KARMA UNTUK MANTAN SUAMIKU 3
----- Ku seret layar untuk memperjelas penglihatanku, satu, dua, tiga kali. Ku lihat lekat lekuk tubuh yang sepertinya sangat aku kenali. {Mas Hendra?} balasku pada Jasmin. Tak menunggu lama pesan langsung centang biru, Jasmin pun langsung terlihat sedang mengetik. {Iya Renjana, dia sama siapa? Kok sama perempuan, terlihat akrab dan mesra!} {Apa kamu melihat wajah wanitanya, Jas?} {Nggak Ren, aku ada di belakangnya.} {Kamu dimana?} tanyaku. {Di Taman Melati, kamu kesini.} tanpa ku balas aku langsung mengambil tas kecilku dan langsung pergi. Jika benar itu Mas Hendra, kenapa dia melakukan ini. Apakah dia lupa jika dia sudah beristri, dan siapa wanita yang bersamanya. Apakah itu Jessika? Kenapa hatiku rasanya sakit sekali, saat mengingat nama Jessika meski hanya dalam fikiran sekilas. Mas Hendra memang pernah mengatakan tentang perasaannya, dia mencintai Jessika. Karena Jessika adalah cinta pertama sejak mereka SMA dulu. Kami bertemu disaat aku pun sedang berada dalam fase yang sama, kami dipertemukan saat aku terluka oleh pria yang ternyata pergi tanpa pamit ke luar kota. Saat itu hatiku benar-benar hancur, tapi Mas Hendra terus berusaha memulihkannya. Saat ia tahu aku terjatuh dan terpuruk, dia datang memberikan cahaya dan harapan. Tapi sekarang, seolah semua berubah dalam sekejap. Mas Hendra bahkan tak pernah lagi bersikap baik denganku. "Permisi Mbak? Mbak Renjana?" Aku terkesip oleh sapaan seseorang dihadapanku. Aku lupa kalau aku sedang menunggu Taxi pesananku, sampai tak sadar jika Taxinya sudah menunggu. Dan niatku ke dokter aku urungkan. "Ehh iya Pak, maaf." "Silahkan Mbak." titahnya sambil membukakan pintu mobil. Aku pun masuk dengan perasaan yang gamang, benarkah aku akan menemui Mas Hendra dalam keadaan seperti ini. Tapi jika tidak, aku juga tak akan mau dipermainkan terus. Ting! Lagi suara pesan masuk membuatku tersentak, ku raih gawai yang sengaja ku simpan di samping tempat dudukku. Ku buka pesan yang masuk, Jasmin lagi mengirimkan sebuah Vidio berbeda dengan pesan sebelumnya yang berisikan foto. Ku buka vidio yang sudah terunduh, terlihat sepasang pria dan wanita yang saling menggenggam tangan. Netraku rasanya hangat, pandanganku berbayang. (Jess, maafkan aku yang tidak bisa melupakan kamu!) (Maaf, maaf untuk apa Mas. Kamu pun tahu, aku masih sangat berharap bahwa kita bisa seperti dulu.) (Kamu tahu, lima tahun aku bersama Renjana. Tidak ada kebahagiaan yang aku rasakan, sekedar ingin memiliki anak pun Renjana tak bisa memberikan.) (Kamu sabar Mas, mungkin Tuhan belum mempercayai Mbak Renjana untuk memiliki anak.) (Jess, apa kamu mau menjadi istri dan Ibu buat anak-anakku!) Deg! Istri? Apa maksud kata-kata Mas Hendra, kenapa dia ingin Jessika menjadi istrinya. Apa dia lupa jika sudah memiliki istri? Tidak, bukan lupa. Dia memang sengaja menjadikan ini sebagai alasan agar bisa kembali pada Jessika. Ku usap tetesan bulir bening yang menghangat di kedua pipiku, rasa sesak mendengar kenyataan jika Mas Hendra mampu berbuat seperti ini. (Tapi... Bagaimana dengan Mbak Renjana?) jawab Jessika sambil bertanya. (Kita menikah diam-diam, Jess. Jangan biarkan Renjana tahu.) Lagi hatiku makin perih, mendengar keinginan Mas Hendra yang sangat keterlaluan. (Tapi....) (Aku mohon, aku ingin memiliki anak!) melas Mas Hendra yang langsung mendapati anggukan dari Jessika. Keduanya berpelukan, membuat rongga dada ku semakin terasa sesak seolah tiada asupan yang dapat ku hirup. Hiks hiks hiks, "Tega kamu, Mas. Kamu jahat!" lirihku dengan deraian air mata. Tidak ku hiraukan tatapan heran dari supir taxi yang sekilas melirikku, rasa sakit ku tak bisa lagi aku sembunyikan. Mas Hendra sungguh keterlaluan, dia ingin menikah di belakangku dengan mantan kekasihnya. * Tak lama aku sampai, taxi