Home / Romansa / Melihat Daisy / Bab 5: Bertemu Sahabat

Share

Bab 5: Bertemu Sahabat

last update Last Updated: 2025-09-21 22:05:22

Setelah Daisy menghilang, kehidupan Arya terasa hampa. Di sela-sela pekerjaannya sebagai ojek online, ia sering melewati jalanan yang penuh kenangan. Setiap kali melewati stasiun, ia teringat bagaimana Daisy menunggunya di sana, senyum manisnya selalu menyambut. Bahkan, saat ia melewati minimarket tempat Daisy dulu bekerja, hatinya terasa sesak. Ia sering kali memelankan motornya, hanya untuk melihat, berharap ada keajaiban dan Daisy kembali berdiri di sana. Namun, yang ia temukan hanyalah tempat yang kosong.terasa sama, seperti sebuah film lama yang diputar berulang-ulang. Arya mencoba mencari petunjuk. Ia bertanya kepada teman-teman Daisy, berharap ada kabar. Namun, yang ia dapatkan hanyalah jawaban yang sama: "Daisy pulang kampung, ibunya sakit." Jawaban itu tidak memberikan kejelasan, hanya menyisakan pertanyaan yang terus menghantui pikirannya.

Di saat-saat sepi, kenangan mereka di Gunung Prau muncul kembali. Arya teringat tawa Daisy saat mereka mendaki, bau tanah yang basah, dan momen saat mereka melihat bunga-bunga daisy mekar di hamparan. Kenangan-kenangan itu seharusnya menjadi sumber kebahagiaan, namun kini hanya menjadi pengingat akan apa yang telah ia kehilangan.

Suatu hari, di kantin kampusnya, Arya bertemu dengan Intan, sahabatnya sejak SMA. Intan menyadari perubahan dalam diri Arya. Dengan kecemburuan yang tersembunyi, ia menjadi pendengar yang baik saat Arya menceritakan semua tentang Daisy. Arya berbicara tentang kecantikan dan kehebatan Daisy, namun Intan belum pernah bertemu Daisy. Sambil menutupi kecemburuannya, Intan menanggapi, "Dia kedengarannya memang orang yang sangat istimewa, ya."

Setelah melihat Arya yang terus murung, Intan mengambil langkah berani. Ia mengajak Arya berlibur ke Lombok bersama dua temannya, Nissa dan Bima. "Lo butuh istirahat, Ar," kata Intan, suaranya lembut namun tegas. "Lo harus coba lihat dunia lagi, bukan cuma berdiam di sini."

Di Bandara Soekarno-Hatta, Arya masih terlihat lesu, tapi ia tetap mengikuti. Di dalam pesawat, ia dan Intan duduk bersebelahan. Nissa dan Bima berada di kursi depan mereka. Selama penerbangan, Nissa dan Bima sibuk berfoto dan tertawa, membicarakan rencana mereka di Lombok. Arya hanya diam, menatap keluar jendela. Pikirannya dipenuhi kenangan Daisy. Intan melihatnya, hatinya terasa sesak. Ia mencoba memecah keheningan. "Pemandangan dari atas sini indah banget, Ar. Awan-awan itu kayak permen kapas." Arya hanya mengangguk, tanpa berpaling.

Setibanya di Lombok, mereka langsung menuju hotel. Arya yang biasanya suka mengambil foto, kini hanya membiarkan Intan dan teman-temannya yang sibuk mendokumentasikan setiap momen. Mereka menghabiskan hari pertama di pantai, bermain air, dan menikmati senja. Arya sesekali tersenyum, tetapi senyum itu tidak sampai ke matanya. Intan menyadarinya.

Malamnya, mereka memutuskan untuk mencari makan malam di sebuah kafe dekat hotel. Kafe itu ramai, namun suasana remang-remang dengan alunan musik akustik membuat suasana terasa intim. Arya dan Intan duduk berhadapan. Di tengah percakapan, tiba-tiba pandangan Arya terpaku pada sebuah meja di sudut kafe. Ada seorang wanita yang duduk sendirian. Postur tubuh dan cara ia tertawa, sangat mirip dengan Daisy. Jantung Arya berdebar kencang. Ia tidak bertanya pada Intan karena ia tahu Intan tidak akan mengenalinya. Arya hanya perlu memastikan untuk dirinya sendiri.

