Share

Membebaskan Diri Dari Perbudakan Suami dan Anak
Membebaskan Diri Dari Perbudakan Suami dan Anak
Author: Arlina Khoman

Bab 1

Author: Arlina Khoman
Pada hari ketika memutuskan untuk bercerai, Jovita Tantono nyaris kehilangan nyawanya dalam kebakaran di taman kanak-kanak.

Demi menyelamatkan putranya, Arfan Wibisono, dia mengerahkan seluruh tenaganya untuk mendorongnya keluar dari bahaya, sementara dirinya sendiri tertimpa rak buku yang ambruk dan hampir kehilangan nyawa.

Namun, anak kandung yang dia selamatkan dengan sekuat tenaga itu sama sekali tidak peduli dengan nasibnya. Sebaliknya, dia malah sibuk memikirkan wanita lain yang berada di dekatnya.

"Bibi, kamu nggak apa-apa, 'kan? Jangan bikin Arfan takut. Arfan jadi takut, Bi."

Livia Suharman hanya mengalami luka bakar ringan di tangannya. Namun, dia malah terduduk di lantai dan tampak sangat lemah.

"Bibii nggak apa-apa, Arfan jangan takut."

Dalam ingatannya, Arfan dan ayahnya, Farel Wibisono, memiliki sifat tenang dan tertutup. Namun kini, Arfan malah memeluk Livia sambil menangis sesenggukan, bahkan tubuhnya juga gemetar ketakutan.

Hati Jovita terasa bagai ditusuk pisau. Di detik berikutnya, suaminya, Farel, berlari masuk.

Tatapan Farel hanya melirik Jovita yang terjepit di bawah rak buku sekilas, lalu berlari ke arah Livia dan memeluknya bersama Arfan dengan cemas.

"Arfan! Livia!"

"Ayah, cepat selamatkan Bibi! Bibi luka-luka gara-gara tolong aku."

Farel memeriksa luka mereka berdua dengan panik.

Jovita menyaksikan semuanya, seolah-olah mereka bertiga adalah satu keluarga dan dirinya hanyalah orang asing yang tidak diinginkan. Meskipun dadanya terasa sesak dan sakit, naluri untuk bertahan hidup membuat Jovita bersuara. "Tolong aku, tolong aku ...."

Akhirnya, pandangan ketiga orang itu tertuju padanya.

Jovita melihat dengan jelas bahwa tatapan penuh perhatian suami dan anaknya berubah menjadi dingin ketika melihat dirinya.

"Mama, kondisi Bibi Livia lemah, kita harus selamatkan dia dulu. Mama tunggu sebentar, petugas pemadam kebakaran akan segera datang."

"Livia nolong Arfan, aku nggak bisa diam saja. Ayo kita pergi, Livia."

Setelah berkata demikian, Farel menggendong Livia, sementara Arfan menarik ujung bajunya dan ketiganya berbalik hendak pergi.

"Jangan begitu. Ini bahaya sekali, tolong selamatkan dia juga," ucap Livia dengan wajah cemas.

Namun, Farel dan Arfan sama sekali tidak menoleh.

"Dia akan baik-baik saja."

"Iya nih, Bi. Dia biasanya sehat dan kuat, cuma suka pura-pura sakit. Mana mungkin kenapa-kenapa? Sebentar lagi petugas pemadam kebakaran juga akan datang." Setelah berkata demikian, Farel membawa keduanya keluar.

Api semakin membesar dan melahap seluruh taman kanak-kanak dengan cepat. Jovita memandangi punggung ketiganya yang menjauh dengan tatapan kosong. Hatinya seolah-olah jatuh ke jurang terdalam.

Inikah anak yang dia kandung selama sembilan bulan lebih dan rela mengorbankan nyawa untuk menyelamatkannya? Inikah suami yang dia cintai selama delapan tahun dan terus dirindukan?

Dua orang yang paling dekat dengannya, meninggalkannya begitu saja demi seorang wanita yang tidak ada hubungannya sama sekali dan membiarkannya terkurung sendirian di tengah kobaran api?

Jovita bahkan tidak bisa menangis. Entah karena panas api yang membakar tubuhnya atau karena hatinya yang sudah benar-benar hancur. Saat itu, dia hanya merasa bahwa hidupnya selama ini seperti sebuah lelucon. Tanpa sadar, dia tertawa sinis.

Pandangan matanya kembali buram. Asap hitam yang pekat membuatnya sulit bernapas. Saat menutup matanya sekali lagi, Jovita hanya memiliki satu pemikiran. Jika dia bisa keluar dari sini dengan selamat, dia tidak akan lagi membiarkan dirinya menjadi lelucon.

