Beranda / Romansa / Melihat Daisy / Bab 4: Perpisahan, Kenangan dan Harapan

Share

Bab 4: Perpisahan, Kenangan dan Harapan

Penulis: Ariyan Ruslan
last update Terakhir Diperbarui: 2025-09-21 22:02:14

Keesokan paginya, setelah menikmati pemandangan golden sunrise di puncak, rombongan mereka bersiap untuk turun. Perjalanan turun terasa lebih cepat, tetapi juga sedikit emosional bagi Arya. Ia tahu, setelah ini, mereka akan kembali ke kehidupan masing-masing dan mungkin komunikasi mereka akan kembali seperti semula, yaitu melalui pesan.

Saat mereka tiba di stasiun, Arya mengantar Daisy sampai ia naik kereta. Arya kembali ke tempat kerjanya sebagai pengemudi ojol. Meskipun mereka berpisah, Arya merasa optimis. Ia percaya, setelah momen di gunung itu, mereka bisa lebih dekat.

Setelah beberapa hari mendaki, Arya kembali ke rutinitasnya. Namun, pikirannya terus melayang ke Daisy. Mereka memang bertukar pesan singkat, tetapi balasan dari Daisy kembali datang terlambat, membuat Arya rindu akan kebersamaan mereka di gunung. Tanpa pikir panjang, Arya memutuskan untuk ke minimarket tempat Daisy bekerja. Ia bergegas ke sana, hatinya berdebar kencang. Ia berharap dapat bertemu dan berbicara langsung dengan Daisy, seperti saat mereka di gunung. Namun, setibanya di sana, sosok Daisy tidak terlihat.

Arya mencoba berpikir positif. "Mungkin dia sedang libur," atau “mungkin belom datang” pikirnya, dan memutuskan untuk menunggu sebentar di bangku dekat minimarket. Setelah setengah jam berlalu, Daisy tetap tidak muncul. Arya akhirnya memutuskan untuk pulang, dengan harapan ia akan bertemu Daisy di hari lain.

Setelah dua hari yang terasa seperti selamanya, Arya kembali ke sana. Ia memarkirkan motornya dan berjalan perlahan, mencoba terlihat biasa saja, tetapi hatinya berdebar tak karuan.

Namun, setibanya di sana, Arya kembali merasakan kekecewaan yang sama. Daisy tidak ada. Arya berpikir mungkin Daisy datang telat, jadi ia memutuskan untuk menunggu di bangku dekat minimarket. Setelah beberapa jam, Daisy tetap tidak muncul. Arya mulai merasa cemas dan akhirnya ia memutuskan untuk bertanya pada salah satu teman kerja Daisy.

"Mbak, Daisy-nya ada, ya?" tanya Arya, berusaha menutupi kegelisahannya. "Kok saya enggak lihat, ya?"

Teman kerja Daisy menatap Arya dengan tatapan simpati. "Oh, Daisy ya? Dia sudah pulang kampung, Mas," katanya. "Ibunya lagi sakit, jadi dia harus fokus merawat ibunya. Enggak tahu kapan dia kembali lagi."

Kata-kata itu menghantam Arya seperti ombak. Ia tidak lagi peduli apakah ia akan dituduh aneh karena menanyakan keberadaan seseorang. Hatinya mencelos mendengar kabar itu. Ia merasa sedih, bukan hanya untuk dirinya sendiri, tetapi juga untuk Daisy. Ia sekarang mengerti, alasan Daisy bersikap slow respons, mengapa ia terlihat lelah, dan mengapa ia tidak pernah memiliki waktu libur.

Arya mengucapkan terima kasih, lalu berjalan pergi. Dunia seakan berhenti berputar. Ia merasa hampa, seperti ada kekosongan besar di dalam hatinya. Ia ingin menghubungi Daisy, tapi ia tahu bahwa Daisy tidak ingin diganggu.

Arya mencoba menghubungi Daisy, tetapi tidak ada balasan. Setiap kali ia menelepon, yang ia dengar hanyalah suara operator yang mengatakan nomornya tidak aktif. Ia mencoba mencari Daisy di media sosial, tetapi akun I*******m-nya juga sudah tidak ada. Arya merasa seperti ada sesuatu yang terputus di antara mereka.

Arya tidak menyerah. Ia terus mengirim pesan, meskipun pesan-pesannya hanya berjejak satu centang, yang berarti tidak terkirim. Ia menuliskan semua perasaannya, semua harapan yang ia miliki, dan semua kenangan indah yang mereka bagi. Ia berharap, suatu hari nanti, Daisy akan kembali dan membaca semua pesan-pesan itu.

Namun, hari-hari berlalu, dan tidak ada kabar dari Daisy. Arya harus menerima kenyataan pahit: Daisy telah menghilang. Ia tidak tahu apakah ia akan kembali, atau apakah ia akan melupakan semua kenangan indah mereka. Yang bisa Arya lakukan hanyalah mengingat.