Ia merasa dorongan yang kuat, sebuah keyakinan yang tak bisa dijelaskan. Ia bangkit dari kursinya. "Gue harus mastiin," bisiknya. Intan hanya bisa melihat Arya berjalan mendekati wanita itu.

Ketika Arya sudah berada di dekatnya, ia melihat wajah wanita itu dengan lebih jelas. Ya, itu Daisy. Di tengah kebingungan dan rasa tidak percaya, ia memanggil, "Daisy?"

Wanita itu menoleh. Matanya membulat, dan wajahnya menunjukkan ekspresi terkejut. "Arya? Ngapain kamu di sini?" Suaranya bergetar.

Momen itu adalah puncak dari semua yang telah mereka lalui. Setelah berbulan-bulan terpisah, takdir mempertemukan mereka kembali di tempat yang jauh dari rumah.

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Melihat Daisy    Bab 15: Pameran dimulai

    Hari ini begitu cerah, sempurna untuk sebuah pembukaan. Di lantai utama Jakarta Convention Center (JCC), area pameran seni tampak hidup. Pameran The Lingering Bloom, resmi dibuka.Daisy berdiri di samping Aditya dekat pintu masuk ruang pamerannya. Ia mengenakan gaun putih sederhana yang kontras dengan dinding-dinding galeri yang didominasi warna gelap. Lukisan-lukisan itu kini tergantung dengan megah, masing-masing disinari cahaya yang tepat, membuat bunga daisy yang menjadi ciri khasnya seolah bersinar dari dalam kanvas.Sejak pagi, pengunjung terus berdatangan. Mereka adalah para kritikus seni, kolektor, dan pencinta seni, mereka datang untuk melihat lihat.Daisy mendengarkan komentar mereka:"Emosinya nyata... ada duka, tapi juga harapan yang tak tertahankan.""Kontrasnya luar biasa. Biru yang dalam, lalu kuning yang membakar."Daisy merasa puas. Mereka melihat seninya, bukan dramanya.Tiba-tiba, mata Daisy menangkap sosok yang familiar. Di ambang pintu, tampak Anggara. Ia mengenak

  • Melihat Daisy    Bab 14: Persiapan Pameran

    Keesokan harinya, kontras antara Basecamp Gunung Prau dan Jakarta Convention Center (JCC) terasa menusuk. Hanya sehari yang lalu, Daisy dikelilingi oleh bunga daisy dan heningnya kabut kini, ia dikelilingi oleh hiruk pikuk pekerja konstruksi pameran, suara bor, dan aroma karpet baru. Daisy berdiri di depan pintu ruang pameran yang masih kosong. Ia mengenakan pakaian kasual, namun matanya memancarkan ketenangan yang baru ia temukan di puncak gunung. "Daisy! Kamu datang!” Aditya menghampirinya, mengenakan kemeja rapi dan membawa clipboard tebal. Senyum Aditya hangat, namun ia terlihat tertekan oleh kesibukan. "Bagaimana solo hiking-nya? Kamu terlihat... berbeda," tanya Aditya, menatap Daisy dengan cermat. "Lebih ringan," jawab Daisy, tersenyum tulus. "Aku siap, Aditya. Aku siap untuk pameran ini.” Mereka segera membahas penataan lukisan. Selama berjam-jam, mereka bekerja dengan tim instalasi, menentukan di mana setiap lukisan akan digantung. Daisy terkesan dengan ketelitian Aditya

  • Melihat Daisy    Bab 13: Solo Hiking

    Semua lukisan telah dikirim. Studio kini kosong, dan penantian untuk bertemu Aditya serta menghadapi deadline terasa mencekik. Daisy membutuhkan udara gunung, ketenangan, dan terutama, harus kembali ke tempat di mana janji abadi antara dirinya dan Arya pernah diucapkan.Ini adalah solo hiking-nya yang pertama, dan ia melakukannya bukan untuk bersenang-senang, melainkan untuk sebuah ritual perpisahan yang sesungguhnya. Ia membawa tas carrier ringan, berisi peralatan dasar dan sebuah bunga daisy kering yang ia simpan rapi.Pendakian terasa jauh lebih berat tanpa Arya di sisinya. Setiap langkah adalah memori: tawa Arya, pegangan tangannya, dan bisikan janji di bawah bintang-bintang. Saat ia tiba di pos perkemahan terakhir menjelang puncak, ia bertemu dengan seorang pendaki pria yang sedang memasak air. Pria itu tinggi, dengan jaket outdoor, dan wajahnya dipenuhi uap dari masakannya."Pagi, Mbak. Solo hiking juga?" sapa pria itu ramah."Ya, pagi," jawab Daisy, tersenyum tipis. "Saya Dais