Entah berapa lama kemudian, Jovita terlelap dalam mimpi panjang. Dalam mimpinya, dia seolah-olah menjadi penonton yang menyaksikan seluruh pernikahan yang sangat buruk ini dari sudut pandang orang ketiga.

Saat usia ke-18, Keluarga Tantono dan Keluarga Wibisono menjalin hubungan bisnis dan menetapkan pertunangan. Di hari perayaan kedewasaan Jovita yang ke-18, untuk pertama kalinya dia bertemu dengan Farel.

Waktu itu Farel berusia 22 tahun, baru saja lulus kuliah dan kembali ke rumah untuk mengambil alih bisnis keluarga. Dia penuh semangat dan optimisme.

Begitu melihat Farel untuk pertama kalinya, Jovita tahu bahwa lelaki ini akan menjadi suaminya kelak. Sejak saat itu, gadis muda yang baru mengenal cinta langsung jatuh hati tanpa ragu padanya.

Namun, di hati Farel selalu ada sosok wanita yang dia cintai sedari dulu. Orang itu adalah Livia, anak angkat Keluarga Wibisono. Ibu Livia dan ibu Farel adalah sahabat dekat.

Beberapa tahun lalu, ibu Livia meninggal karena kecelakaan mobil, sehingga Livia dipungut oleh Keluarga Wibisono. Bisa dibilang, dia adalah teman masa kecil Farel dan menjadi kesayangan ibu Farel.

Saat Jovita berusia 20 tahun, Farel berusia 24 tahun. Ketika memeriksa proyek konstruksi di lokasi, Farel tidak sengaja tertimpa material bangunan hingga kakinya terluka parah dan dokter mengatakan kemungkinan besar dia akan cacat seumur hidup.

Di saat itu, Livia memilih untuk pergi ke luar negeri melanjutkan kuliah. Hanya Jovita yang setia mendampinginya di sisi ranjang rumah sakit dan merawatnya dengan penuh perhatian.

Saat itu, Farel benar-benar terpuruk. Jovita berusaha sekuat tenaga untuk menyemangatinya dan mendampinginya menjalani terapi pemulihan, hingga akhirnya Farel pulih seperti sedia kala.

Setelah itu, Farel melamar Jovita. Jovita pun akhirnya menikah dengan pria yang dicintainya dan pada usia 22 tahun, dia melahirkan Arfan.

Jovita masih ingat betul, saat melahirkan Arfan, dia mengalami persalinan yang sulit. Dari yang seharusnya menjalani persalinan pervaginam, berakhir dengan harus melakukan operasi caesar. Namun melihat Farel yang merawat dan menemaninya sepanjang hari, Jovita merasa semua pengorbanannya sepadan.

Jovita sempat berpikir bahwa dirinya akan menjalani kehidupan yang bahagia bersama Farel dan Arfan sebagai keluarga kecil.

Hingga saat Arfan genap satu bulan, Livia kembali ke tanah air. Bagaimanapun, Livia adalah sosok wanita idaman Arfan. Di saat Arfan melihatnya telah kembali, semuanya pun berubah.

Farel mulai bersikap dingin tidak menentu dan sering pulang larut malam. Bisnis Keluarga Tantono mulai mengalami kemerosotan hingga nyaris bangkrut dalam beberapa tahun. Ayah Farel jatuh sakit parah dan meninggal dunia dalam waktu setahun, meninggalkan hanya ibunya, Dona.

Melihat Keluarga Tantono yang mulai kehilangan pengaruh, Dona kemudian membawa Arfan ke rumahnya. Dengan dalih kondisi kesehatan Jovita yang menurun pasca melahirkan dan untuk membantu merawat Arfan, Dona dan Livia mulai mengambil alih pengasuhan anak itu.

Jovita selalu berusaha meyakinkan dirinya bahwa masa lalu Livia sudah berlalu. Bahwa Dona adalah nenek Arfan, dan dia tidak akan memberi pengaruh buruk pada Arfan.

Hingga akhirnya empat tahun kemudian, pada hari ini, Jovita yang bersusah payah mendapat kesempatan untuk menjemput Arfan di taman kanak-kanak, malah harus menyaksikan taman kanak-kanak itu terbakar.

Saat melihat Arfan dan Farel membawa Livia keluar dari kobaran api, Jovita akhirnya menyadari betapa besar kesalahannya selama ini.

Di penghujung mimpinya, api yang menyala-nyala menelan habis dirinya dan membuat Jovita menjerit kesakitan. Tiba-tiba, dia membuka matanya lebar-lebar. Yang terlihat hanyalah langit-langit rumah sakit.

Butuh waktu lama bagi Jovita untuk menenangkan diri. Tidak ada seorang pun di dalam ruang rawat itu. Luka-lukanya sudah diperban dengan rapi dan kaki kanannya telah dipasang gips.

