Share

2. I Got You

Kenangan buruk yang masih berbekas sekilas melintas di benak Eve.

“Menyebalkan! Kenapa aku harus bertemu lagi dengan lelaki brengsek ini. Tidak peduli dia keturunan bangsawan ... karena itu tidak pantas untukmu yang pandai menyembunyikan sisi burukmu.” Eve terus bergulat dengan pikirannya. Haha .... “Aku yakin dia pasti tidak mengenaliku,” tambahnya.

Penampilan Eve dulu dan sekarang memang telah banyak berubah. Tak lagi memakai kacamata dan rambutnya yang panjang di biarkan tergerai.

“Kau bisa membuat lubang di wajahku jika menatapku seperti itu.” Ucapan Isack memecah lamunan. Dia telah selesai memasang Taping.

Eve tersentak menarik kakinya yang telah selesai di rawat.

“Kau harus mengompres kakimu setidaknya 3 jam sehari selama 1 minggu agar nanti tidak bengkak,” ucap Isack sembari beranjak berdiri.

Ghm! “Terima kasih, kalau begitu aku permisi.” Secepat mungkin Eve ingin segera dari hadapannya. Melihat wajah Isack membuka luka lama yang belum sembuh. “Menyebalkan! Kenapa dia selalu menolongku. Tidak dulu, bahkan setelah bertahun-tahun tidak bertemu ... masih saja sikapnya sok manis.” Eve menggerutu sepanjang jalan saat keluar dari lobi dengan kaki pincang.

Pfffttt! Isack terkekeh melihat tingkahnya.

Perhatian Noe teralihkan ke Isack. Dia tak pernah melihat Tuannya begitu ceria, anehnya lagi Isack tersenyum setelah bertemu seorang perempuan. “Tuan mengenalnya?” Neo memberanikan diri bertanya.

Senyumnya langsung menghilang. Ghm! Isack berdehem menetralkan perasaan. “Aku belum yakin, tapi untuk memastikan ... aku ada pekerjaan untukmu. Noe?”

“Iya, Tuan?” Noe merapat, mendekati Tuannya.

Isack pun membisikkan sesuatu kepada Noe.

~♤~

Tok, tok, tok.

Suara ketukan pintu mengalihkan perhatian Isack yang tengah sibuk dengan tumpukan dokumen di atas meja kerjanya.

Melihat Noe melangkah masuk, Isack menutup map yang baru saja selesai di tandatangani. Kini perhatiannya tertuju ke map yang ada di tangan Neo. “Kau membawa pesananku?” ucap Isack dengan suaranya rendah dan berat.

“Iya Tuan, silakan.” Noe meletakkan map di atas meja.

Tanpa menunggu lama, Isack membuka map tersebut dan memeriksa dengan sangat teliti. Tertera di sana data diri dan dua buah foto perempuan dengan penampilan berbeda milik, Eve Daphni.

Sebelumnya Isack memberi perintah kepada Noe untuk mencari data mengenai perempuan yang dia temui di lobi perusahaannya waktu itu.

Pffftt! Isack terkekeh, merasa geli karena tidak mengira akan bertemu dengannya lagi.

“Eve ... I Got You!” Senyumnya lebar.

Noe terkejut, sebelumnya dia nyaris tak pernah melihat Tuannya tersenyum lepas dan ini adalah momen terlangka baginya.

Menyadari sesuatu tengah mengawasi dirinya, pandangan Isack langsung tertuju ke Noe. Senyum seketika menghilang dari wajahnya tanpa bekas. Ghm! Isack sengaja berdehem menetralkan perasaan. “Kenapa kau senyum-senyum?”

“T–tidak ada Tuan, Anda pasti salah lihat.” Ghm! Aneh dirinya yang senyum-senyum sejak tadi tapi malah menuduh Noe.

“Jadi sekarang kau berani menyalahkanku?” Isack tertangkap basah, reaksinya sangat lucu. Kepalang tanggung akhirnya dia melempar kesalahan pada Noe.

