Bagian 37"Cukup, hentikan! Aku pusing mendengar keributan di rumah ini. Mas, cepat bawa wanita itu pergi dari rumah ini. Aku tidak sudi melihat wajahnya. Ayo, Mas," desakku kepada Mas Ilyas."Mas sudah tidak memiliki uang untuk menyewa rumah kontrakan, Sandra. Kartu ATM Mas sedang diblokir. Jujur saja pada Mas, kamu kan yang melakukan itu?" Rupanya Mas Ilyas masih penasaran soal uang di ATM-nya itu."Dan soal rumah itu. Kenapa nama kamu tertera di dalam sertifikat rumah itu? Kamu diam-diam membalik nama rumah itu menjadi atas namamu. Kamu telah menipuku, Sandra. Kenapa kamu melakukannya? Mas benar-benar kecewa padamu!" Tatapan matanya terlihat tajam, menandakan bahwa ia benar-benar marah. "Iya, kamu pantas dilaporkan ke polisi, Sandra. Karena kamu telah melakukan penipuan terhadap Mas Ilyas. Aku sendiri yang akan melaporkanmu," sahut Nia."Nggak salah tuh? Justru kalian yang pantas dilaporkan ke polisi atas tuduhan perzinahan. Kalian berdua telah melakukan perbuatan dosa besar di da
Bagian 38"Bagaimana dengan dirimu sendiri? Apa kamu sudah menjadi wanita yang sempurna? Sampai sekarang, kamu juga belum hamil. Padahal usia pernikahanmu dengan Mas Rian tidak beda jauh dengan kami. Jika kamu memang wanita yang sempurna, pasti kamu sudah melahirkan anak untuk suamimu," sahutku."Itu karena Mas Rian mandul, Sandra. Makanya aku tidak sudi mempertahankan rumah tanggaku dengannya. Oke, aku jujur sekarang. Mas Rian memang tidak pernah selingkuh dan tidak pernah main tangan. Tapi Mas Rian punya kekurangan, dia Mandul! Mana ada wanita yang mau bertahan dengan lelaki mandul seperti dia?" Nia mengarahkan jari telunjuknya ke wajah Mas Rian. Benar-benar tidak punya sopan santun."Kenapa diam, Mas? Benarkan, yang aku katakan? Kamu mandul!" ucap Nia lagi.
Bagian 39Jarum jam menunjukkan pukul dua dini hari saat aku terbangun karena dorongan ingin buang air kecil.Kulihat Mas Ilyas sudah tertidur pulas di atas sofa. Sebelumnya, tadi aku melihat Mas Ilyas sibuk dengan laptopnya. Mungkin ia sedang mengerjakan tugas kantor.Aku beranjak dengan pelan, menuju meja yang berada persis di depan Mas Ilyas. Aku ingin tahu apa yang ada di dalam laptopnya.Ternyata Mas Ilyas sedang mempersiapkan materi untuk bahan presentasinya besok. Aku mengetahuinya setelah membaca pesan yang ada di ponselnya.Bagus, aku akan melakukan sesuatu terhadap laptopnya.Kejutan besar sedang menantimu, Mas. Inilah puncak dari pembalasanku. ***"Sandra, bangun Sayang, sudah pagi." Mas Ilyas menepuk pelan pipiku, lalu membelai rambutku. "Bangun, Sayang," bisiknya lagi.Sayang? Aku bahkan muak mendengar Mas Ilyas memanggilku dengan sebutan itu."Cuci muka dulu ya, Sayang. Habis itu kita sarapan. Mas sengaja tidak membangunkanmu, soalnya Mas kasihan padamu. Kamu tidurnya p
Bagian 40Akhirnya, mereka berdua berhasil juga aku kerjain. Mas Ilyas bisa dengan gampangnya di bohongi. Nia kemudian berdiri dari tempat duduknya, lalu berjalan menuju dapur sambil sesekali menghentakkan kakinya. Syukurin, emang enak!"Nia, cepat bawakan sarapannya. Aku dan suamiku sudah lapar." Aku berteriak-teriak memanggil nama Nia.Tak lama kemudian, Nia datang dengan membawa apa yang aku perintahkan.Setelah Nia meletakkannya di atas meja, ia kembali menarik kursi dan bergabung bersama kami."Nia, apa-apaan ini? Kamu lupa kalau kamu hanya seorang pembantu? Cepat berdiri, atau aku akan melakukan sesuatu," bentakku saat Nia menjatuhkan bobotnya di atas kursi."Tugasku 'kan sudah selesai, Sandra. Aku lapar dan ingin sarapan bersama kalian, masa nggak boleh sih?""Nggak boleh, pembantu sarapannya di dapur, bukan di sini. Kalau kamu lapar, kamu boleh sarapan sekarang. Setelah itu kamu sikat seluruh kamar mandi sampai bersih. Ingat, harus sampai bersih!"Nia kembali menghentakkan ka
