Irina mengerjapkan matanya perlahan, kepalanya terus menerus berdenyut nyeri. Sesekali ia meringis sembari menyesuaikan Indra pengelihatan nya sebelum ia telah sadar sepenuhnya.
"Duchess anda sudah sadar? Syukurlah ya Tuhan! Apakah tubuh anda masih sakit?" tanya seorang wanita sembari memegang tangan Irina
Irina pun mengerenyit bingung sembari menatap wanita yang berada di sampingnya itu, ia masih belum bisa mencerna apa yang terjadi karena kepalanya masih sangat pusing. Irina pun kembali menutup matanya sejenak dan kembali membuka nya, kenapa plafon yang berada di atasnya terlihat sangat kuno?
Namun tak dapat dipungkiri itu sangat cantik dengan ornamen yang menghiasi nya, tapi tunggu!! Bukankah ia mengalami kecelakaan ketika pulang dari panti asuhan? Bukankah seharusnya ia sudah mati? Namun kenapa dia masih hidup? Apakah ia selamat dari maut?
Jika ia selamat pasti ia dirawat di rumah sakit, namun ruangan ini tidak sama sekali menyerupai rumah sakit. Irina pun mencoba duduk dan melihat sekeliling nya, ia merasa aneh dengan apa yang ia lihat, ini terasa asing.
Irina mengalihkan pandangannya kepada wanita yang berada di hadapannya itu
"Apa kau seorang perawat? Apakah seragam perawat sudah berubah modelnya menjadi gaun kuno?" tanya Irina
"Maaf Duchess saya bukan perawat, saya pelayan pribadi anda" jawabnya dengan wajah menunduk
"Pelayan pribadi? Aku tidak punya pelayan pribadi tau!"
Mendengar jawaban Irina, wanita itu pun segera bersujud dihadapan nya.
"Mohon ampun Duchess jika saya telah melakukan kesalahan tolong hukum saya! Namun jangan anda mengatakan jika anda tidak membutuhkan saya" ucapnya sembari menangis histeris.
Irina pun gelagapan melihatnya, apa-apaan ini? Kenapa perawat ini bertingkah aneh
"Hey apa yang kau lakukan? Cepat berdiri! Aku tidak pernah mengatakan jika aku tidak membutuhkan mu,"
Wanita itupun menggeleng dan masih dengan posisi nya.
"Tidak Duchess, dengan anda mengakui tidak memiliki seorang pelayan itu sudah menunjukkan jika anda tidak membutuhkan saya."
Irina semakin pening melihat kelakuan aneh dari wanita yang berada di hadapannya ini.
"Ku bilang bangun! Daripada kau bersujud seperti itu dan memanggil ku dengan panggilan yang aneh lebih baik kau panggilkan orang tua ku untuk datang kesini dan bilang kepada mereka jika aku sudah sadar!" ucap Irina sembari kembali merebahkan tubuhnya
Irina tidak melihat pergerakan dari wanita itu, ia hanya diam setelah Irina menyuruhnya berdiri.
"Kenapa kau diam? Cepat pergi!"
"Maaf Duchess apakah karena anda tenggelam di sungai anda mengalami hilang ingatan? Apakah kepala anda terbentur terlalu keras oleh batu?" Tanya wanita itu dengan raut paniknya
Tenggelam? Hal konyol apa yang dibicarakan wanita ini? Irina pandai dalam berenang jadi tidak mungkin ia tenggelam kecuali ia mengalami kram dan bisa saja ia hanyut di sungai namun, bukankah ia mengalami kecelakaan mobil sebelumnya? Bukan tenggelam di sungai.
"Bagaimana bisa aku tenggelam sedangkan aku handal dalam berenang? Tolong jangan bicara yang aneh lagi sekarang cepat pergi panggilkan orang tua ku!" Perintah Irina kesal, tak tau saja jika ia sudah sangat ingin bertemu dengan orang tuanya itu dan ingin memeluk nya karena ia lega ia bisa selamat dari kecelakaan maut itu
"Orang tua anda sudah meninggal 2 tahun yang lalu Duchess."
Irina yang mendengar itu pun langsung bangkit dan mencengangkan kerah baju wanita tersebut
"Jaga bicara mu! Apa-apaan kau mengatakan hal yang konyol seperti itu di hadapan ku? Sudah cukup kau mengoceh hal yang aneh sedari tadi dan sudahi main-main mu!!"
Irina tidak habis pikir dengan wanita ini, mengapa ia lancang sekali mengatakan orang tuanya sudah meninggal.
