Pukul dua dini hari, aku terbangun dari tidurku, kepalaku terasa sakit dan pusing. Entah kenapa, sudah dua hari setiap bangun tidur kepalaku pasti sakit, ini tidak seperti biasanya.
Aku terkejut saat mendapati bahwa tubuh Mas Farid ternyata tidak ada di sampingku. Ini kan sudah tengah malam, kemana Mas Farid?
Kupaksakan untuk bangkit, demi mencarinya. Aku turun dari ranjang dengan pelan, tapi tiba-tiba tibuhku terjatuh ke lantai. Rasa sakit di kepalaku semakin menjadi. Aku tidak bisa melawan rasa sakit ini. Akhirnya kuputuskan untuk menunda niatku.
Sudah dua malam ini kepalaku selalu sakit dan aku selalu tidur lebih awal. Tingkah Mas Farid juga semakin mencurigakan, setiap aku terbangun tengah malam, pasti Mas Farid tidak ada. Anehnya saat aku terbangun, Mas Farid sudah berada di atas ranjang, sedang terlelap. Jika kutanya, pasti Mas Farid mengatakan kalau aku hanya bermimpi. Padahal, aku yakin sekali bahwa apa yang kualami benar-benar nyata, bukan mimpi.
Aku yakin, pasti Mas Farid menyembunyikan sesuatu dariku. Pasti ada yang tidak beres. Biasanya aku tidak pernah tidur cepat. Jangan-jangan, Mas Farid mencampurkan sesuatu ke dalam jus buah itu, sehingga aku selalu tidur cepat. Baiklah, aku akan menyelidikinya!
***
Suara adzan subuh menggema di telinga, aku segera turun dari ranjang meskipun kepalaku masih sedikit pusing.
Mas Farid masih terlelap, entah kapan ia kembali ke kamar ini. Aku masih mengingat dengan jelas bahwa semalam Mas Farid tidak berada di sini. Entah kemana ia semalam.
Kubiarkan Mas Farid yang sedang terlelap tanpa mau membangunkannya. Biarkan saja, nanti ia pasti bangun sendiri.
Aku kemudian bergegas ke kamar mandi untuk menyegarkan tubuhku.
Saat melewati dapur, kudapati semuanya sudah rapi, tidak ada lagi sampah yang berserakan. Begitu juga dengan ruang tengah dan ruang tamu, sudah bersih dan rapi.
Aku tidak tahu siapa yang membersihkannya, karena semalam aku tidur terlalu cepat. Sehabis meminum jus yang dibuat oleh Mas Farid, aku langsung tertidur dan tidak tahu hal yang terjadi selanjutnya.
Setelah menyegarkan tubuhku dengan air, aku kemudian mengambil wudhu dan menunaikan sholat subuh.
Seperti biasa, setelah selesai melaksanakan sholat, aku akan merasa jauh lebih tenang. Pikiranku yang tadi sempat kemana-mana, sekarang sudah mulai tenang kembali.
***
Aku membuka kulkas untuk mengambil sayuran, kulihat stok buah yang kubeli beberapa hari yang lalu sudah ludes tak tersisa. Hanya ada sayuran, ikan dan ayam beku di dalamnya.
Pandanganku beralih pada lemari gantung yang terdapat di atas meja kompor. Aku biasa menyimpan mie instan dan juga cemilan di lemari tersebut. Saat kubuka, ternyata isinya juga sudah kosong.
Aku hanya bisa mengelus dada, pasti Rini yang telah menghabiskannya. Padahal, jika Rini lapar, ia bisa memasak ikan atau ayam yang sudah kusiapkan di kulkas, atau mengambil cemilan secukupnya tanpa perlu menghabiskannya. Wanita itu benar-benar membuatku jengkel!
Kuurungkan niatku untuk membuat sarapan pagi ini. Aku memilih untuk duduk di atas kursi meja makan. Merasa kesal dengan kelakuan Rini dan juga Mas Farid. Aku yang capek kerja siang malam, tapi wanita itu yang menikmatinya. Begitu juga dengan Mas Farid, ia juga sudah kelewat batas, sekarang ia lebih mementingkan wanita itu.
Hari ini aku tidak akan memasak dan juga tidak akan mengerjakan pekerjaan rumah lainnya. Aku akan membeli sarapan di luar, Mas Farid juga akan sarapan di luar. Sedangkan Rini, ia kan sudah diberi uang pegangan oleh Mas Farid.
Saat hendak beranjak dari dapur, tanpa sengaja kakiku menginjak sesuatu. Aku mengambilnya dan mengamatinya. Seperti bungkus obat, tapi aku tidak tahu obat apa, soalnya belum pernah melihatnya sebelumnya.
Aku duduk lagi sambil berpikir. Kuambil ponsel dan membuka geogle untuk mencari tahu.
Kuketik nama obat yang tertera di dalam bungkus tersebut, meskipun tulisannya kecil, tapi aku bisa membacanya dengan jelas.
Saat muncul informasi dari geogle, dahiku mengernyit karena bungkus obat yang sedang berada di tanganku itu adalah bungkus obat tidur.
