Setelah Daisy menghilang, kehidupan Arya terasa hampa. Di sela-sela pekerjaannya sebagai ojek online, ia sering melewati jalanan yang penuh kenangan. Setiap kali melewati stasiun, ia teringat bagaimana Daisy menunggunya di sana, senyum manisnya selalu menyambut. Bahkan, saat ia melewati minimarket tempat Daisy dulu bekerja, hatinya terasa sesak. Ia sering kali memelankan motornya, hanya untuk melihat, berharap ada keajaiban dan Daisy kembali berdiri di sana. Namun, yang ia temukan hanyalah tempat yang kosong.terasa sama, seperti sebuah film lama yang diputar berulang-ulang. Arya mencoba mencari petunjuk. Ia bertanya kepada teman-teman Daisy, berharap ada kabar. Namun, yang ia dapatkan hanyalah jawaban yang sama: "Daisy pulang kampung, ibunya sakit." Jawaban itu tidak memberikan kejelasan, hanya menyisakan pertanyaan yang terus menghantui pikirannya.
Di saat-saat sepi, kenangan mereka di Gunung Prau muncul kembali. Arya teringat tawa Daisy saat mereka mendaki, bau tanah yang basah, dan momen saat mereka melihat bunga-bunga daisy mekar di hamparan. Kenangan-kenangan itu seharusnya menjadi sumber kebahagiaan, namun kini hanya menjadi pengingat akan apa yang telah ia kehilangan. Suatu hari, di kantin kampusnya, Arya bertemu dengan Intan, sahabatnya sejak SMA. Intan menyadari perubahan dalam diri Arya. Dengan kecemburuan yang tersembunyi, ia menjadi pendengar yang baik saat Arya menceritakan semua tentang Daisy. Arya berbicara tentang kecantikan dan kehebatan Daisy, namun Intan belum pernah bertemu Daisy. Sambil menutupi kecemburuannya, Intan menanggapi, "Dia kedengarannya memang orang yang sangat istimewa, ya." Setelah melihat Arya yang terus murung, Intan mengambil langkah berani. Ia mengajak Arya berlibur ke Lombok bersama dua temannya, Nissa dan Bima. "Lo butuh istirahat, Ar," kata Intan, suaranya lembut namun tegas. "Lo harus coba lihat dunia lagi, bukan cuma berdiam di sini." Di Bandara Soekarno-Hatta, Arya masih terlihat lesu, tapi ia tetap mengikuti. Di dalam pesawat, ia dan Intan duduk bersebelahan. Nissa dan Bima berada di kursi depan mereka. Selama penerbangan, Nissa dan Bima sibuk berfoto dan tertawa, membicarakan rencana mereka di Lombok. Arya hanya diam, menatap keluar jendela. Pikirannya dipenuhi kenangan Daisy. Intan melihatnya, hatinya terasa sesak. Ia mencoba memecah keheningan. "Pemandangan dari atas sini indah banget, Ar. Awan-awan itu kayak permen kapas." Arya hanya mengangguk, tanpa berpaling. Setibanya di Lombok, mereka langsung menuju hotel. Arya yang biasanya suka mengambil foto, kini hanya membiarkan Intan dan teman-temannya yang sibuk mendokumentasikan setiap momen. Mereka menghabiskan hari pertama di pantai, bermain air, dan menikmati senja. Arya sesekali tersenyum, tetapi senyum itu tidak sampai ke matanya. Intan menyadarinya. Malamnya, mereka memutuskan untuk mencari makan malam di sebuah kafe dekat hotel. Kafe itu ramai, namun suasana remang-remang dengan alunan musik akustik membuat suasana terasa intim. Arya dan Intan duduk berhadapan. Di tengah percakapan, tiba-tiba pandangan Arya terpaku pada sebuah meja di sudut kafe. Ada seorang wanita yang duduk sendirian. Postur tubuh dan cara ia tertawa, sangat mirip dengan Daisy. Jantung Arya berdebar kencang. Ia tidak bertanya pada Intan karena ia tahu Intan tidak akan mengenalinya. Arya hanya