Saat Irina kembali ingin menyuruh pelayan tersebut tiba-tiba pintu kamarnya terbuka dan memperlihatkan dua bocah berbeda jenis itu memasuki kamarnya dengan wajah yang kusut dan seperti habis menangis.
Dua bocah itu pun berlari menghampiri nya dan memeluk kakinya sembari memanggil nya ibu dan menangis dengan kencang. Tunggu!! Apa? Ibu? Apa lagi ini?
Irina mundur hingga punggungnya terbentur kepala ranjang, ia benar-benar bingung dengan apa yang terjadi. Tiba-tiba ia merasakan pusing menderanya lagi, saat ia menyugar rambutnya ia melihat warna rambutnya berwarna coklat sedangkan Irina memiliki warna rambut blonde. Ini aneh kapan ia mewarnai rambutnya? Irina semakin bingung.
Irina pun berjalan menuju meja rias yang berada di kamar itu dan melihat ke arah cermin. Disana ia melihat wajah yang begitu cantik, rambut coklat dengan bola mata biru dan kulit putih pualam dengan dihiasi oleh bibir ranumnya.
Irina tertegun melihat wajah yang berada di hadapannya itu, jelas-jelas ini bukan dia lalu siapa?. Irina pun menepuk pipinya berkali-kali berharap jika hal gila yang telah di hadapinya ini hanyalah sebuah mimpi dan ia ingin segera bangun dari mimpinya.
"Duchess kenapa anda menampar pipi Anda? Bagaimana jika nanti itu berbekas? Tolong berhenti!" Ucap wanita tersebut sambil berlari ke arah Irina dan menghentikan nya
"Lepas! Lepas kan aku!" ucap Irina histeris.
Kedua bocah itupun menangis melihat sang ibu yang tidak berhenti menampar pipinya, hingga Irina pun kembali merasakan sakit di kepalanya hingga ia ambruk tak sadarkan diri.
Felix dan Christof bersimpuh di hadapan sang raja dengan wajah babak belur. Seperti nya keduanya mendapatkan luka baru karena di beberapa sudut terlihat luka lain namun sudah mengeringRaja bersama para menterinya duduk tenang setelah sebelumnya dikejutkan dengan bukti korupsi dari Baron Quill, meski beberapa menteri kerajaan ada yang bersikap biasa-biasa saja karena sudah mengira suatu saat kejadian itu akan terjadi, mengingat hampir seluruh orang tahu jika Baron Quill berhasil menjabat sebagai anggota menteri karena bantuan dari AlexanderTak lama kemudian Alexander datang bersama Rosella, pria itu menyeret Rosella dengan mendorong kepala wanita itu. Rosella dalam keadaan menangis pasrah begitu Alexander menghempaskan tubuhnya agar ikut bersimpuh seperti kedua pria itu.Verona dengan wajah datarnya menatap para pelaku yang menjadi dalang di balik kesakitannya, tak terkecuali matanya menatap kearah Alexander juga"Jadi, apa yang sebenarnya terjadi?" Tanya raja Edward, bingung ketika
Verona mematut dirinya di depan cermin. Dress merah pekat membalut tubuh indahnya, rambutnya cokelat nya ia biarkan tergerai menjuntai, lalu wajahnya dipoles sedikit riasan sebagai penyempurna penampilan nya pagi ini.Tak terasa sudah tiba hari dimana Verona akan menyelesaikan masalah yang membelenggunya. Verona berharap, setelah hari ini tidak ada lagi kekhwatiran yang akan menggangu hidupnya lagi, Verona saat ini hanya ingin hidup tenang bersama kedua anaknya.Verona memantapkan hati pada pilihan nya. Tidak ada lagi alasannya untuk mundur, Verona sudah terlalu takut untuk menoleh kebelakang lagi, takut pada keputusannya yang bisa berubah kapan saja. Sekali lagi Verona menatap pantulannya, berbicara pada dirinya sendiri kalau apa yang ia pilih adalah jalan terbaik bagi hidup nya.Verona berbalik begitu seseorang masuk kedalam kamarnya"Semuanya sudah siap, Duchess" kata Jarvis"Kalau begitu kita berangkat sekarang"Verona bersama rombongannya pergi menuju halaman rumahnya, sebelum it
