Pak David menepuk pundak sebelah putranya seolah menstransfer seluruh tanggung jawab di perusahaan. "Papa harus pergi sekarang. Client Papa sudah menunggu. Papa yakin kau bisa, Jer."
Jerico hanya membalasnya dengan anggukkan kepala. "Semuanya bisa keluar ruangan dan kembali bekerja kecuali sekretaris," ucap Jerico setelah Pak David keluar ruangan.Selepas ruangan sepi dan tinggallah mereka berdua, Jerico menutup pintu serta jendela kaca yang menembus keluar. Greta masih diam di kursi dan berusaha untuk tetap tenang.Perlahan langkah Jerico mendekat seraya melepas jas kemudian menggulung kemeja putihnya sampai lengan. Greta masih berpikir positif jika atasannya itu ingin memberikan arahan dan penjelasan mengenai pekerjaan.Tubuh Greta kini berada dalam kungkungan Jerico. Wajah lelaki itu semakin dekat dengan wajah Greta, membuatnya bergidik ngeri. Mata Greta terpejam."Kau tidak ingat denganku?" bisik Jerico. Suaranya terdengar berat, serak, dan seksi.Sentuhan napas hangat Jerico di telinga Greta, semakin membuat perempuan itu tidak nyaman. Alih-alih enggan menyingkir, Greta mendorong dada lelaki itu lantas berdiri dari kursi."Aku ingat! Maaf sebelumnya atas kejadian di mini market beberapa hari yang lalu," ucap Greta sambil membungkukkan tubuhnya. "Aku tidak tahu kalau kau ternyata CEO di perusahaan ini."Jerico mundur selangkah. "Hanya itu?" Dia tersenyum miring.Greta menatap atasannya itu dengan aneh. "Maksud Bapak? Aku baru bertemu dua kali dan mengenal Bapak hari ini."Alis Jerico saling bertautan. Bukan jawaban itu yang dia maksud. Dia bingung. Perempuan di hadapannya seperti orang asing."Baiklah. Kau bisa kembali bekerja sekarang."Sepeninggal Greta dari ruangan, Jerico masih tidak habis pikir. Perempuan itu sama sekali tidak mengingatnya. Satu tahun lebih dia mencari keberadaan Greta hingga hampir gila. Namun setelah ada di hadapannya, perempuan itu justru berubah.Jerico tidak akan tinggal diam. Dia harus mencari tahu apa yang sebenarnya terjadi dengan Greta selama satu tahun ke belakang.***"Ayo, makan siang! Kau kerja terus apa tidak lelah?" Mega menarik sebelah tangan Greta yang masih berkutat dengan keyboardnya.Greta terkekeh. "Iya sebentar lagi, oke."Rekan kerja Greta lainnya pun datang. "Engga baik kerja terlalu diforsir." Dia membereskan dokumen di meja Greta lantas mengklik save pada keyboard."Lagi pula aku dan Satria mau ngerayain hari jadi kita berdua," ucap Mega dengan antusias. "Kita traktir, Ta.""Jadi, kalian udah resmi pacaran?" Pertanyaan Greta diberi anggukkan oleh keduanya. "Kalau begitu kalian wajib traktir makan. Ayo!"Greta berjalan lebih dulu. Sementara Mega dan Satria saling bertatapan lalu tertawa. Keduanya pun langsung menyusul Greta. Di samping itu, tidak ada yang tahu sejak tadi ada yang memperhatikan mereka."Omong-omong, apa yang kalian bicarakan tadi?" Greta langsung mengerti arah pertanyaan Mega ke mana. Saat itu juga ketiganya sudah berada di restauran dan menunggu pesanan mereka tiba.Sebelum bicara, Greta mengatur napasnya lebih dulu. "Kalian harus tahu kalau ternyata Pak Jerico adalah lelaki yang bertengkar denganku di mini market beberapa hari yang lalu.""Apa?" Dua sejoli itu berkata secara bersamaan. "Terus-terus?" Mega penasaran kelanjutannya."Ya ... dia hanya bertanya apa aku mengenalnya atau tidak.""Aneh sekali. Lalu, apa yang dia katakan?" Satria juga ikut penasaran sebab dia merasa aneh dengan atasannya itu."Dia bilang bukan pertemuan di mini market yang dimaksud. Sejujurnya aku bingung kenapa dia bertanya soal itu.""Jangan-jangan Pak Jerico bagian dari masa lalumu, Ta." Mega menduga-duga walau sebenarnya tidak yakin.Greta geleng-geleng kepala sembari tersenyum. "Mana mungkin, Meg! Kau ada-ada saja.""Aku hanya menebak." Tiba-tiba kedua mata Mega menangkap seseorang yang baru saja masuk ke dalam