Share

Bab 8 - Bubur Racikan Greta

Hari ini adalah weekend di hari sabtu. Sejak pagi tadi Calvin, Greta, dan Lidya memutuskan untuk lari pagi bersama. Usai berlari berkilo-kilo meter, ketiganya berhenti di sebuah taman untuk beristirahat.

Greta membeli dua botol air mineral, satu untuk dirinya dan satu untuk Calvin. Namun saat dia ingin memberikannya pada lelaki itu, Lidya sudah lebih dulu memberikan minuman pada Calvin.

Greta tersenyum miris lantas meremat satu botol yang dipegangnya. "Bodoh sekali. Aku lupa kalau Calvin telah memiliki Lidya," ucapnya pelan.

"Jangan merasa kalau kau sendirian," ujar seseorang yang tiba-tiba datang dan mengambil satu botol yang dipegang Greta. "Kau punya aku. Aku selalu siap kapan aja jika kau membutuhkanku." Kemudian dia meminumnya.

"Pa-pak Jerico?" Greta mengedip-ngedipkan matanya. "Bapak sedang apa di sini?"

"Bapak lagi. Susah sekali, ya, menyebut namaku?" Jerico mengusap dagunya sembari berpikir. "Kira-kira panggilan apa ya yang cocok untukku?"

"Bapak sedang apa di sini?" tanya Greta lagi karena lelaki itu tidak menjawab pertanyaannya.

"Aku? Tentu saja seperti dirimu, lari pagi." Jerico menarik kedua sudut bibirnya. "Kau patah hati?" Jerico mendekatkan wajahnya pada Greta.

"Ap-apa?" Greta dengan sigap menjauh satu langkah ke belakang. Apa sejelas itu dirinya cemburu melihat kedekatan Calvin dengan Lidya?

"Grey," panggil Calvin. "Sedang apa kau? Kemarilah!"

"Aku harus ke sana sekarang," ucap Greta. Langkahnya terhenti karena Jerico menahan lengannya lebih dulu.

"Ayo, kita pergi bersama."

Greta membuka mulutnya lalu menutupnya kembali. Dia tidak jadi bicara sebab Jerico menggandeng tangannya. Keduanya berjalan mendekati Calvin dan Lidya.

"Kau bersama dia, Grey?" Calvin menunjuk Jerico dengan pandangan tak suka.

"Ah ... tadi kebetulan Jerico lewat sini," kata Greta menjelaskan.

"Jadi, dia kekasihmu yang diceritakan Calvin, Ta?" Lidya mempertanyakan kejelasannya. "Keren sekali."

"Tepat sekali," timpal Jerico. "Kami baru beberapa hari pacaran. Iya, kan, Ta?"

"Eh? I-iya tentu saja." Greta enggan bicara panjang lebar.

"Bagaimana kalau kita cari sarapan?" ajak Lidya. Perutnya sejak tadi tidak dapat diajak kompromi.

"Ide yang bagus. Aku juga sudah sangat lapar." Calvin memegangi perutnya yang rata.

"Kami berdua ikut kalian saja." Jerico langsung menyambar. "Aku yang traktir."

"Oh, tidak perlu. Kami bisa membayarnya sendiri," tolak Calvin mentah-mentah.

"Tidak apa-apa. Hitung-hitung untuk perayaan hari jadi kami berdua." Jerico menatap Greta sambil tersenyum.

"Sudah stop!" Greta pusing karena keduanya selalu bertengkar. "Lebih baik kita pergi sekarang."

Mereka berempat pun berjalan mencari pedagang makanan di sepanjang pinggiran taman. Biasanya banyak yang berjualan macam-macam. Akan tetapi, hari ini entahlah jalanan seolah bersih dari pedagang kaki lima.

"Kita makan bubur ayam di sana saja." Calvin menunjuk pedagang bubur ayam di seberang jalan. "Aku dengar-dengar rasanya enak."

Mereka setuju karena tak ada lagi pedagang yang berjualan. Calvin yang memesan sedangkan yang lainnya menunggu di meja yang telah disediakan.

Greta memandang Jerico yang sedang sibuk dengan ponselnya. Dia khawatir jika lelaki itu tidak bisa makan di pinggir jalan seperti ini. Karena biasanya, orang kaya selalu pergi ke cafe ataupun restauran terkenal.

"Kenapa kau memandangiku terus?" Jerico memasukkan ponselnya ke dalam saku lalu memandang balik Greta.

"Aku? Memandangimu? Yang benar saja." Greta terkekeh. Dia memalingkan wajahnya ke arah lain.

"Akui saja kalau kau menyukaiku, kan?"

Greta berdecak. "Percaya diri sekali."

"Pesanan dataaaang," seru Calvin seraya membawa nampan berisi empat mangkuk bubur ayam.

Greta mengambil satu untuk Jerico dan satu lagi untuk dirinya sendiri. Dia mulai mencampurkan buburnya dengan beberapa sendok sambal lalu mengaduknya. Sementara Jerico, menatap buburnya dengan tatapan yang sulit diartikan.

"Ingin coba punyaku?" Greta menawarkan diri pada Jerico. Greta menyodorkan sesendok bubur yang sudah dia racik sendiri di depan lelaki itu. "Ini enak sekali."

Dengan ragu, Jerico membuka mulut dan memakannya. Kedua mata Jerico melebar serta tersenyum. "Waaahh ... enak sekali." Dia mengambil mangkuk milik Greta lantas menukar dengan mangkuk miliknya.

Entah kenapa Greta tersenyum melihat Jerico bisa makan dengan lahap. Kalau dipikir-pikir, ternyata Jerico tidak semenyebalkan itu. Lelaki itu kadang perhatian dan peduli pada Greta.

"Sweet banget ya kalian. Bikin iri aja deh," ujar Lidya yang sejak tadi diam-diam memperhatikan Greta dan Jerico.

"Biasa saja," sahut Calvin. Dia kembali menyendokan buburnya ke dalam mulut.

"Kau cemburu?" Celutuk Jerico dengan sinis.

"Cemburu? Mana mungkin. Aku dan Greta hanya sahabat tidak lebih. Lagi pula aku sudah memiliki Lidya."

"Sudah, sudah. Kalian ini selalu ribut terus." Greta lagi-lagi pusing. Bayangan-bayangan samar itu muncul kembali. Kali ini dirinya berada di pinggir jalan sambil menunggu makanan datang. "Awww ... sakit sekali kepalaku," rintih Greta sambil memegangi kepalanya.

"Kenapa, Ta?" Lidya menyadarinya lebih dulu.

"Aku akan membawanya ke rumah sakit." Dengan sigap Jerico menggendong Greta dan membawanya pergi dari sana.

"Hey, kau!" Calvin berteriak karena Greta langsung dibawa pergi begitu saja oleh Jerico. "Benar-benar pria brengsek!"

"Aku perhatikan kenapa kau sangat marah?" Lidya heran dengan kekasihnya itu. "Apa kau jatuh cinta dengan Greta?"

Komen (1)
goodnovel comment avatar
Aprilia Choi
double date nih
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status