pun sudah berlalu meninggalkanku yang masih menatap kosong Taman Melati. Langkahku rasanya berat, pilu dan sakit itu kian mendesak. Air mata rasanya tak ingin berhenti dan terus keluar membasahi pipiku. Mungkin saja aku sudah terlihat sembab, karena terus menangis sejak keluar dari mobil. Puk! "Renjana," suara Jasmin mengagetkan ku, ku lihat wajahnya yang penuh dengan kekhawatiran. "Maaf, aku terpaksa mengirimkan vidionya. Dan merekam mereka, bukan maksud aku--" "Nggak papa, Jas. Kamu nggak salah kok, aku yang salah terlalu percaya akan cinta palsunya selama ini." "Kamu yang sabar ya, Renjana. Tapi sepertinya suami kamu sudah pergi," ku peluk erat tubuh Jasmin. Ku tumpahkan kesedihan dan rasa sakitku padanya, Jasminlah yang menjadi tempatku mengadu. Dialah temanku satu-satunya yang selalu ada disetiap aku perlu. Bahkan di saat aku terjatuh sekali pun. Jasmin memang pernah melarangku untuk berhubungan dengan Mas Hendra, karena aku fikir Mas Hendra tulus dan benar-benar mencintaiku. Tapi aku memaksa, karena saat itu pria yang ku anggap tulus tidak akan melukaiku seperti ini. Lima tahun ku lalui, semua terlihat baik-baik saja, namun kenyataannya semua hanya palsu dan tipu daya. Ku lepas pelukan Jasmin, dan ia membawaku duduk di bawah pohon cemara. Taman ini tempat kami sejak SMA dulu bermain dikala merasa bosan, tapi sekarang tempat ini seolah berubah menjadi tempat yang menyakitkan bagiku. Bruuk Awww Aku terkejut kala tubuhku menabrak seseorang saat hendak menjatuhkan tubuhku di kursi, saat aku berbalik aku lebih terkejut melihat wajah yang sedang menatapku sambil meminta maaf. "Kamu....."-----"Bayu sudah meninggal, ia kecelakaan setelah menikah kesekian kalinya. Ibu mendengar kabar ini dari Linda, Papa kamu sudah nggak ada," isak Safira menjelaskan tentang ayah kandung putranya.Hendra terdiam, tatapannya nanar mengingat sang ayah yang ia akui sebagai ayahnya ternyata hanya orang asing.Dan ia pun menginginkan pertemuan dengan Bayu, tapi kabar yang ia dengar sangat menyakitkan."Bu, kita harus minta maaf sama Renjana, Ibu sudah kelewatan menyakiti dia." tutur Hendra.Safira menatapnya, ada benarnya apa yang dikatakan Hendra. Ia menyesali perbuatannya, tadinya ia hanya niat menggertak, agar Renjana segera hamil dan berusaha lebih baik lagi. Tetapi, sikapnya malah membuat Renjana pergi.Yang semakin membuat Renjana sakit, ia memfitnahnya dengan menyatakan tes palsu hasil dokter padanya."Kamu benar, Dra. Ibu minta maaf karena sudah menyakiti Renjana, selama ini Ibu salah sudah menyianyiakan dia." lirihnya dengan berderaian air mata."Besok kita kesana, Bu. Aku juga ma
***"A-aku sudah pergi dari rumah Mas Hendra. Dia bangkrut Mbak, dan Papa dia pergi dari rumah dan menceraikan Ibu. Maafin aku, Mbak. Selama ini aku buta karena mencintai pria beristri."Renjana menarik napasnya dan, "sudahlah Mbak, semua sudah berlalu. Saya dan keluarga sudah bahagia, apa lagi saya sudah memiliki seorang putri." ucapnya sambil menatap Reyana."Masih punya muka kamu, datang ke rumah saya setelah membuat hancur kehidupan putri saya?" celetuk Zia."Bu sudah, dia sudah mendapat balasan dan Mas Hendra... Dia sudah kehilangan segalanya, perusahaannya, semua sudah kita ambil alih. Mas Hendra sudah tidak punya apa-apa," Renjana menenangkan ibunya."Dan Ibu tahu, Mas Hendra ... Dia, di nyatakan mandul dan...." sambungnya gugup dengan mata melirik Ardiyan.Jessika yang mendengar cerita Renjana makin tak percaya, jika perusahaan suaminya benar-benar milik Renjana."Kenapa?""Papa sudah menikah lagi, dan apa Ibu tahu Mas Hendra bukan anak Papa?" mata Zia membulat.Jessika tertun
****"Apa ini," ucapku sambil mengambil benda tersebut.Ternyata sebuah cincin yang bermata biru, ini adalah cincin pemberian Mas Hendra dulu, saat aku akan pergi ke luar kota.Cih, ini