perlu memastikan untuk dirinya sendiri. Ia merasa dorongan yang kuat, sebuah keyakinan yang tak bisa dijelaskan. Ia bangkit dari kursinya. "Gue harus mastiin," bisiknya. Intan hanya bisa melihat Arya berjalan mendekati wanita itu. Ketika Arya sudah berada di dekatnya, ia melihat wajah wanita itu dengan lebih jelas. Ya, itu Daisy. Di tengah kebingungan dan rasa tidak percaya, ia memanggil, "Daisy?" Wanita itu menoleh. Matanya membulat, dan wajahnya menunjukkan ekspresi terkejut. "Arya? Ngapain kamu di sini?" Suaranya bergetar. Momen itu adalah puncak dari semua yang telah mereka lalui. Setelah berbulan-bulan terpisah, takdir mempertemukan mereka kembali di tempat yang jauh dari rumah.Pagi itu, Daisy bangun dengan perasaan ringan. Ia mengingat kembali pertemuan manisnya dengan Arya semalam, dan senyumnya merekah. Ia mengambil ponselnya, yang sudah ia isi dayanya, untuk menghubungi Arya. Namun, sebelum ia sempat mengetik pesan, sebuah panggilan masuk. Nomor yang tidak dikenal."Halo?" ucap Daisy."Daisy... ini aku, Intan," jawab suara di seberang, terdengar serak."Intan? Ada apa? Kamu terdengar tidak baik-baik saja," tanya Daisy, nadanya cemas."Arya... dia... dia mengalami kecelakaan," ucap Intan, suaranya bergetar.Dunia Daisy terasa berputar. "Apa? Kecelakaan apa? Di mana dia sekarang?""Dia ditabrak mobil. Sekarang dia di rumah sakit. Lukanya serius... dia kritis," isak Intan.Ponsel Daisy jatuh dari tangannya. Kata-kata "kecelakaan" dan "kritis" bergaung di kepalanya. Ia tidak bisa bergerak. Ia tidak bisa bernapas.Sesaat yang lalu, ia masih memeluk Arya. Sesaat yang lalu, mereka masih tertawa. Dan sekarang...Tanpa membuang waktu lagi, Daisy mengenakan jaketn
Rian tidak bisa tidur. Malam itu, bayangan Daisy yang tersenyum di atas motor Arya terus menghantuinya. Ia memutar-mutar ponselnya, melihat foto-foto Daisy di media sosial. Ia begitu terobsesi, hingga tidak bisa menerima kenyataan bahwa ada orang lain yang bisa membuat Daisy bahagia.Keesokan harinya, Rian memutuskan ia harus bertindak. Ia tidak bisa hanya duduk diam dan melihat kebahagiaan itu. Ia merasa Daisy adalah miliknya, dan ia berhak atas perhatian Daisy."Aku akan memberimu pelajaran," gumam Rian, menatap layar ponselnya.Ia mengambil kunci mobilnya dan pergi ke kantor maskapai. Ia tahu ada cara untuk mendapatkan informasi penerbangan Daisy.Ia menemukan bahwa Daisy akan pulang dari penerbangan subuh. Rian memutuskan untuk menunggunya di depan mes pramugari. dan ia akan memastikan bahwa Daisy tahu siapa yang benar-benar peduli padanya.Setelah berbicara dengan Intan, Arya merasa senang. Ia berjalan menyusuri jalan setapak, langkahnya ringan. Ia masih memikirkan Daisy, memimpi
Arya berdiri terpaku di depan gerbang mes pramugari. Di depan mata Arya, yang ada hanya lorong sepi dengan beberapa mobil yang terparkir rapi. Ia merasa kecil, dipenuhi ketakutan. Ia menatap gedung tinggi itu, berharap, namun juga takut.Tiba-tiba, sebuah suara yang ia kenal memanggil namanya."Arya?"Arya menoleh. Jantungnya terasa seperti berhenti berdetak. Di belakangnya, berdiri Daisy, mengenakan pakaian kasual. Rambutnya diikat, wajahnya terlihat sedikit lelah, namun ia ada di sana, di hadapannya, utuh dan hidup.Arya tidak bisa berkata apa-apa. Air matanya langsung mengalir. Tanpa ragu, ia berlari ke arah Daisy dan memeluknya dengan erat. Ia mencium aroma tubuh Daisy, dan ia tahu ini bukan mimpi."Daisy... kamu... kamu baik-baik saja," bisik Arya, suaranya tercekat. "Aku melihat berita kecelakaan pesawat. Nomor ponselmu tidak aktif. Aku... aku takut."Daisy membalas pelukan Arya. "Aku baik-baik saja, Arya. Penerbanganku ditunda karena ada masalah teknis. Aku baru saja sampai di