  • Melihat Daisy    Bab 12: Setahun kemudian

    Setahun telah berlalu sejak hari yang menghancurkan itu. Musim telah berganti, kampus telah meluluskan angkatan baru, dan bekas-bekas luka perlahan-lahan mulai mengering, meskipun tidak sepenuhnya hilang.Daisy tidak lagi bekerja sebagai pramugari. Ia mengambil cuti panjang dan akhirnya memutuskan untuk berhenti. Kenangan tentang bandara, seragam, dan penerbangan terlalu menyakitkan, selalu mengingatkannya pada Arya dan Rian. Ia kembali ke dunia seni rupa, membuka studio kecil di rumahnya. Ia melukis. Bukan lagi pemandangan ceria seperti dulu, tetapi lukisan-lukisan abstrak yang dipenuhi warna-warna emosi yang gelap dan terang sebuah proses terapi untuk melepaskan duka. Bunga daisy selalu hadir dalam setiap karyanya, sebagai penghormatan abadi untuk Arya.Intan telah lulus kuliah. Ia menolak tawaran pekerjaan di perusahaan besar. Sebaliknya, ia menjadi relawan di sebuah yayasan konseling remaja. Ia menyalurkan perasaannya yang rumit cinta yang tak terbalas, rasa bersalah, dan duka ata

  • Melihat Daisy    Bab 11: Akhir dari sebuah kisah cinta

    Pagi itu, Daisy bangun dengan perasaan ringan. Ia mengingat kembali pertemuan manisnya dengan Arya semalam, dan senyumnya merekah. Ia mengambil ponselnya, yang sudah ia isi dayanya, untuk menghubungi Arya. Namun, sebelum ia sempat mengetik pesan, sebuah panggilan masuk. Nomor yang tidak dikenal."Halo?" ucap Daisy."Daisy... ini aku, Intan," jawab suara di seberang, terdengar serak."Intan? Ada apa? Kamu terdengar tidak baik-baik saja," tanya Daisy, nadanya cemas."Arya... dia... dia mengalami kecelakaan," ucap Intan, suaranya bergetar.Dunia Daisy terasa berputar. "Apa? Kecelakaan apa? Di mana dia sekarang?""Dia ditabrak mobil. Sekarang dia di rumah sakit. Lukanya serius... dia kritis," isak Intan.Ponsel Daisy jatuh dari tangannya. Kata-kata "kecelakaan" dan "kritis" bergaung di kepalanya. Ia tidak bisa bergerak. Ia tidak bisa bernapas.Sesaat yang lalu, ia masih memeluk Arya. Sesaat yang lalu, mereka masih tertawa. Dan sekarang...Tanpa membuang waktu lagi, Daisy mengenakan jaketn

  • Melihat Daisy    Bab 10: Kejadian di Tengah hari

    Rian tidak bisa tidur. Malam itu, bayangan Daisy yang tersenyum di atas motor Arya terus menghantuinya. Ia memutar-mutar ponselnya, melihat foto-foto Daisy di media sosial. Ia begitu terobsesi, hingga tidak bisa menerima kenyataan bahwa ada orang lain yang bisa membuat Daisy bahagia.Keesokan harinya, Rian memutuskan ia harus bertindak. Ia tidak bisa hanya duduk diam dan melihat kebahagiaan itu. Ia merasa Daisy adalah miliknya, dan ia berhak atas perhatian Daisy."Aku akan memberimu pelajaran," gumam Rian, menatap layar ponselnya.Ia mengambil kunci mobilnya dan pergi ke kantor maskapai. Ia tahu ada cara untuk mendapatkan informasi penerbangan Daisy.Ia menemukan bahwa Daisy akan pulang dari penerbangan subuh. Rian memutuskan untuk menunggunya di depan mes pramugari. dan ia akan memastikan bahwa Daisy tahu siapa yang benar-benar peduli padanya.Setelah berbicara dengan Intan, Arya merasa senang. Ia berjalan menyusuri jalan setapak, langkahnya ringan. Ia masih memikirkan Daisy, memimpi

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status