malah makin membuatku muak. Membayangkannya saja rasanya malas, andai aku tahu dia miskin dan mandul mana mau aku menjadi istrinya. Merebut pula dari Renjana, dan akhirnya apa yang aku dapat sekarang.Hanya kesia-siaan, tiga tahun lamanya bertahan bersama pria cacat. Iya, bagiku dia cacat karena tak bisa membuatku hamil. Tetapi dengan angkuhnya dia mengatakan jika Renjana yang mandul.Malu sekali, aku membanggakan pria cacat pada semua orang, tapi kenyataannya aku sendiri yang malu."Bu, ini karena aku tak mendengar nasehat mu," aku berkata lirih.Orang tuaku melarang hubunganku dengan Mas Hendra, alasannya saat itu karena Hendra beristri. Namun, aku tetap memaksa karena aku mencintainya.Tetapi sekarang, mengingatnya saja aku menolak.Mataku sudah sangat berat, lelah sekali rasanya setelah membenahi r
****"Adriyan, apa ini?" tanya Zia sambil membuka lembaran kertas di tangannya."Buka, Bu."Zia membukanya, tapi matanya seketika membulat saat melihat sebuah foto yang menunjukkan wajah seorang pria sedang memeluk seorang wanita."Astagfirullah... Adriyan apa ini?" pekiknya dengan tangan gemetar."Kenapa, Bu?" Adriyan mengambil kertas di tangan mertuanya.Ia pun ikut terkejut, melihat wajahnya berada di sana. Yang semakin membuatnya terkejut, ia sedang memeluk Vega."Astaga... Apa ini, kenapa ada foto seperti ini?""Harusnya Ibu yang tanya, apa itu?"Ardiyan menggeleng, "tidak Bu, ini bukan aku. Percayalah,""Yaallah, Renjana ...,"Adriyan mengepalkan tangan, ia tidak tahu mengapa Vega melakukan ini. Padahal ia tahu jika mereka terakhir bertemu beberapa tahun lalu, dan Adriyan pun bukan tipe pria yang mudah dekat dengan wanita.Tanpa banyak bicara Adriyan pergi, ia menghubungi seseorang untuk mencari tahu semuanya. Meski tidak habis fikir dengan apa yang di lakukan Vega, tapi menurut
*****''Mas,'' suara merdu dengan senyum di bibirnya yang ranum itu memanggilnya.Ia menghampiri dengan wajah bahagia sambil mengusap wajahnya yang berlinangan air mata, Vega namanya. Wanita yang tengah mengamuk di depan kantor Adriyan.''Vega, ada apa kamu ke sini?" tanya Ardiyan.''Aku mau kamu tanggung jawab, Mas!" suara lantang dengan wajah sendu menatap nanar manik hitam miliknya.''Tanggung jawab? Apa maksudnya?"''Aku hamil... Aku hamil anak kamu, Mas!'' ucapnya dengan lantang.Wajah semua orang memandang Ardiyan dengan tatapan penuh tanya dan terkejut. Tatapan mereka semua memandang Ardiyan dengan penuh tanda tanya.''Cukup Vega... Jangan lagi berkata hal yang akan membuat saya murka. Pergi dan jangan membuat keributan dengan bicara hal yang tidak-tidak, aku tidak pernah melakukan apa yang kamu tuduhkan.'' hardik Ardiyan dengan wajah merah padam menahan amarah.''Kenapa Mas, kenapa kamu mau enaknya saja? Kenapa tidak mau bertanggung jawab, ini anak kamu, Mas.''''Aku sudah ber
****"Pah,""Kenapa Fira? Apa kamu bingung menjelaskan semuanya pada Hendra? Biar aku jelaskan, biar aku yang bicara!" Danendra berdiri diambang pintu dengan wajah datar dan dingin."Cukup Pah, aku mohon ja-jangan bilang apa pun sama Hendra. Kamu Ayahnya dia, Pah." ucap Safira terbata sambil mendekati Danendra.Danendra hanya tersenyum sambil menatap tajam wanita yang menatapnya iba."Bayu adalah Ayah kamu, Hendra. Ibu mu menikah denganku setelah ia hamil tiga bulan! Safira sama sekali tidak pernah aku sentuh, sekali pun!" Danendra berkata tegas kepada Hendra dan Safira.Hendra terperangah dengan wajah terkejut dengan bola mata yang membulat. Iya menatap Safira dengan rasa tak percaya.Pandangannya berputar kepada Safira dan Danendra, Iya tak mengerti dengan apa yang terjadi sebenarnya."Ini tidak benar kan Bu, Ini semua tidak benar!" pekik Hendra."Maafkan Ibu, Dra. Maafkan Ibu,""Lalu di mana, Ayahku?" tanya Hendra.Safira menggelengkan kepalanya, Iya tidak tahu harus menjawab apa.