Share

8. Menikahi Perempuan Yang Kau Cintai

Awal mula Eve memang tidur lelap, namun di tak lama tidurnya terganggu karena perutnya perih.

Ya, dia belum makan dan pelayan restoran belum juga mengirim makan malamnya.

Eve terbangun dari tidur karena perutnya lapar. Ugh! “Aduh ... kenapa perutku jadi perih?” Perhatian Eve beralih ke jam di dinding kemudian menyapu sekitar memastikan. “Apa dia belum kembali?”

Ruangan tampak kosong, Isack belum juga selesai menemui tamu.

“Ah, aku sangat lapar. Bagaimana ini?” Tak bisa lagi menahan, Eve memilih keluar dari kamar.

Langkahnya ragu saat masuk ke dalam lift, tapi perutnya jauh lebih penting.

Ting!

Pintu lift terbuka, Eve melangkah keluar menuju lobi.

~♤~

“Ya, jujur saja aku senang bisa bertemu denganmu di sini, Tuan Isack.”

Lhea tersenyum. “Ini sangat kebetulan karena saya juga bertemu dengan beliau tanpa sengaja di sini.”

“Benarkah, Oh ya ... aku dengar kau akan menikah. Apakah rumor yang beredar itu benar?” tanya Tuan Hubert, rekan kerja ayahnya.

Isack terdiam melirik ke Lhea.

“Anda benar, Tuan. Rumor itu tidak salah. Tuan Isack akan menikah.”

“Waah, selamat. Aku senang menjadi orang yang bisa secara langsung mendengar kabar ini. Sungguh suatu kehormatan bagiku mengetahui jika Isack akan menikah pada akhirnya.”

Dari pada itu, perhatian Isack teralihkan ke luar, berbatasan dengan dinding kaca yang menjulang tinggi di depannya, Isack menatap. Terdiam memastikan bahwa apa yang baru saja dilihat bukanlah ilusi semata. Isack melihat bayangan Eve berlari keluar menuju lobi.

Tangannya terangkat menatap jam yang melingkar di tangan.

“Tuan?” Lhea menyentuh lengannya.

Perhatian Isack seketika kembali ke meja. “Aku harap dia masih tidur di kamar,” batin Isack.

Tak lama kemudian acara makan malam selesai, Isack mengantar mereka ke kamar masing-masing.

“Jika kalian membutuhkan sesuatu, kalian bisa menghubungi Tuan Isack. Kebetulan beliau juga menginap di salah satu kamar hotel ini.” Lagi, entah sengaja atau tidak, Lhea berucap semaunya.

Tentu saja Isack tidak bisa menolak, hanya saja kesal menggerutu dalam hati. “Hmm, aku ada di kamar x jika kalian membutuhkan sesuatu,” timpanya.

~♤~

Akhirnya Isack bisa kembali ke kamar menemui Eve. Tetapi dia dibuat terkejut ketika tak mendapati perempuan itu di sana.

“Eve?” panggilnya. Melangkah menuju kamar mandi, memastikan. Dan ternyata Eve juga tak ada di sana. Langkah Isack terhenti, teringat akan apa yang sempat dia lihat saat di restoran. “Tidak, tidak mungkin ... itu bukan Eve, kan?”

Isack berlari keluar hotel, tak peduli dengan dirinya yang seorang bangsawan. Tak peduli jika ada paparazi yang akan memberitakan dirinya esok pagi di media paling depan.

Karena pada dasarnya, di kota itu seorang bangsawan lebih di sorot ketimbang artis. Tentu saja semua itu karena Isack. Padahal sebelum-sebelumnya pendahulu Isack termasuk ayahnya, Hosea tak terkenal seperti putranya.

Hosh, hosh, hosh! Napas Isack memburu.

“Astaga! Ke mana perginya perempuan itu?” gumamnya. Kakinya terhenti sejenak, Isack menghela napas karena dadanya sesak. Pandangannya menyapu setiap sisi ruas jalan, saat hendak melanjutkan langkahnya, Isack tiba-tiba terpaku. Matanya menangkap sosok perempuan dengan gaun sama persis yang dikenakan oleh Eve.

Tak salah, dia adalah Eve Daphni. Duduk di sebuah bangku menikmati hamburger di tepi jalan.

“Uhmm, lezatnyaa.” Sangat lahap, Eve tak peduli mulutnya belepotan saos. Dia sangat menikmati makanannya. Mmm .... “Ini sangat enak, sepertinya aku benar-benar lapar.

“Kau sepertinya senang sekali membuat orang lain cemas,” gumam Isack. Mendekati Eve lalu mengeluarkan uang beberapa lembar dari dompet, memberikannya pada penjual. “Tolong bungkus dua lagi dan ambil kembaliannya.”

“Waah, Tuan. Tapi ini terlalu banyak.” Penjual itu mengambil lembaran uang dari tangan Isack.