“Ti–tidak Tuan. Mana berani saya menyalahkan Anda.” Noe tertunduk.

“Baiklah, kau boleh keluar,” perintah Isack.

Noe kemudian mengangguk pelan, memberi hormat sebelum melangkah pergi. “Permisi Tuan.”

~♤~

“Apa yang harus aku lakukan, Bu?” Eve Daphni berada di rumah sakit tempat ibunya di rawat. Menyandarkan kepala di sisi ranjang dan meletakkan tangan ibunya di atas kepala. “Aku sangat merindukanmu.”

Semua aset rumahnya di jual, setengah untuk biaya berobat ibunya dan setengahnya lagi Eve gunakan untuk keperluan Elezar beberapa tahun lalu.

Awalnya Elezar begitu baik sehingga Eve sangat percaya dan mau memberikan sebagian hasil penjualan rumah beserta aset keluarganya.

“Aku butuh uang untuk melanjutkan sekolah, Eve. Aku janji ... setelah lulus dan mendapatkan pekerjaan, kita akan hidup lebih baik. Lagi pula kau juga tidak bisa bekerja karena mengurus ibumu.” Elezar berucap panjang lebar ketika merayu.

Pikiran Eve saat itu kacau, namun beruntung uang hasil penjualan masih tersisa untuk beberapa bulan. Ada hal yang membuat Eve semakin percaya dan yakin bahwa Elezar tak akan mengecewakan dirinya, kekasihnya itu mengambil pekerjaan paruh waktu untuk biaya kehidupan mereka.

Namun seiring berjalannya waktu perlahan mulai berubah, Elezar lulus kuliah dan diterima bekerja di perusahaan besar yang ternyata milik Isack Prhison. Sikapnya berubah kasar, egois terlalu ambisius dalam mencapai target hidupnya.

Elezar rela berjudi demi mendapatkan uang lebih besar dan instan meski tahu judi hanya permainan para mafia yang hanya memberikan kemenangan di awal.

Kini tak ada lagi yang tersisa, semua surat-surat penting milik Eve dikuasai oleh Elezar sehingga susah baginya mencari pekerjaan.

Ibunya sakit komplikasi parah dan ini minggu terakhir dia dirawat sebelum Eve membayar tagihan rumah sakit untuk bulan ke depannya.

“Ke mana aku harus mencari pinjaman sementara aku tak memiliki jaminan apa pun. Satu-satunya kalung berharga yang kumiliki telah dijual Elezar. Bu, bangunlah dan katakan apa yang harus aku lakukan saat ini?”

Tiiiiiiiiiiiiiiiiiittt!

Tiba-tiba saja terdengar suara mesin pendeteksi detak jantung telah berubah, bunyi itu mendadakan bahwa mesin telah kehilangan detak jantung pasien.

“Ibu!!” Eve beranjak berdiri, ekspresi wajahnya tegang pucat. “Ibu?” Belum tentu pasti apa yang terjadi tapi air matanya tak bisa terbendung lagi. “Dokter!!” Tangannya refleks menekan tombol yang tersedia di sana yang terhubung dengan ruang dokter.

Berkali-kali Eve menekan tombolnya tapi dokter dan perawat belum juga datang. “Kenapa mereka lama sekali!” gumamnya. “Ibu aku mohon bertahanlah!”

Sementara itu di sisi lain di tempat yang sama namun di ruangan yang berbeda, Isack tengah mengunjungi karyawan pabriknya yang mengalami kecelakaan saat bekerja.

“Terima kasih Tuan, telah sudi datang ke rumah sakit menjenguk anak saya.” Seorang lelaki paruh paya menundukkan kepala di depan Isack sebagai rasa berterima kasih.

