Deg!
Dadanya berdebar ketika mendengar Eve memanggilnya dengan sebutan senior. Sempat ragu ingin membalas pelukan darinya. Tangannya terangkat, belum sempat membalas pelukan dari Eve tapi seketika saja perempuan itu melepaskan pelukannya.“Astaga! Aku pasti sudah gila!” ucap Eve dalam hati. Setelah sadar bahwa lelaki yang dia peluk adalah lelaki yang dia benci seketika saja Eve mendorong dadanya kasar. “Maaf.”Noe terkejut, tidak menyangka melihat seorang perempuan memperlakukan Tuannya dengan kasar setelah memeluknya sesaat. Padahal jika mengingat ke belakang, bahkan semua perempuan yang mengenal Isack akan saling berebut untuk bisa mendekatinya. Pfftt! Tak mampu menahan geli, Noe nyaris tertawa di depan Isack.Seketika saja, Noe mendapat lirikan tajam yang mampu membuat bulu kuduknya merinding. “Kau ingin pensiun dini?” gumam Isack.“E– maaf Tuan.” Noe menundukkan kepala. Ghm! Berdehem menetralkan suasana.Perhatian Isack kembali ke Eve Daphni. Tangannya bergerak mengambil kain kecil dari saku jas yang kemudian dia berikan kepada Eve. “Kita bertemu lagi. Kau baik-baik saja?” Tangannya terulur memberikan sapu tangan.Sejenak Eve terdiam menatap sapu tangannya. “Terima kasih.” Tak segan-segan bahkan dengan sengaja Eve menggunakan sapu tangannya untuk mengusap ingusnya.Beeerrrrr! Beeerrrrttt!Pfftttt!Lagi-lagi Noe nyaris tertawa, melihat sikap Eve yang langsung merubah suasana romantis menjadi lawak.Ghm! Isack berdehem keras, sengaja karena kesal menjadi bahan candaan Noe.Seketika saja Noe langsung mengambil sikap tegap dan tenang.“Terima kasih.” Eve mengembalikan sapu tangannya.Eh! Tak mungkin Isack mengambil sapu tangan yang telah penuh dengan ingusnya Eve. “K–kau tidak perlu mengembalikannya."“Baiklah kalau begitu aku juga tidak membutuhkannya lagi.” Tanpa ragu Eve langsung membuang sapu tangannya ke tong sampah.Isack terpaku melihat Eve tanpa beban membuang sapu tangan berharga jutaan itu layaknya tisu toilet. Terlebih lagi Noe, wajahnya langsung pucat.“Maaf aku harus pergi.”“Tunggu!” Isack meraih tangannya. “Kau yakin baik-baik saja, melihat kondisi dan juga kakimu yang masih bengkak ... kau–““Aku bilang aku baik-baik saja!” sahut Eve. Matanya bergerak turun ke tangan yang masih di genggam oleh Isack. “Kau bisa lepas tanganku?”“Eh!” Isack benar-benar dibuat salah tingkah di depan Eve. “Tapi–““Maaf, dengan Nona Eve Daphni?” sahut seorang perawat yang baru saja keluar dari ruang ICU.Refleks Isack melepaskan tangannya.“Iya?”“Uhm, Dokter membutuh tanda tangan persetujuan dari Anda karena pasien harus segera dioperasi. Setelah melakukan pemeriksaan ternyata terdapat sumbatan pada pembuluh darah di kepala pasien, jadi dokter akan segera mengoperasi setelah Anda menandatangani formulir ini.”Eve mengambil alih formulir dari tangan perawat. Membuka lalu membaca seluruh prosedur yang tertera di sana. “De–delapan, delapan puluh dua juta?” batin Eve setelah membaca rincian biaya operasi. Belum lagi di tambah nanti biaya untuk rawat inap yang pastinya akan membengkak, Eve pasti membutuhkan banyak biaaya ke depannya. “Apa yang harus aku lakukan?” batin Eve memejamkan mata.“Segera operasi pasien!” sahut Isack kepada perawat.He? Eve baru sadar bahwa lelaki itu sejak tadi masih di sana.