“Hm, tidak apa-apa ... ambillah. Oh, ya ... bisa aku minta beberapa lembar tisu?”

“Silakan, Tuan.”

“Terima kasih.” Isack mengambil alih tisu. Perhatiannya kembali ke Eve, duduk tepat di sampingnya. “Makanmu belepotan.”

“Eh?” Eve terkejut karena teramat menikmati makanannya sampai-sampai tak menyadari kedatangan Isack. “S–senior? Uhm, maksudku ... kapan kau datang kemari?” ucapnya, mulut penuh makanan sampai mengembang.

Isack menarik dagunya, membantu Eve membersihkan sisa saus di sekitar mulut. “Jangan pedulikan aku, habiskan saja makananmu. Kau sepertinya sangat menyukai makananmu?” Isack tersenyum melihat pipi Eve seperti bakpao.

“Maaf, aku keluar tanpa memberi tahu. Aku pikir pertemuanmu masih lama ... perutku lapar jadi aku keluar mencari makan.”

Keningnya berkerut. “Apa pelayan hotel tidak mengirim makan malam?”

“Aku tidak tahu ... tapi saat aku bangun, aku tidak menemukan makanan di mana pun.”

“Astaga!” Isack tertunduk menyentuh keningnya. “Aku yang seharusnya minta maaf, meninggalkanmu tanpa memastikan kau dalam keadaan baik. Aku tidak akan mengulangi hal itu.”

Perasaan hangat seketika muncul memenuhi dada. Eve tak mengira kalau Isack akan memperlakukan dirinya sampai seperti itu. “Jangan bodoh, dia melakukan itu karena kau akan menjadi istrinya!” batin Eve menyadarkan diri sendiri.

“Kenapa?” ucap Isack setelah melihat ekspresi Eve berubah murung.

“Tidak apa-apa.”

“Tuan, pesanan Anda sudah jadi,” sahut penjual memberikan bungkusan berisi hamburger kepada Isack.

“Terima kasih.”

“Kau juga pesan?” Eve penasaran.

“Uhm, semua ini untukmu. Aku pikir kau sangat menyukainya ... jadi aku sengaja memesan dua sekaligus.”

“Tapi, aku sudah kenyang. Ini juga belum habis.”

“Tidak apa-apa, kau tidak perlu menghabiskannya jika sudah kenyang.” Isack melirik jam di tangan. “Apa kau tidak apa-apa jika kita kembali ke hotel sekarang?”

“Uhm!” Eve mengangguk.

“Baiklah, ayo.”

Eve terdiam menatap tangan Isack yang terulur.

“Kenapa ... bukankah kau juga harus mulai terbiasa dengan ini? Menggenggam dan bergandengan tangan denganku saat kita sedang berdua.”

Deg!

Dada Eve berdebar tak karuan. “Kuatkan dirimu Eve, lelaki ini hanya sedang memainkan perannya. Kau juga harus mengimbangi.”

“Ayo, ini sudah malam.” Isack meraih tangannya, membawa Eve kembali ke hotel.

“Hei, apa kau tahu siapa lelaki yang baru saja pergi itu?” tanya istri dari penjual hamburger kepada suaminya.

“Kenapa memangnya, apa karena dia tampan?”

“Bukan itu, aku merasa tidak asing dengan wajahnya. Di mana aku pernah melihat lelaki itu?”

“Heleh, semua lelaki tampan selalu kau bilang seperti itu.”

“Kau cemburu?”

“Tidak, kenapa aku harus cemburu.”

~♤~

Isack menggandeng tangannya, erat seolah tak ingin dilepas.

“Uhm ... kau yakin kita tidak apa-apa berjalan seperti ini?” tanya Eve penuh khawatir.

“Apa maksudmu?”

“Bagaimana jika seseorang melihat?”

“Aku tidak peduli ... setelah aku pikir-pikir, kita juga akan menikah. Biarkan rumor menyebar, toh itu akan jauh lebih baik. Karena orang-orang berpikir kalau pernikahan ini bukan pernikahan palsu.”

Eve teridam, ingatan tentang foto di layar ponsel Isack kembali melintas. “Bukankah kau memiliki seseorang yang kau sukai?” Pertanyaan Eve seketika membuat Isack terpaku.

Langkahnya terhenti, menoleh menatap lekat mata Eve. “Ya ... selama ini aku berusaha keras mencari perempuan itu.”

Mendengarnya saja membuat dada Eve terasa ngilu. Kepalanya tertunduk, murung. “Lalu, bagaimana kabarnya sekarang?”

“Aku sudah menemukannya.”

Deg!

Rasa ngilu semakin menjadi, perih dan sakit menjalar di dada. “Jika kau sudah menemukannya ... kenapa kau justru memintaku menikah denganmu dan bukan menikahi perempuan yang kau cintai?”

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status