Setelah semua usahanya sia-sia, Arya akhirnya harus menerima kenyataan. Ia menghapus nomor Daisy dan menutup akun media sosialnya. Namun, ia tidak menghapus semua kenangan mereka. Foto-foto dan percakapan mereka tetap tersimpan di dalam hati dan pikirannya.

Arya kembali menjalani kehidupannya. Ia melanjutkan kuliahnya, bekerja, dan terkadang, ia juga menyempatkan diri untuk mendaki. Setiap kali ia mendaki, ia selalu teringat pada Daisy. Kenangan mereka di bawah bintang-bintang di gunung, dan percakapan mereka tentang bunga daisy, tidak pernah pudar.

Suatu sore, saat Arya sedang mengendarai motornya di jalan yang ramai, ia melihat sebuah bus berhenti di depannya. Pintu bus terbuka, dan seseorang keluar. Jantung Arya berdebar kencang saat matanya menangkap sosok yang tak asing. Perempuan itu mengenakan seragam pramugari, rambutnya diikat rapi, dan senyumnya... senyum itu sangat mirip dengan senyum Daisy.

Arya menepi, tetapi keraguan itu tetap ada. Apakah itu benar-benar Daisy? Apakah gadis yang ia temui di stasiun, yang membuatnya jatuh cinta pada pandangan pertama, kini berada di hadapannya, dengan profesi yang jauh berbeda dari yang ia tahu?

Arya menganggapnya hanya khayalan saja, atau mungkin itu hanya orang yang mirip dengan Daisy. Bus itu sudah melaju, membawa sosok itu menjauh. Arya terdiam, bingung. Ia tidak tahu apakah itu adalah kenyataan atau hanya fatamorgana yang diciptakan oleh kerinduannya.

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terbaru

  • Melihat Daisy    Bab 15: Pameran dimulai

    Hari ini begitu cerah, sempurna untuk sebuah pembukaan. Di lantai utama Jakarta Convention Center (JCC), area pameran seni tampak hidup. Pameran The Lingering Bloom, resmi dibuka.Daisy berdiri di samping Aditya dekat pintu masuk ruang pamerannya. Ia mengenakan gaun putih sederhana yang kontras dengan dinding-dinding galeri yang didominasi warna gelap. Lukisan-lukisan itu kini tergantung dengan megah, masing-masing disinari cahaya yang tepat, membuat bunga daisy yang menjadi ciri khasnya seolah bersinar dari dalam kanvas.Sejak pagi, pengunjung terus berdatangan. Mereka adalah para kritikus seni, kolektor, dan pencinta seni, mereka datang untuk melihat lihat.Daisy mendengarkan komentar mereka:"Emosinya nyata... ada duka, tapi juga harapan yang tak tertahankan.""Kontrasnya luar biasa. Biru yang dalam, lalu kuning yang membakar."Daisy merasa puas. Mereka melihat seninya, bukan dramanya.Tiba-tiba, mata Daisy menangkap sosok yang familiar. Di ambang pintu, tampak Anggara. Ia mengenak

  • Melihat Daisy    Bab 14: Persiapan Pameran

    Keesokan harinya, kontras antara Basecamp Gunung Prau dan Jakarta Convention Center (JCC) terasa menusuk. Hanya sehari yang lalu, Daisy dikelilingi oleh bunga daisy dan heningnya kabut kini, ia dikelilingi oleh hiruk pikuk pekerja konstruksi pameran, suara bor, dan aroma karpet baru. Daisy berdiri di depan pintu ruang pameran yang masih kosong. Ia mengenakan pakaian kasual, namun matanya memancarkan ketenangan yang baru ia temukan di puncak gunung. "Daisy! Kamu datang!” Aditya menghampirinya, mengenakan kemeja rapi dan membawa clipboard tebal. Senyum Aditya hangat, namun ia terlihat tertekan oleh kesibukan. "Bagaimana solo hiking-nya? Kamu terlihat... berbeda," tanya Aditya, menatap Daisy dengan cermat. "Lebih ringan," jawab Daisy, tersenyum tulus. "Aku siap, Aditya. Aku siap untuk pameran ini.” Mereka segera membahas penataan lukisan. Selama berjam-jam, mereka bekerja dengan tim instalasi, menentukan di mana setiap lukisan akan digantung. Daisy terkesan dengan ketelitian Aditya