Bagian 41"Hancur bagaimana maksudmu, Mas? Apa yang terjadi?" tanya Nia yang tiba-tiba muncul, ia terlihat kebingungan karena tidak tahu apa yang terjadi."Karier Mas sudah hancur, Mas dipecat! Sekarang Mas sudah tidak punya pekerjaan. Semua ini gara-gara Sandra. Sandra telah menghancurkan semuanya!" Mas Ilyas terlihat putus asa, ia memukul-mukul tembok untuk melampiaskan kemarahannya sehingga jari-jari tangannya berdarah."Jangan seperti ini dong, Mas! Sebenarnya apa yang terjadi?" Nia meraih tangan Mas Ilyas, lalu mengelap darahnya dengan tisu. Sok perhatian, membuatku semakin muak."Apa yang kamu lakukan, Sandra? Kenapa Mas Ilyas jadi seperti ini?" Nia kembali bertanya. "Aku hanya melakukan apa yang seharusnya kulakukan. Itu saja," jawabku singkat. "Memangnya kenapa?""Kamu benar-benar keterlaluan, Sandra! Kamu telah menjual rumah secara diam-diam. Dan Mas yakin bahwa kamu juga yang sudah mengambil semua uang yang ada di ATM milik Mas. Mas tahu semuanya tapi Mas tidak mempermasala
Bagian 42"Sandra, dendam telah merubahmu menjadi wanita yang gila harta. Kamu sudah berubah Sandra. Kamu menghalalkan segala cara untuk mencapai tujuanmu, Mas kecewa padamu!" "Aku tidak peduli. Inilah balasan atas pengkhianatan yang kalian lakukan. Aku sudah mengambil semuanya darimu, Mas. Sekarang kamu sudah menjadi miskin dan kariermu juga sudah hancur. Aku puas, Mas, benar-benar puas!""Kamu benar-benar jahat, Sandra. Licik," ucap Mas Ilyas lagi.Aku tersenyum penuh kemenangan saat melihat lelaki yang telah mengkhianatiku itu sudah tidak punya apa-apa. Rasakan kamu, Mas! "Nia, ambillah Mas Ilyas untukmu. Aku tidak membutuhkannya lagi karena aku sudah membuatnya bangkrut. Sekarang, lakukanlah apa yang kalian inginkan. Kalau kalian mau menikah juga silakan, aku sudah tak peduli!""Dasar licik! Setelah kamu berhasil mengambil seluruh harta Mas Ilyas, lalu kamu mengusir kami. Dasar wanita berhati iblis," tukas Nia. Ia tidak sadar bahwa dirinyalah yang lebih pantas disebut sebagai wa
Bagian 43Entah dari mana Sandra mendapatkan rekaman video itu. Yang jelas, apa yang sudah dilakukan Sandra sudah melampaui batas. Aku tahu ia marah dan kecewa, tapi tidak seharusnya Sandra menghancurkan karier suaminya sendiri."Pak Ilyas ditunggu di ruangan Pak Direktur sekarang," ucap salah seorang staf kantor yang datang menemuiku di ruangan meeting. Ya, tinggal aku sendiri yang masih berada di dalam ruangan, meratapi apa yang telah terjadi.Jantungku terasa mau copot saat berada di depan ruangan Pak Direktur. Apa yang akan ia lakukan terhadapku? Apa aku akan dipecat? Berbagai pertanyaan menari-nari di dalam benakku, membuat kepalaku semakin pusing.Lima menit sudah aku berdiri di depan ruangan Pak Direktur, tidak berani mengetuk pintu. Hingga akhirnya aku pun memberanikan diri untuk memenuhi panggilan Pak Direktur. Aku harus siap dengan segala kemungkinan yang akan terjadi.Tok tok tok!Akhirnya aku memberanikan diri mengetuk pintu ruangan Pak Direktur."Silakan masuk." Terdengar
Bagian 44"Mas, aku minta putuskan sekarang juga. Jika Mas tidak mau menceraikanku, aku akan melaporkan kalian berdua." Sandra mengancam sekaligus menantangku."Sandra, bukan ini yang Mas inginkan. Mas tidak apa-apa kehilangan semua harta yang Mas miliki. Masalah rumah, Mas masih bisa tinggal di rumah peninggalan orang tuanya Mas. Tapi satu hal yang perlu kamu ketahui, Mas mencintaimu, Sandra. Mas tidak mau kehilanganmu," ucapku pada Sandra. Jujur, aku tidak rela dan tidak mau berpisah darinya."Cukup, Mas. Mas tidak pernah mencintaiku. Mas hanya kasihan padaku. Aku sudah tahu semuanya. Sekarang silakan pilih salah satu, cerai atau masuk penjara?" Sandra kembali mengancamku.Apa yang harus kulakukan? Jika aku tidak mau menceraikannya, maka Sandra akan melaporkanku dan juga Nia ke polisi. Tapi jika aku menceraikannya, aku masih belum rela kehilangan Sandra.Bagaimana ini? Mana yang harus kupilih? Sungguh, aku pilihan ini terlalu sulit. Bagaikan buah simalakama.Akhirnya, aku memberanik