Setelah Arya menceritakan semuanya, Intan mencoba memberikan senyum terbaiknya. Ia mendengarkan Arya dengan saksama, mengangguk, dan bahkan sesekali tertawa saat Arya menceritakan kenangan manisnya dengan Daisy di minimarket. Namun, di dalam hatinya, sebuah badai sedang mengamuk."Aku senang kamu akhirnya bisa sebahagia ini, Arya," ucap Intan. "Kamu pantas mendapatkannya. Kamu sudah menunggu begitu lama."Arya menatapnya dengan penuh rasa terima kasih. "Terima kasih, Intan. Kamu satu-satunya orang yang mengerti perasaanku."Hati Intan terasa sakit mendengar kata-kata itu. Ia memang mengerti, bahkan lebih dari yang Arya tahu. Ia mengerti betapa besarnya cinta Arya pada Daisy, karena ia merasakan cinta yang sama besar pada Arya."Apa yang akan kamu lakukan sekarang?" tanya Intan, mencoba mengalihkan pembicaraan dari perasaannya."Aku akan menunggu Daisy menghubungiku lagi. Aku ingin kami bertemu lagi. Aku tidak akan membiarkan dia menghilang lagi," jawab Arya, tekadnya kuat."Bagus," ka
Kembali ke Jakarta, kehidupan Arya kembali seperti semula. Namun, kini ia memiliki harapan. Arya memeriksa Instagram Daisy, dan benar saja, akunnya kembali aktif. Ia segera mengirim pesan, "Daisy, ini aku Arya." Setelah beberapa jam, Daisy membalas, meminta maaf karena baru melihat pesan. Sejak itu, komunikasi mereka semakin intens. Mereka saling bertukar cerita tentang kehidupan sehari-hari.Pada suatu hari, Arya memberanikan diri untuk mengajak Daisy bertemu. "Ada waktu luang untuk jalan atau makan?" tanyanya."Lusa aku ada waktu luang," jawab Daisy.Arya menjemput Daisy di mess pramugari di Tangerang. Namun, tanpa mereka sadari, ada seorang pria bernama Rian yang terobsesi pada Daisy, melihat mereka pergi berdua. Rian sangat cemburu, dan kecemburuannya memuncak. Ia adalah pria yang nekat dan gila, yang rela melakukan apapun untuk mendapatkan Daisy.Ketika Arya tiba di mess pramugari di Tangerang, Daisy sudah menunggunya di gerbang. Dia terlihat sangat cantik dengan pakaian kasual,
Arya berdiri di samping meja Daisy. Intan melihat dari kejauhan dengan cemas. Percakapan mereka tidak bisa tersembunyi dari telinga-telinga lain, tetapi hal itu tidak lagi penting bagi mereka. Dunia serasa lenyap, hanya menyisakan mereka berdua."Ke mana aja, Daisy? Kenapa tiba-tiba menghilang?" tanya Arya, suaranya bergetar. Kerinduan yang selama ini ia pendam kini bercampur dengan rasa sakit dan kelegaanDaisy menunduk, matanya memancarkan kesedihan yang mendalam, namun tidak ada air mata yang jatuh. "Maaf, Ar. Aku pergi karena harus rawat ibu yang sakit. Selama ini, aku nggak bisa kasih kabar ke kamu karena... aku fokus sama ibu."Arya terdiam, mencerna setiap kata. Selama ini, ia berpikir Daisy meninggalkannya begitu saja, tanpa alasan. Namun, kenyataan ini jauh lebih menyakitkan dan memilukan. "Aku... aku ngerti," ucapnya, suaranya kini lebih lembut.Daisy mengangkat wajahnya. Matanya penuh dengan kesedihan. "Ibu sekarang sudah enggak ada, Ar. Aku harus kerja buat adikku di kampu