restauran. "Eh, ada Pak Jerico."Seluruh pasang mata yang berada di meja itu memandang lelaki yang dimaksud Mega tadi. Bersamaan itu pula, makanan yang mereka pesan datang, dan sedang ditata di atas meja oleh pelayan."Ayo, kita makan," ucap Mega dengan gembira.Namun, Jerico tiba-tiba saja menghampiri meja mereka, sampai-sampai ketiganya terkejut. Bahkan piring yang Mega pegang nyaris saja terjatuh kalau Satria tidak menangkapnya. Sedangkan Greta tersedak minumannya sendiri."Boleh aku bergabung bersama kalian?" Jerico mengambil tempat kosong di samping Greta."Eh? Boleh, Pak. Silakan!" kata Mega kikuk.Melihat ketiga karyawannya diam dan terbengong, Jerico membuka suaranya lagi. "Ayo lanjut makan! Atau mau pesan makanan lainnya lagi? Tenang saja, aku yang traktir semua.""Tidak perlu, Pak. Ini saja sudah cukup." Akhirnya Greta angkat bicara.Bukan hanya Greta yang merasakan risih akan kehadiran Jerico, Mega dan Satria juga. Suasana mendadak hening meski mereka sudah memakan makanan yang telah dihidangkan. Tak ada obrolan ataupun candaan seperti biasanya."Aku dengar, kalian berdua sudah resmi pacaran?" Jerico tak segan bertanya langsung sembari menunjuk sepasang kekasih di hadapannya.Lagi-lagi ketiganya terkejut sekaligus heran. Bagaimana bisa Jerico tahu begitu saja hubungan Mega dan Satria jika tanpa sebab. Di lain sisi, Greta menaruh curiga kalau lelaki itu sempat melihat cctv melalui laptop pribadinya. Entahlah."Ah, itu ... kami ...." Mega tergagap karena gugup. Takut jika hubungannya dengan Satria dilarang walau dari awal tidak ada peraturan menjalin kedekatan dengan sesama rekan kerja dalam perjanjian perusahaan."Aku tidak mempermasalahkan karyawanku ada hubungan jika itu yang kalian khawatirkan, asalkan tidak mengganggu pekerjaan." Jerico memberi penjelasan sekaligus pengertian."Syukurlah," ucap Mega dalam hati. Dia bernapas lega."Selamat buat kalian. Semoga aku bisa menyusul dengan Greta." Mendengar kalimat yang dilontarkan Jerico barusan, Greta menatap lelaki itu sinis.Jerico terkekeh. "Aku bercanda. Silakan lanjutkan makan siang kalian. Tenang saja, sudah kubayar semua."
Kepergian Jerico meninggalkan tanda tanya pada ketiga karyawannya. Terutama pada Greta sendiri. Greta yakin ada sesuatu hal yang perlu dia ketahui soal Jerico. Entah apa benar Jerico adalah bagian dari masa lalunya atau bukan, sebab lelaki itu memperlakukannya sangat dekat."Jangan-jangan, Pak Jerico adalah kekasihmu? Atau suamimu?" kata Mega asal membuat Greta memalingkan pandangannya."K-kau?" Greta terkejut saat seseorang itu berbalik badan. "Koko? Kenapa kau di sini?" Greta menghampiri Jerico di paviliun. "Jadi, Tuan Besar yang dimaksud Rita itu, kau?""Memangnya kenapa? Kau tidak suka aku berada di sini? atau kau mengharapkan orang lain?" Jerico berkata dengan dingin.Greta menggeleng cepat. "Bukan begitu. Aku justru lega kalau Tuan Besar itu adalah kau. Aku benar-benar ketakutan. Aku takut jika ternyata Marko menjualku pada lelaki hidung belang."Jerico menarik Greta ke dalam pelukannya. "Aku tidak akan membiarkan itu semua terjadi padamu.""Lalu kenapa kau melakukan ini semua padaku?" ucap Greta manja masih berada dipelukan lelaki itu."Aku melakukannya karena merindukanmu. Kau tidak merindukanku memangnya?" Jerico melepas pelukannya."Tentu saja aku merindukanmu. Kau yang lebih dulu cuek dan tak peduli padaku. Sampai-sampai aku tak menyangka, kau mengenalkan Shena di depan para karyawan." Greta memukul dada Jerico karena kesal."Bukankah, kita telah setuju so