“Oh, Tuan Isack? Senang berjumpa dengan Anda,” sapa perawat itu setelah menyadari bahwa lelaki yang sejak tadi berdiri di sana adalah Isack Prishon.“Apa-apaan kau ini! Kenapa kau yang mengambil keputusan?” ucap Eve dengan nada rendah kepada Isack karena tak ingin didengar oleh perawat.“Kondisi ibumu jauh lebih penting, kau tidak perlu memikirkan masalah biaya. Tanda tangani formulir itu aku akan meminta Noe untuk mengurus administrasinya.”“Tapi–““Tanda tangani saja, setelahnya kita bisa bicara di tempat lain untuk membahas hal ini.”Anehnya, Eve yang sangat kesal dan jengkel pada Isack justru menurut begitu saja dengan mudah setelah mendengar dan melihat cara Isack berucap dengan pembawaannya yang sangat elegan.Setelah menandatangani formulir, Eve mengembalikannya ke perawat.“Terima kasih atas kerja samanya, silakan Anda istirahat karena operasi membutuhkan waktu lumayan lama.” Perawat melangkah pergi.“Noe?” panggil Isack.“Baik Tuan.” Noe cukup paham arti panggilan itu, dia mengangguk kemudian pergi ke ruang administrasi mengurus seluruh biaya pengobatan orang tua Eve.“Sekarang ... di mana kita harus membahas masalah ini? Aku tidak ingin berhutang denganmu!” Entah kenapa seharusnya Eve tak bersikap seperti itu setelah lama tak bertemu dengannya, tapi setiap kali melihat wajah Isack, ingatan tentang kejadian masa lampau membuatnya semakin kesal.Pffttt! Tawa Isack sangat elegan. “Kau sepertinya sangat yakin bisa melunasi hutangmu saat ini? Jika dugaanku benar ... kenapa kau tadi terlihat bingung saat perawat memintamu menandatangani formulirnya?”“Banyak bicara!” gumam Eve dalam hati.“Ayo, ikutlah denganku. Kita cari tempat yang nyaman untuk mengobrol.”“Kita bisa bicara di kantin rumah sakit kalau kau mau,” sahut Eve. Sebenarnya dia hanya tidak bisa pergi meninggalkan ibunya.Langkah Isack terhenti, menoleh kemudian. “Tenang, Noe akan meminta perawat ekstra untuk menjaga ibumu setelah operasi selesai. Jadi kau tidak perlu khawatir,” ucap Isack, menebak dengan benar isi pikiran Eve saat ini.“Ke mana?” tanya Eve.“Sudah aku bilang, kita akan pergi ke tempat nyaman untuk berbicara karena aku memiliki tawaran bagus untukmu.”Eve terdiam sejenak mencerna ucapan Isack sebelum kemudian melangkah mengejar ketertinggalan.~♤~“Kau terlalu banyak berpikir.” Suara rendah seorang lelaki yang duduk di seberang meja memaksa Eve untuk segera mengambil keputusan, menandatangani atau menolak sebuah surat perjanjian. “Uang, apartemen, mobil beserta sopir sudah aku persiapkan untukmu. Apa lagi yang membuatmu ragu?”“Kau!” sahut Eve. “Kau yang membuatku ragu!”Punggungnya bergerak maju, Isack mendekati meja. “Aku?” Isack mempertanyakan mengenai dirinya yang mengganggu Eve. “Di bagian mana dari diriku yang membuatmu ragu, Nona?” Kedua ujung bibirnya terangkat, Isack tersenyum penuh arti.Matanya langsung memicing. “Tidak mungkin dia tidak ingat padaku, tapi ....” Eve terus bergumam dalam hati. “Benarkah dia lupa dengan wajahku? Meski aku sudah tidak memakai kaca mata, seharusnya dia ingat denganku!” tangannya mengepal kuat di atas meja, meremas pena.Ujung mata Isack melirik ke sana, namun tak