Mungkin karena baru saja bermimpi buruk, baju pasien yang dikenakannya sudah basah kuyup oleh keringat. Setiap kali bernapas, Jovita merasa tenggorokannya terasa perih seperti terbakar.

Dengan susah payah, dia mencoba memanggil seseorang, tetapi tidak ada suara yang keluar. Mungkin karena asap tebal sebelumnya yang mengiritasi tenggorokannya.

Jovita berusaha menopang diri dengan tongkat yang ada di samping tempat tidur. Kemudian, dia turun ke lantai dan berjalan tertatih-tatih menuju meja untuk mengambil segelas air minum. Barulah rasa perih di tenggorokannya sedikit mereda.

Tanpa sadar, dia langsung memikirkan Arfan. Dengan tertatih-tatih, dia mencoba keluar ruangan untuk mencari tahu keadaannya.

Namun baru saja keluar dari ruang rawat, perhatiannya langsung teralih oleh suara riang dari ruang rawat sebelah. Jovita mendekat dan mengintip melalui celah pintu. Dia melihat pemandangan yang begitu jelas di dalam.

Livia berbaring di tempat tidur, Dona duduk di sampingnya sambil mengupas apel, dan Arfan yang duduk manis di sisi Livia sambil memeluknya dengan penuh kasih sayang.

"Bibi, masih sakit nggak?"
Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Membebaskan Diri Dari Perbudakan Suami dan Anak   Bab 100

    Sandra akhirnya lebih tenang.Jovita memanfaatkan waktu untuk keluar ke lorong dan menelepon Santos. "Hari ini aku mau minta izin cuti."Santos tidak langsung menolak. "Masa masih masa magang sudah minta izin cuti ...."Jovita sempat mengira dia kesal dan ingin menjelaskan alasannya, tetapi kemudian merasa urusan keluarga tak perlu terlalu dibuka.Akhirnya, dia hanya menggigit bibir dan berkata, "Aku benaran ada urusan mendesak. Kalau perlu, potong saja gajiku."Santos masih ingat, terakhir kali saat mabuk, Jovita tetap memikirkan gajinya. Sekarang Jovita malah bilang gajinya boleh dipotong. Itu berarti, dia bertemu masalah besar."Oke. Kalau butuh bantuan, langsung telepon aku.""Terima kasih."Setelah menutup telepon, Jovita kembali. Namun, sebelum sempat duduk, pintu ruang operasi telah dibuka.Dokter keluar dari dalam. Sandra dan Jovita buru-buru menghampiri."Dokter, gimana keadaannya?""Ayahku nggak apa-apa, 'kan?"Dokter mengangguk. "Untung dibawa cepat. Kami sudah lakukan opera

  • Membebaskan Diri Dari Perbudakan Suami dan Anak   Bab 99

    Selesai makan, Ario merasa kurang nyaman kalau terus berlama-lama. Jadi, dia bangkit dan bersiap untuk pulang.Sebelum pergi, dia berujar, "Siska, kasih aku nomormu deh. Nanti kamu hitung saja barang-barang yang rusak gara-gara aku, aku pasti ganti."Siska cukup kaget, tetapi tidak menolak. Dia mengeluarkan ponsel dan menambahkan kontak. Saat Ario pergi, Siska menoleh dengan ekspresi bangga ke arah Jovita dan Santos."Bilangin ke Jayden sama Winny, taruhan kemarin aku menang ya. Dia sendiri yang minta nomorku lho!"Santos langsung maju dan menjewernya. "Kamu makin berani ya? Baru beberapa hari sudah bawa cowok nginap, itu pun cowok mabuk. Kalau Ayah tahu, kamu bisa habis."Siska pun mencemberutkan bibirnya. "Kak, aku salah. Tolong jangan bilang ke Ayah. Nanti si pria tua itu patahin kakiku!"Jovita tahu betul, Siska memang sangat takut pada ayahnya. Santos melepaskan tangannya sambil memperingatkan, "Lain kali kalau kejadian begini lagi, aku bakal kasih kamu pelajaran."Siska buru-buru