“Tidak perlu sungkan, ini sudah menjadi tanggung jawabku. Ke depannya kau tidak perlu khawatir ... semua biaya akan ditanggung perusahaan. Dan apa bila sampai hal buruk terjadi, aku akan sepenuhnya bertanggung jawab dengan keluargamu.” Isack sampai menundukkan kepala sebagai rasa bersalah yang bukan kesalahannya karena itu murni kecelakaan dalam bekerja.

Tetapi bagaimanapun juga sebagai pemilik dari perusahaan tempat bekerja, Isack harus memperlihatkan rasa kemanusiaannya.

“Tuan, Anda tidak perlu sampai menunduk seperti itu.” Lelaki paruh baya itu merasa bersalah.

“Baiklah, kalau begitu aku pamit undur diri.”

Noe yang setia berada di sana telah membuka pintu untuk Isack. “Silakan Tuan.”

Mereka melangkah keluar dari ruangan, berjalan penuh wibawa membuat setiap orang yang lewat merasa segan.

Saat melewati lobi perhatian Isack teralihkan ke suara riuh dari sisi lain.

“Siapkan ruang ICU!” seru Dokter.

Klatak-klatak!

Ranjang di mana ibu Eve berada di dorong cepat seolah tergesa-gesa melewati Isack.

Langkahnya terhenti, semula Isack memberi kesempatan pada Perawat dan Dokter yang sedang terburu-buru untuk lewat terlebih dulu. Akan tetapi salah satu dari mereka menarik perhatian hingga Isack terpaku dan benar-benar tak melanjutkan langkahnya.

“Ibu aku mohon! Ibu bertahanlah!” Perempuan itu adalah Eve. Sambil terpincang-pincang dia berusaha mengimbangi kecepatan ranjang ibunya yang di dorong menuju ruang ICU.

Noe ikut terdiam, melihat Eve tengah menangis. Akhirnya dia mengetahui apa yang membuat Isack mematung di lobi rumah sakit.

“Maaf Nona, Anda tidak boleh masuk,” ucap seorang perawat kepada Eve.

“Tapi bagaimana dengan ibuku? Dia membutuhkanku. Keadaannya kritis! Kenapa kalian tidak mengizinkanku masuk.” Eve menaikkan nada bicaranya, tak peduli sekitar.

“Nona tenangkan dirimu, di dalam sudah ada dokter jadi kau harus tetap tenang dan berdoa agar kondisi ibumu baik-baik saja.” Perawat meninggalkannya sendiri masuk ke ruang ICU.

Eve jatuh duduk di kursi ruang tunggu yang tersedia tepat di depan ruangan. Terdiam menikmati kesedihan yang menimpa dirinya secara bergantian.

Setelah hubungannya dengan Elezard kandas, ditambah kakinya terkilir dan lagi dirinya tak bisa mencari pekerjaan lalu yang paling menyesakkan dada adalah kondisi ibunya yang memburuk.

Hik!

Kepalanya tertunduk, membiarkan air matanya menetes. Berharap kepedihan akan ikut menghilang seiring dengan isakan tangisnya.

Melihat Eve menangis, dada Isack terasa sesak dan pilu.

Tak, tak, tak!

Isack melangkahkan kakinya mendekat dan berhenti tepat di depan Eve yang tengah tertunduk.

Hiks!

Melihat sepasang sepatu pantofel, Eve kemudian mendongakkan kepala. Guna memastikan siapa pemilik dari sepasang kaki jenjang di depannya itu.

Dalam tangisnya, dengan kedua mata digenangi air, Eve melihat sosok Isack dengan penampilan seperti saat pertama kali mereka bertemu beberapa tahun silam. Bukan seorang Isack yang jahat dan pembohong tapi sebagai senior di sekolahnya yang selalu tersenyum dan menjadi orang terdepan yang selalu menolong.

Hiks, tangisnya semakin kencang. “S–senior?” Eve beranjak dari kursi, melompat ke dalam pelukan Isack yang berdiri tegap di depannya.

Deg!

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status