lama kemudian perhatiannya kembali tertuju ke Eve. “Katakan, sepertinya kau sangat kesal padaku? Apakah sebelumnya kita pernah bertemu?”Senyum Isack terlihat sangat tulus, tapi Eve sangat kesal karena belum bisa melupakan kejadian yang telah berlalu.Eve Daphni terdiam, menunduk menghindari tatapan Isack Prishon. “Tidak, kita sama sekali tidak pernah bertemu, Tuan. Tapi, ngomong-ngomong ... apakah dua tahun itu tidak terlalu lama?” Eve terkejut setelah membaca bahwa masa kontrak mereka berakhir setelah dua tahun.“Membuat keluargaku percaya dengan sesuatu itu sangat sulit. Bisa jadi waktu dua tahun kurang untuk mereka, belum lagi–“ Ucapan Isack terhenti, tak mungkin baginya mengungkit bahwa dirinya keturunan seorang bangsawan. “Karena ada sesuatu yang harus aku pastikan sebelum kontrak ini berakhir,” tambahnya.Eve terdiam sesaat, tentang hal apa itu yang sedang dipikirkan oleh Isack, dia tak peduli. Yang terpenting saat ini adalah, pengobatan ibunya. “Lalu, di mana aku harus tanda tangan sekarang?”Sedikit pun Isack tak pernah mengalihkan perhatiannya dari Eve. Ekspresi wajahnya bahkan sangat berbinar setiap kali menanggapi ucapan Eve yang begitu ketus terhadap dirinya.“Di sini.” Isack menunjuk, sementara matanya tertuju ke wajah Eve.Bola mata Eve sempat memutar malas, lalu menarik berkasnya dan menandatangani tepat di mana Isack menunjuk.Setelahnya Isack mengambil alih berkas yang telah di tandatangani oleh Eve dan bergantian untuk menandatangani di sisi yang sama namun bersebelahan.“Deal. Senang bekerja sama denganmu, Nona.” Tangannya terulur menunggu balasan dari Eve.“Hanya seperti ini?” Alisnya menyatu, Eve mengira akan ada tahap-tahap selanjutnya yang harus dia lakukan.Pffftt! Isack terkekeh, mengetahui bahwa Eve seakan tak sabar. “Tenang, hari ini kau masih bebas.” Punggungnya bergerak ke belakang, bersandar kembali ke sandaran kursi. Kedua tangannya bersedekap, menciptakan ketenangan di antara ketegangan yang dibuat oleh Eve Daphni.Melihat keningnya berkerut, Isack kemudian berucap, “Karena mulai besok, jadwalmu akan sangat padat dengan berbagai kegiatan yang harus kau ikuti sebelum hari pernikahan tiba.”“Jadwal?” tanya Eve penasaran.“Jadwal?” tanya Eve penasaran. Hmm! Isack tersenyum seolah telah menyiapkan sesuatu yang akan membaut Eve kewalahan. “Noe akan mengatur semua jadwalmu mulai besok. Dan segala sesuatunya kau tidak perlu lagi bingung. Apa pun yang kau butuhkan dan kau inginkan ... Noe akan menyiapkan semuanya untukmu. Kau hanya perlu memberitahukan semuanya kepada Noe.” “Jadi, di sini sebenarnya aku akan menikah denganmu atau dengan Noe?” Tatapan Eve terlihat kesal, merasa seakan-akan Isack lepas tangan dengan tanggung jawabnya. “Menurutmu?” Salah satu alisnya terangkat, Isack tersenyum geli. “Jadi, kau ingin kalau aku yang mengurus semuanya untukmu?” “Aku tidak bilang seperti itu!” sahut Eve. “Tapi aku melihatnya di matamu, tenang ... aku tidak keberatan sama sekali. Aku akan mengatur semuanya untukmu, jika itu yang kau inginkan.” “Lagi-lagi seperti ini, kenapa dia selalu tersenyum!” batin Eve kesal. “Sejak dulu hingga sekarang kenapa lelaki ini tak berubah sedikit pun. Sikapnya membuatku luluh ..
