkan yang terlihat paling bersemangat.Lain halnya dengan Xander. Lelaki itu sepertinya mulai bosan dengan natal yang setiap tahun selalu dirayakan itu. Ia hanya duduk di sofa. Sibuk dengan ponselnya di saat yang lain tengah bergembira di sekitarnya."Apa aku ketinggalan?" Sera yang baru muncul dari pintu utama melepaskan mantel tebalnya. Sedikit merasa menggigil karena udara dingin di luar mansion."Sera!" Tania berlari kecil menghampiri Sera. Meraih tangan wanita itu dengan senyum di bibirnya. "Kau lama sekali pulangnya," katanya dengan bibir yang berubah mencebik. Seharian Sera tidak ada di rumah. Ia menghadiri sebuah charity dan baru sekarang kembali.Sera terkekeh. Ia kemu
"Ini untukmu, karena kau selalu membantuku." Tania memberikan bunga lily pada pelayannya sebagai hadiah natal. Menunggu ketika pagi tiba, di saat bunga-bunga mulai bermekaran. Wanita itu memetik banyak bunga dari taman untuk diberikan kepada semua orang.Melihat Sera yang menuruni tangga, Tania langsung menghampirinya. Tangannya memegang satu tangkai bunga yang memang disiapkan untuk wanita itu."Hadiah natal untukmu." Tania mengulurkan bunga anggrek bulan untuk diberikan pada Sera. "Aku tidak memiliki uang untuk membeli kado natal yang mahal. Jadi hanya bunga ini yang bisa aku berikan.""Ya ampun, bukankah aku sudah mengatakannya sebelumnya? Kau tidak perlu memberikanku hadiah seperti ini," ucap Sera, tapi tetap menerima bunga pemberian Tania."Bunga itu memiliki makna kebaikan dan kelembutan. Jadi aku memberikannya padamu.""Aaa terima kasih," ujar Sera dengan senyum lebar. Tania bahkan memberikan bunga dengan makna di dalamnya. Sera jadi terharu. "Kau tidak memberi Xander juga?" ta
Tania menghentikan kunyahannya. Menatap Xander yang memegang tangannya dengan pipi menggembung. "Tuan?" ucapnya setelah sedikit kesulitan menelan makanan di mulutnya. Terlalu terkejut dengan kehadiran lelaki itu yang tiba-tiba."Kau keluyuran lagi tanpa memberitahu terlebih dahulu," ucap Xander dengan kalimat panjang. Tatapan lelaki itu datar seperti menyimpan kekesalan."Dia–""Aku tidak berbicara padamu," potong Xander saat Jonathan bersuara. Meliriknya sesaat sebelum kembali menatap Tania."Aku sudah memberitahu Sera. Kau tidak ada di rumah, jadi aku tidak bisa meminta izin padamu," jawab Tania dengan kepala menunduk."Aku sudah memberikanmu ponsel bukan? Masih tidak bisa cara memakainya?"Tania mengangguk. "Tapi kau tidak memberiku nomor ponselmu. Karena itu aku tidak bisa menghubungimu," ucapnya dengan nada semakin lama semakin pelan. Ia meringis. Tania tidak mungkin meminta nomor telepon Xander bukan jika tidak lelaki itu sendiri yang memberikannya? Xander mengatupkan bibirnya.
Tania memasuki pintu utama mansion, dan suara berisik dari dalam langsung saja terdengar. Ia mendongak untuk melihat asal suara yang sepertinya berasal dari lantai dua."Kau sudah pulang?!" Sera muncul di balkon lantai dua. Kemudian turun untuk menghampiri Tania. "Bagaimana kencan mu dengan Jonathan?" tanyanya setelah sampai di bawah. Wanita itu menaik-turunkan alisnya.Tania melambaikan tangannya cepat sambil menggeleng. "Kami tidak berkencan.""Lalu apa jika tidak berkencan? Dia bahkan memberikanmu hadiah. Aku rasa dia menyukaimu," ucap Sera sambil melirik paper bag dan boneka yang dibawa Tania. "Jangan seperti itu," kata Tania dengan nada merengek. Ia tidak suka digoda seperti ini, karena memang tidak ada hubungan apa-apa antara dirinya dengan Jonathan. Lelaki itu mungkin tidak akan suka jika dihubung-hubungkan dengan Tania.Sera terkekeh. "Baiklah, baiklah. Tapi di mana Jonathan? Dia langsung pulang setelah mengantarmu?" tanyanya. Ia menatap ke arah pintu untuk melihat keberadaan
"Aunty, kapan Mommy dan Daddy pulang?" Alice berbaring tengkurap di ranjang. Memperhatikan Sera yang sedang menulis sesuatu sambil ia bertanya."Besok," jawab Sera. Alice mengangguk. "Aunty, Alice bosan. Ayo kita main," ucapnya sambil menggerak-gerakkan kakinya."Sebentar. Ada yang harus Aunty kerjakan," balas Sera tanpa menoleh pada Alice. Ia sedang memeriksa perkembangan salah satu yayasan yang dipegangnya. Bibir Alice mengerucut. Ia turun dari ranjang untuk menghampiri Xander yang duduk di sofa. "Uncle, ayo main dengan Alice," ajaknya.Xander tidak menjawab. Lelaki itu terlalu fokus dengan laptop di pangkuannya."Uncle!" Alice sedikit berteriak. Merasa kesal karena diabaikan."Uncle sibuk. Main sendiri dulu," jawab Xander pada akhirnya. Ia sepertinya tidak peduli sama sekali dengan kebosanan yang dirasakan keponakannya.Alice menghentakkan kaki. Ia kembali ke Sera karena diabaikan oleh Xander. Bocah itu menarik-narik ujung baju Sera. "Aunty, Alice minta kertas. Mau membuat pesawa