  • Melihat Daisy    Bab 13: Solo Hiking

    Semua lukisan telah dikirim. Studio kini kosong, dan penantian untuk bertemu Aditya serta menghadapi deadline terasa mencekik. Daisy membutuhkan udara gunung, ketenangan, dan terutama, harus kembali ke tempat di mana janji abadi antara dirinya dan Arya pernah diucapkan.Ini adalah solo hiking-nya yang pertama, dan ia melakukannya bukan untuk bersenang-senang, melainkan untuk sebuah ritual perpisahan yang sesungguhnya. Ia membawa tas carrier ringan, berisi peralatan dasar dan sebuah bunga daisy kering yang ia simpan rapi.Pendakian terasa jauh lebih berat tanpa Arya di sisinya. Setiap langkah adalah memori: tawa Arya, pegangan tangannya, dan bisikan janji di bawah bintang-bintang. Saat ia tiba di pos perkemahan terakhir menjelang puncak, ia bertemu dengan seorang pendaki pria yang sedang memasak air. Pria itu tinggi, dengan jaket outdoor, dan wajahnya dipenuhi uap dari masakannya."Pagi, Mbak. Solo hiking juga?" sapa pria itu ramah."Ya, pagi," jawab Daisy, tersenyum tipis. "Saya Dais

  • Melihat Daisy    Bab 12: Setahun kemudian

    Setahun telah berlalu sejak hari yang menghancurkan itu. Musim telah berganti, kampus telah meluluskan angkatan baru, dan bekas-bekas luka perlahan-lahan mulai mengering, meskipun tidak sepenuhnya hilang.Daisy tidak lagi bekerja sebagai pramugari. Ia mengambil cuti panjang dan akhirnya memutuskan untuk berhenti. Kenangan tentang bandara, seragam, dan penerbangan terlalu menyakitkan, selalu mengingatkannya pada Arya dan Rian. Ia kembali ke dunia seni rupa, membuka studio kecil di rumahnya. Ia melukis. Bukan lagi pemandangan ceria seperti dulu, tetapi lukisan-lukisan abstrak yang dipenuhi warna-warna emosi yang gelap dan terang sebuah proses terapi untuk melepaskan duka. Bunga daisy selalu hadir dalam setiap karyanya, sebagai penghormatan abadi untuk Arya.Intan telah lulus kuliah. Ia menolak tawaran pekerjaan di perusahaan besar. Sebaliknya, ia menjadi relawan di sebuah yayasan konseling remaja. Ia menyalurkan perasaannya yang rumit cinta yang tak terbalas, rasa bersalah, dan duka ata

  • Melihat Daisy    Bab 11: Akhir dari sebuah kisah cinta

    Pagi itu, Daisy bangun dengan perasaan ringan. Ia mengingat kembali pertemuan manisnya dengan Arya semalam, dan senyumnya merekah. Ia mengambil ponselnya, yang sudah ia isi dayanya, untuk menghubungi Arya. Namun, sebelum ia sempat mengetik pesan, sebuah panggilan masuk. Nomor yang tidak dikenal."Halo?" ucap Daisy."Daisy... ini aku, Intan," jawab suara di seberang, terdengar serak."Intan? Ada apa? Kamu terdengar tidak baik-baik saja," tanya Daisy, nadanya cemas."Arya... dia... dia mengalami kecelakaan," ucap Intan, suaranya bergetar.Dunia Daisy terasa berputar. "Apa? Kecelakaan apa? Di mana dia sekarang?""Dia ditabrak mobil. Sekarang dia di rumah sakit. Lukanya serius... dia kritis," isak Intan.Ponsel Daisy jatuh dari tangannya. Kata-kata "kecelakaan" dan "kritis" bergaung di kepalanya. Ia tidak bisa bergerak. Ia tidak bisa bernapas.Sesaat yang lalu, ia masih memeluk Arya. Sesaat yang lalu, mereka masih tertawa. Dan sekarang...Tanpa membuang waktu lagi, Daisy mengenakan jaketn

  • Melihat Daisy    Bab 10: Kejadian di Tengah hari

    Rian tidak bisa tidur. Malam itu, bayangan Daisy yang tersenyum di atas motor Arya terus menghantuinya. Ia memutar-mutar ponselnya, melihat foto-foto Daisy di media sosial. Ia begitu terobsesi, hingga tidak bisa menerima kenyataan bahwa ada orang lain yang bisa membuat Daisy bahagia.Keesokan harinya, Rian memutuskan ia harus bertindak. Ia tidak bisa hanya duduk diam dan melihat kebahagiaan itu. Ia merasa Daisy adalah miliknya, dan ia berhak atas perhatian Daisy."Aku akan memberimu pelajaran," gumam Rian, menatap layar ponselnya.Ia mengambil kunci mobilnya dan pergi ke kantor maskapai. Ia tahu ada cara untuk mendapatkan informasi penerbangan Daisy.Ia menemukan bahwa Daisy akan pulang dari penerbangan subuh. Rian memutuskan untuk menunggunya di depan mes pramugari. dan ia akan memastikan bahwa Daisy tahu siapa yang benar-benar peduli padanya.Setelah berbicara dengan Intan, Arya merasa senang. Ia berjalan menyusuri jalan setapak, langkahnya ringan. Ia masih memikirkan Daisy, memimpi

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status