Mobil Mercedez-Benz yang ditumpangi oleh Isack berhenti di lampu merah. Raut wajahnya sangat cerah, sejak tadi senyum tak pernah hilang dari wajahnya.Teramat senang hingga lupa tanggal pernikahan tinggal beberapa minggu lagi.Dreeeet!Mendengar suara getaran ponsel, perhatian Isack langsung beralih. Menyadari bukan ponselnya yang bergetar, segera Isack mengedarkan pandangannya, memfokuskan pendengarannya mencari sumber getaran itu berasal.Sampai pada akhirnya, terlihat sebuah cahaya menyorot berasal dari bawah kursi. Isack segera mengambil untuk memastikan.Elezar memanggil.Namanya tertera di layar ponsel. Isack bisa memastikan bahwa ponsel tersebut milik Eve.Sorot matanya menajam, ekspresi wajahnya berubah malas. Isack terlihat kesal. Membuang ponsel ke kursi di samping. Setelah lampu hijau menyala, segera dia memutar balik mobilnya kembali menuju ke rumah Eve Daphni.~♤~Sesampainya di sana, setelah melepas sabuk pengaman dan mengambil ponselnya, Isack segera turun dari mobil.S
Jantungnya serasa mau meledak, Isack tak pernah berada di situasi seperti ini. Berada di hotel dan berhadap-hadapan dengan seorang wanita yang hanya mengenakan handuk untuk menutupi tubuhnya.Penampilan Eve sungguh menggoda, handuk yang dia kenakan hanya menutupi dada sampai ke paha sementara rambutnya yang basah berantakan dibiarkan tergerai.Ghm! Isack berdehem mencairkan suara canggung. “Aku membawakanmu pakaian ganti. Kau bisa memakainya.” Setelah mengambil paperbag di ranjang, Isack berjalan mendekati Eve lalu memberikan paperbag tersebut.“Terima kasih.” Eve mengambil alih paperbag dari tangannya. Selalu tertunduk tak berani mengangkat wajahnya membalas tatapan Isack.“Tunggu!” Isack menahan lengannya saat melihat Eve hendak memutar tubuhnya masuk ke kamar mandi.Glek! Isack menelan saliva melihat buliran air sisa mandi di wajah Eve yang mengalir turun ke leher menuju ke dada dan berakhir di handuk. Isack benar-benar dihadapkan dengan cobaan yang menggetarkan iman.Belum lagi di
Isack mempercepat langkahnya, takut Eve keburu membuka pintu. “Tunggu!” Isack meraih tangan Eve, menahannya hingga pintu yang belum sempat terbuka kembali tertutup. Eve terkejut, saat memutar tubuhnya justru membentur dada Isack Brugh! “Aduh!” Mata Eve terkena tetesan air yang mengalir dari rambut Isack sisa cuci muka. “Tunggu, jangan di usap terlalu keras. Matamu bisa merah.” Isack mencengkeram lembut kedua pergelangan tangan Eve. “Tapi mataku pedih.” Eve masih menutup matanya. “Aku akan membantu mengusapnya.” Perlahan tangannya bergerak menyelusup ke sela leher dan rambut. Tangannya yang besar sangat mudah untuk memegang wajah Eve bahkan ketika ibu jarinya mengusap lembut matanya. Namun tak serta merta dia fokus dengan mata Eve, karena kini perhatian Isack tertuju lada bibirnya. Bibir mungil, merah jambu dan basah itu seolah melambai minta disentuh. Kepala Eve semakin menengadah karena tarikan tangan Isack. Membuat bibir Eve semakin terlihat jelas. Tanpa Isack sadari, kep