Suara ketukan pintu kamar membuat Greta bangkit dari duduknya. Pintu tersebut akhirnya terbuka. Dia mendapati pelayan itu membawakan sebuah nampan berisi makanan."Makan siangmu sudah siap. Nona harus makan dulu," ucap pelayan seraya memberikan nampan tersebut pada Greta."Aku tidak mau makan," tolak Greta. Dia tidak mengambil nampan itu justru memalingkan wajahnya."Ini perintah. Kalau Nona tidak mau makan, mereka bisa melakukan apa saja padamu." Dua orang bodyguard dengan tubuh kekar masuk ke dalam kamar.Bulu kuduk Greta merinding saat kedua bodyguard itu menatapnya tajam. "Oke, baiklah. Letakan saja itu di nakas. Nanti aku akan memakannya."Pelayan tersebut menuruti perintah Greta. "Kalau Nona tidak memakannya, Nona tahu, kan, akibatnya?"Greta memutar kedua bola matanya jengah. "Iya, aku mengerti.""Baiklah, kami permisi dulu." Baru saja ingin keluar kamar, pelayan itu dicegah Greta lebih dulu."Tunggu! Siapa namamu?" tanya Greta. Dia tahu kalau pelayan itu sebenarnya baik hati d
Mobil yang dikendarai Marko tiba di sebuah rumah mewah. Dia turun lebih dulu dan berbicara pada salah satu bodyguard yang berjaga di sekitaran rumah. Kemudian dia kembali lagi ke mobil serta memerintahkan Greta keluar.Greta tampak kebingungan kenapa lelaki itu membawanya ke sana. Dia pikir Marko mengajaknya bertemu dengan klien, tapi ternyata tidak. Ketakutan yang dia rasakan mulai menjalar ke seluruh tubuhnya. Perasaannya pun tak enak."Aku tidak bisa menemanimu ke dalam," ucap Marko. "Tugasku hanya mengantarkanmu ke tempat ini.""Maksudmu ... kau meninggalkanku sendiri? Di tempat asing ini?" Greta panik. Dia tidak mengerti kenapa Marko mengajaknya ke tempat itu."Maafkan aku, Ta. Tapi kau tak perlu khawatir dan takut, kau hanya perlu menurut dengan perintah mereka semua. Maka kau akan tahu jawabannya.""Sebenarnya ada apa? Kenapa berbelit-belit? Katakan saja langsung ke intinya." Bukannya tenang, Greta semakin panik dengan ucapan Marko."Aku tidak bisa memberitahukanmu. Percayalah,
"Kalau begitu minggu depan kalian akan bertunangan," kata Papa David memberikan keputusan secara sepihak."Apa?" Jerico dan Shena berucap bersamaan."Kenapa? Ada apa?" Papa David heran dengan Jerico dan Shena. Bukankah mereka sudah setuju?"Apa tidak terlalu cepat, Om?" Shena protes dengan keputusan Papa David."Papa tidak ingin menundanya lama-lama lagi. Lebih cepat lebih baik," ucap Papa David dengan tegas. "Papa juga tidak ingin kau berhubungan dengan sekretaris itu lagi."Kedua mata Jerico menatap Papa David dengan tajam. "Papa tahu dari mana aku memiliki hubungan dengan Greta?""Mudah saja bagi Papa untuk mencari tahu. Lagi pula Papa juga sudah menemui dan bicara padanya agar menjauhimu." Papa David menghembuskan napasnya. "Dengar, Jer. Dia tidak pantas untukmu. Dia tidak sebanding dengan keluarga kita.""Papa tidak berhak menilai Greta seperti itu. Meskipun sederhana tapi dia perempuan yang baik dan istimewa," sanggah Jerico. Dia tidak terima jika Papanya merendahkan Greta. "Aku
"Saya ingin memberitahukan informasi kalau ...." Jerico menggantungkan kalimatnya ketika melihat Greta di barisan paling belakang. Jerico berdeham seraya melingkarkan tangannya pada pinggang seseorang di sampingnya. "Kalian bisa melihat perempuan yang bersama saya, dia Shena, calon pendamping saya."Terdengar sorak sorai dari para karyawan. Di antara mereka ada yang memberikan selamat serta mendoakan agar hubungan keduanya langgeng. Bahkan beberapa ada yang tidak suka."Baiklah, itu saja. Silakan kembali ke meja kalian masing-masing," sambung Jerico.Jerico melangkah sembari menggandeng Shena menuju ruangannya. Dia melewati Greta begitu saja tanpa menoleh sedikit pun. Sikap Jerico yang dingin, sangat menyakitkan bagi Greta. Dia paham bahwa ini adalah konsekuensi dari keputusannya. Hubungannya dengan Jerico menjadi meregang."Kau tidak protes dengan Pak Jerico? Dia sudah berani memperkenalkan perempuan itu di hadapan para karyawan. Seharusnya yang berada di sana tadi adalah kau, Ta." M