Mata itu terbuka seiring ringisan keluar dari bibir keringnya. Kepalanya sakit, tak kalah dengan fisik dan batinnya. Rosella secara perlahan bangkit untuk mendudukkan dirinya, berusaha sekuat tenaga bersandar pada tembok dingin di belakang nya.Rasa perih dirasakan nya saat punggung yang penuh dengan luka cambukan itu menyentuh tembok kasar di belakang. Rosella kembali meringis, tubuhnya benar-benar remuk redam oleh Felix. Rosella mengumpati pria itu di dalam hatinya, Rosella akan memberi Felix pelajaran jika ia berhasil keluar dari tempat ini. Ia akan memberikan rasa sakit yang berkali lipat kepada Felix karena telah berani menyiksa seorang Duchess seperti dirinya, oh tak lupa ia harus membuat perhitungan kepada anak kurang ajarnya itu karena membeberkan rahasianya kepada Felix.Karena sibuk dengan isi kepalanya sendiri, Rosella tidak menyadari kehadiran orang lain di ruangan ini. Tubuhnya terhenyak begitu suara dingin yang amat Rosella kenali mengalun"Sudah sadar...?" Alexander ma
Verona sedang sarapan bersama dengan kedua anaknya, tak lupa beberapa pelayan dan pengawal pribadinya ikut duduk di meja makan bersama nya. Semenjak kepindahan Verona, Verona memberi perintah jika mereka harus makan bersama kalau bisa menyempatkan waktu. Verona merasa tak keberatan harus berada di meja yang sama dengan bawahannya, mereka sudah Verona anggap sebagai teman dan keluarga nya saat ini, tanpa mereka Verona juga tidak memiliki siapa-siapa lagi selain Lucius dan Lily.Tentang Lucius dan Lily. Saat malam dimana Verona menumpahkan kesedihannya kepada Lucius, keesokan harinya kedua anaknya sudah berlaku manis kembali kepadanya, begitupula dengan Verona yang sudah tidak lagi menghindari si kembar.Kesalahpahaman diantara mereka sudah diluruskan, ternyata yang membuat si kembar menangis kala itu adalah karena mereka takut dan berpikir ketika melihat Verona menangis, ibunya itu akan kembali terluka kemudian berubah seperti dahulu seperti saat ibunya bertengkar dengan ayahnya. Bukan
Verona dengan langkah pelan berjalan menuju kamarnya. Kamarnya terletak bersebelahan dengan si kembar, mencoba membuka pintu sepelan mungkin agar tidur mereka berdua tak terganggu dengan suara tersebut, namun suara panggilan menyapa rungunyaTangan Verona masih berada pada gagang pintu kamarnya, badannya enggan menoleh ke asal suara"Ibu..." Panggil Lucius sekali lagiVerona menarik nafas sebelum berbalik menghadap putranya, Verona dengan sekuat tenaga menghalau air matanya. Verona tak sanggup setiap melihat wajah Lucius dan Lily, rasa bersalah menggerogotinya ketika mengingat bagaimana si kembar menangis kala itu"Apa Lucius butuh sesuatu?" Tanya Verona pelan, matanya melirik ke sebelahnya dimana Verona dapat melihat Lily yang tengah terlelap dari celah pintu yang terbukaLucius memandang lamat wajah ibunya yang selama ini jarang ia lihat. Lucius merasa bahwa ibunya tengah menghindarinya dan Lily, Lucius bertanya-tanya apakah dirinya melakukan kesalahan sehingga ibunya tidak mau lagi
Rosella tengah berjalan pulang menuju kediamannya. Ia baru saja selesai berbelanja di pusat perbelanjaan, Berta dan beberapa pelayan di belakangnya setia mengikutinya dengan barang belanjaan di kedua tangan merekaSaat ingin menaiki kereta kudanya tiba-tiba sang kusir mengatakan jika roda kereta menghilang, dan terpaksa Rosella harus menunggu sang kusir pergi untuk membeli roda kereta, Rosella sangat kesal, kenapa juga harus ada kejadian yang merusak harinya lagi.Ditengah kegiatan menunggu kusirnya kembali, Rosella di datangi oleh seseorang kemudian memberikannya sebuah surat. Rosella menerima dan langsung membacanya, ia menghela nafas bosan sejenak kemudian merobek surat tersebutFelix, pria itu tak henti-hentinya mengiriminya surat. Meminta nya datang untuk menemuinya karena alasan merindukannya, Rosella tentu tidak punya waktu untuk meladeni pria itu, masih banyak pekerjaan yang harus ia lakukan daripada harus mengunjungi pria yang sudah tidak berguna lagi baginya. Saat ini Rosell