  • Membebaskan Diri Dari Perbudakan Suami dan Anak   Bab 98

    Siska baru mengangkat telepon setelah cukup lama. Napasnya terengah-engah seperti benar-benar kelelahan.Jovita langsung panik. "Kenapa? Kamu nggak apa-apa, 'kan?"Jangan-jangan habis minum malah kebablasan dan dimanfaatkan orang?Siska menghela napas panjang. "Ada masalah, masalah besar. Kalian cepat ke sini ya."Usai berbicara, Siska langsung menutup telepon. Jovita buru-buru memanggil sopir pengganti bersama Santos, lalu mereka menuju rumah Siska.Jovita tahu kode akses rumahnya. Begitu pintu dibuka, aroma aneh langsung menyergap dari dalam.Detik berikutnya, mereka melihat Ario duduk bersila di lantai, memeluk tempat sampah dengan wajah penuh kesedihan.Sementara itu, Siska duduk di sofa sambil menatapnya dengan ekspresi jijik. Melihat keduanya datang, Siska langsung mencebik dan memeluk Jovita."Vita, aku apes banget! Tempat sampahku itu merek LV. Lihat, jadi kotor setelah dia muntahin!" Selesai berbicara, Siska menunjuk ke arah sofa. "Sofa itu juga diimpor dari luar negeri, kulit

  • Membebaskan Diri Dari Perbudakan Suami dan Anak   Bab 97

    "Dia itu nggak bisa dansa."Melihat Farel kembali mendekat, senyuman di mata Jovita perlahan memudar. Santos bahkan langsung memutar bola matanya."Pantas saja Jovita minta cerai darimu. Ternyata pemahamanmu soal dia bahkan nggak selevel temannya.""Kamu ...!" Farel marah, tetapi masih berusaha menjaga harga diri. Dia pun mendengus dingin dan meneruskan, "Jovita, nggak bisa dansa itu nggak memalukan. Tapi kalau sudah tahu nggak bisa dan masih maksa, itu baru memalukan."Mendengar itu, Jovita mendengus. Sebenarnya, dia bukan orang yang suka bersaing, tetapi omongan Farel itu membuatnya enggan mengalah.Jovita pun mengulurkan tangan, menggenggam tangan Santos, lalu berdiri. Mereka pun menuju ke bagian tengah lantai dansa.Farel hanya bisa melihat dari samping. Wajahnya langsung berubah suram. Jelas-jelas dia ingin Jovita tidak menari, tetapi mulutnya malah terus mengomel, "Sok banget! Nanti malu baru nyesal!"Livia menggigit bibir, menatap Jovita dengan tatapan penuh kebencian. Dia tahu

  • Membebaskan Diri Dari Perbudakan Suami dan Anak   Bab 96

    "Pak Luca mungkin harus kecewa hari ini, karena wanita cantik ini adalah pasangan dansaku malam ini."Jovita menggandeng lengan Santos dengan anggun, lalu memandang Luca dengan tenang. "Benar sekali. Lagian, aku dan Farel sedang dalam proses perceraian, jadi sebentar lagi kami bukan suami istri lagi. Karena Farel bawa pasangan, aku nggak bakal ganggu mereka."Ucapan Jovita seketika membongkar hubungan antara Farel dan Livia di depan umum. Mendengar bahwa mereka tengah mengurus perceraian, hadirin pun mulai ramai berbisik-bisik. Wajah Farel tampak sangat suram."Oh, begitu ya? Kalau bisa berpisah baik-baik, itu juga hal bagus. Kalau begitu, aku nggak akan ikut campur urusan anak muda. Kalian bersenang-senanglah."Luca memang pintar. Sekilas saja dia sudah tahu situasinya. Jika Jovita memang ingin memutuskan hubungan dengan Farel, dia pun tak perlu repot-repot membantu mereka.Di bawah arahan Luca, hadirin akhirnya bubar. Jovita tetap menggandeng lengan Santos, berjalan ke sisi lain ruan

  • Membebaskan Diri Dari Perbudakan Suami dan Anak   Bab 95

    Farel menatap tajam ke arah Santos, seolah-olah ingin mencabik pria itu hidup-hidup.Melihat situasi nyaris meledak menjadi perkelahian, Jovita maju selangkah dan menarik ujung jas Santos.Santos akhirnya melepaskan cengkeramannya. Farel pun terhuyung dan segera ditopang oleh Livia."Kak Farel, aku benaran nggak apa-apa. Kita balik saja yuk ...."Farel masih menatap Jovita dengan mata penuh amarah. "Jovita, kita bahkan belum resmi bercerai, tapi kamu sudah nggak sabar pacaran sama cowok barumu di depan umum. Terus, kamu masih berani tampar Livia? Kamu nggak merasa dirimu murahan?"Santos hendak maju lagi, tetapi Jovita langsung menariknya ke belakang dan berdiri di depannya. "Biar aku yang hadapi. Beberapa hal memang harus kuselesaikan sendiri."Santos terpaksa mundur selangkah, tetapi tetap berjaga di belakang. Jovita menatap Farel dengan dingin, lalu melirik Livia sekilas."Kalian nggak perlu menyalahkan orang lain. Aku dan Pak Santos nggak punya hubungan istimewa. Tapi, kalian? Apa

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status