Awal mula Eve memang tidur lelap, namun di tak lama tidurnya terganggu karena perutnya perih. Ya, dia belum makan dan pelayan restoran belum juga mengirim makan malamnya.Eve terbangun dari tidur karena perutnya lapar. Ugh! “Aduh ... kenapa perutku jadi perih?” Perhatian Eve beralih ke jam di dinding kemudian menyapu sekitar memastikan. “Apa dia belum kembali?”Ruangan tampak kosong, Isack belum juga selesai menemui tamu.“Ah, aku sangat lapar. Bagaimana ini?” Tak bisa lagi menahan, Eve memilih keluar dari kamar.Langkahnya ragu saat masuk ke dalam lift, tapi perutnya jauh lebih penting. Ting!Pintu lift terbuka, Eve melangkah keluar menuju lobi.~♤~“Ya, jujur saja aku senang bisa bertemu denganmu di sini, Tuan Isack.”Lhea tersenyum. “Ini sangat kebetulan karena saya juga bertemu dengan beliau tanpa sengaja di sini.”“Benarkah, Oh ya ... aku dengar kau akan menikah. Apakah rumor yang beredar itu benar?” tanya Tuan Hubert, rekan kerja ayahnya.Isack terdiam melirik ke Lhea.“Anda b
“Kenapa?” Isack bertanya sembari menoleh. Eve yang jauh lebih pendek terpaksa mendongak saat menatap wajahnya. Tangan mereka masih bergandengan. Bahkan Isack menggenggamnya semakin erat, Eve bisa merasakan hangatnya tangan Isack. “Tidak, tidak apa-apa.” Eve tak berani mengatakan kalimat yang sempat terucap di dalam hatinya. “Hei, kau kedinginan?” Isack melepas jas, menggunakannya untuk menutupi tubuh Eve yang terlihat menggigil. “Tidak perlu, aku–“ Mau tak mau Eve menerima jas yang dikenakan oleh Isack padanya. “Ayo, di luar semakin dingin.” “Aduh, sebentar.” Langkah mereka terhenti, Isack lagi-lagi menoleh tapi kini perhatiannya tertuju ke bawah sana. Keduanya menatap kaki mungil telanjang Eve tanpa mengenakan alas kaki. “Kau–“ Isack terpaku, tak habis pikir dengan apa yang Eve lalukan malam itu. “Kau ceroboh.” “Aku terburu-buru keluar dari kamar. Jadi ... aku lupa mengenakan alas kaki.” “Bagaimana perempuan sepertimu bisa sampai ceroboh seperti ini? Kau harus bisa menjaga d
Mmmh~Rintihan Eve semakin kuat kala Isack tak memberinya kesempatan untuk bernapas.“Mmh~ snn ... sen–nioor, hah.”Ting tong!Mata Isack terbuka lebar, ciuman terhenti. “Sial! Hampir saja ...,” gumamnya dalam hati.Napas mereka memburu saling bersahutan.Isack menjaga jarak tapi posisinya masih berada di atas tubuh Eve.Ting tong!“Tetaplah di sini,” perintah Isack sembari beranjak dari ranjang.Eve menggunakan kesempatan itu untuk bangkit dan duduk seperti semula. Tangannya sibuk merapikan rambut serta pakaiannya yang berantakan.Deg-deg!Detak jantungnya masih belum bisa normal seperti semula. “K–kenapa jadi seperti ini. Eve, kau harus bisa menahan diri. Kautkan hatimu ... Senior telah memiliki perempuan yang dia cintai. Kau tidak boleh jatuh cinta padanya untuk yang kedua kali ... kecuali kau ingin kejadian dulu terulang lagi.” Pikiran Eve terus meracau, karena sikap Isack membuatnya bingung dan goyah.Beberapa tahun silam saat mereka masih duduk di bangku sekolah, Eve menjadi sis
“Hei, kalian sudah dengar?” Langkah Eve terhenti ketika ingin keluar dari toilet, Eve mengurungkan niatnya keluar dari sana setelah nama Isack disebut. “Ada gosip apa?” sahut murid lainnya. “Aku dengar Jean akan membuat pesta kejutan untuk Isack. Lusa ulang tahunnya, kan?” “Serius?” “Hmm, aku juga dengar katanya banyak yang diundang ke pesta.” “Senior ulang tahun?” batin Eve. ~♤~ Mendengar kabar bahwa Isack sebentar lagi ulang tahun, Eve sengaja menyiapkan hadiah. Meski tidak berharap di undang saat pesta nanti, Eve ingin memberikan kado sekaligus sebagai ucapan terima kasih karena telah bersikap baik padanya selama ini. Beberapa hari sebelum pesta di mulai, Eve menemui Isack saat istirahat jam makan siang. “Apa aku terlambat?” Suara Isack sangat lembut dan sopan ketika masuk ke telinga. “Ah, tidak. Kau tidak terlambat, Senior.” Eve menundukkan kepala, teramat malu membalas tatapan Isack yang mampu membuatnya jatuh hati. “Apa ada sesuatu yang ingin kau bicarakan, kenapa men