"Siapa sebenernya perempuan itu?"Penasaran dengan apa yang dilihatnya, Greta memegang knop pintu dan membuka lebar dengan perlahan. Kedua mata Greta membulat kala seorang perempuan asing berada di kamar kekasihnya."Kau siapa?" tanya Greta langsung membuat perempuan itu beranjak dari tempat tidur. "Ada hubungan apa kau dengan Jerico?""Greta? Emmm ... aku Shena." Perempuan yang bernama Shena itu langsung menutup mulutnya. Dia melirik Jerico memberikan tanda bahwa dirinya keceplosan. Dia baru saja diberi tahu jika Greta mengalami amnesia."Kau tahu namaku? Padahal sebelumnya aku belum pernah bertemu dan kenal padamu." Greta menatap Shena heran."Ah, itu ... Jerico memberitahukanku jika dia sebenarnya telah memiliki kekasih bernama Greta. Aku langsung berpikir itu kau." Shena beralasan padahal dulu dia sempat mengenal Greta sebelum amnesia.Greta mengalihkan atensinya pada Jerico yang terbaring di kasur. Lelaki itu memandang ke depan tanpa memedulikan dirinya berada di sana. Sejak tadi
Lagi-lagi hari ini Greta tidak semangat masuk kerja. Padahal hari ini adalah hari senin dan sudah hampir jam makan siang. Entah karena Jerico tidak masuk ke kantor atau karena keputusannya kemarin. Tapi yang jelas, setelah dia mengatakan keputusanya Jerico langsung mendiamkannya hingga pagi tadi."Kau mau ikut makan siang bersama kami, Ta?" Mega telah disusul Satria untuk makan siang bersama."Kalian saja yang pergi. Aku sudah pesan lewat online." Greta sedang malas keluar dari kantor. Terlebih suasana hatinya yang campur aduk."Baiklah kalau gitu kami duluan." Mega dan Satria beranjak pergi dari sana.Sepeninggal Mega dan Satria, bersamaan itu pula seorang resepsionis datang ke meja Greta dengan membawa makanan yang dia pesan secara online. Dia mengucap terima kasih sebelum akhirnya resepsionis itu pergi."Biar bagaimanapun aku harus tetap makan," ucap Greta dalam hati. Dia memasukan makanannya ke dalam mulut.Greta akui tanpa kehadiran Jerico di kantor, suasana menjadi sepi. Tak ada
Greta mendorong troli menuju rak berisi sayuran ketika tiba di All Fresh. Sedangkan Jerico mengikuti saja kemana perempuan itu melangkah. Beberapa sayuran seperti wortel, kubis, kangkung, kacang panjang, bayam, dan lainnya dia pindahkan ke troli.Setelah itu Greta berpindah pada buah-buahan. Sekilas dia mengamati gerak-gerik Jerico yang gelisah. Lagi-lagi lelaki itu kelihatan sedang banyak pikiran."Kau kenapa? Ada yang mengganggu pikiranmu?" Greta menegur Jerico dengan pertanyaan."Tidak. Hanya saja, tiba-tiba tubuhku terasa enak." Jerico memegang pundaknya yang sakit."Kau sakit, Ko? Kenapa tidak bilang sebelumnya?" Greta merasa bersalah karena tidak menyadari jika kekasihnya itu sakit sejak di apartemen tadi. "Kita pulang saja, ya?"Jerico menggeleng lemas. "Tidak. Kita lanjutkan saja," ucapnya memaksakan diri. Padahal kepalanya mulai ikut sakit."Kesehatanmu lebih penting. Aku tidak ingin terjadi sesuatu padamu, Ko." Greta menarik tangan Jerico dan meninggalkan troli berisi sayura
Greta kembali ke meja saat sebelumnya meminta izin pada Jerico untuk mengangkat telepon. Dia memandang kekasihnya dengan tersenyum. Pasalnya, lelaki itu tengah menghabiskan dua piring sekaligus hingga berkeringat."Sudah makannya?" tanya Greta memastikan. Barangkali memang lelaki itu menginginkan sesuatu lagi.Jerico mengangguk. "Yah, aku sangat kenyang." Dia mengelus perutnya. "Omong-omong siapa yang meneleponmu?""Bukan siapa-siapa. Hanya teman lama," jawab Greta berbohong. Dia tidak ingin Jerico tahu siapa yang menelponnya tadi."Baiklah. Oh, ya aku sudah membayar ini semua. Tapi sebentar, aku mau menurunkan makanan ini dulu."Greta tak bisa untuk tak tertawa. "Oke, oke."***Keesokan harinya, Greta buru-buru menyantap sarapannya. Pagi ini dia sengaja sarapan tanpa menunggu Jerico bangun. Sebab dia sudah ada janji bertemu dengan seseorang.Greta pamit dan memberi pesan pada Flo jika nanti Jerico mencarinya. Dia tidak menghubungi sopir pribadinya melainkan memesan taksi online. Dia