Siapa yang menggunakan obat tidur di rumah ini? Apa jangan-jangan, bungkus obat ini ada kaitannya denganku yang sudah dua malam ini tidur cepat setelah meminum jus buatan Mas Farid? Aku harus menyelidikinya.
Setelah Rini tinggal di rumah ini, banyak sekali kejanggalan-kejanggalan yang kudapati.
Kumasukkan bungkus obat tersebut ke dalam kantong gamis yang kukenakan untuk menyelidikinya lebih lanjut.
Aku menarik nafas dalam, dan menghembuskannya perlahan. Kuulangi lagi beberapa kali sambil beristighfar agar hatiku bisa tenang kembali.
Sepertinya, aku butuh udara segar. Lebih baik aku menyiram bunga di halaman depan agar bisa lebih tenang.
Saat hendak mengambil ember kecil, aku berpapasan dengan Rini di depan kamar mandi. Rini hanya mengenakan handuk di atas lutut, padahal aku sudah mengingatkannya agar tidak memperlihatkan auratnya meskipun berada di dalam rumah.
Lagi-lagi aku kesal dibuatnya, ia mengenakan handuk yang hanya menutupi tubuh bagian atas sampai lutut. Apa seperti itu kelakuannya saat hanya berdua di rumah ini dengan Mas Farid?
"Pagi, Mbak," sapanya dengan sopan.
Aku tidak menjawabnya, mataku tertuju pada lehernya. Ada tanda merah di sana. Persis seperti tanda yang sering diberikan oleh Mas Farid padaku. Siapa yang tidak curiga saat melihat tanda seperti itu di leher seorang janda. Atau jangan-jangan kecurigaanku memang benar?
Bersambung
"Mbak, kok' bengong sih! Rini permisi dulu, mau mandi." Baru berjalan dua langkah, aku menghentikannya, "tunggu! Aku ingin menanyakan sesuatu padamu." Rini berhenti, kemudian berbalik menghadapku. "Ini apa? Kenapa di lehermu ada tanda merah seperti ini?" Jari telunjukku mengarah pada tanda merah di leher Rini. Ia terlihat gelagapan sambil merapikan rambutnya yang terurai untuk menutupi lehernya. "Oh, ini toh, ini bekas kerokan, Mbak! Sebenarnya semalam Rini mau minta tolong sama Mbak Adel buat ngerokin Rini, tapi Mbak Adel nya udah tidur. Jadi ngerok sendiri deh," jawabnya. Aku tidak yakin kalau itu adalah bekas kerokan. Bisa saja ia telah melakukan sesuatu. Apalagi semalam aku ketiduran, jadi tidak bisa mengawasinya. "Rini mandi dulu ya, Mbak, gerah ni," ucapnya sambil mengipas-ngipaskan tangannya pertanda bahwa ia kegerahan. Kemudian berlalu dari hadapanku. Aku tidak bisa mempercayainya begitu saja. Sudah banyak cerita di aplikasi KBM yang kubaca belakangan ini. Ceritanya sa
Bab 9 Kutinggalkan Rinia yang masih berada di ruang makan. Semakin lama, aku semakin muak melihatnya. Lebih baik aku ke klinik dokter Aidil saja. Disana nanti akan kutanyakan tentang bungkus obat yang kutemukan itu. Rumah yang dulu tenang dan penuh kehangatan, sekarang berubah seratus delapan puluh derajat setelah kehadiran Rini. Aku tidak tahu sampai kapan wanita itu menumpang di rumahku. Mas Farid pasti akan marah jika aku mengusir wanita itu secara paksa. Yang jelas, aku sangat keberatan. Bukan karena masalah pengeluaran yang semakin bertambah, tetapi aku khawatir kecurigaanku benar-benar terbukti. Semoga saja tidak. Setelah selesai bersiap, kuambil tas tangan dan juga kunci motor. Sebelum keluar kamar, kupastikan kalau pintu kamar benar-benar terkunci agar Rini tidak bisa memasuki kamarku. Aku tidak suka jika ada orang lain masuk ke dalam kamarku. Saat keluar kamar, tidak kutemukan lagi Rini di ruang makan. Rini memang pemalas. Ia memilih menahan lapar daripada harus memasak. M
Bab 10 Setelah memarkirkan mobil, Mas Rian membantu Bu Sari untuk membawaku ke dalam. Saat hendak memasuki klinik, kami berpapasan dengan Mas Farid dan Rini. Rini berjalan sambil memegangi perutnya, sedangkan Mas Farid memegang pundak Rini, persis seperti suami siaga. Sakit yang kurasakan semakin menjadi setelah menyaksikan pemandangan menyakitkan di depan mataku. Jadi ini alasanmu tidak mau mengangkat telpon dan membalas pesanku, Mas. Ternyata kamu lebih mementingkan wanita itu dari pada istrimu sendiri. Sayangkan kata-kata itu tidak sanggup kulontarkan. Karena tenagaku sudah semakin habis. Mas Farid berlaku begitu saja, tidak mengkhawatirkanku sama sekali. Seolah tidak peduli padaku. Mas Rian dan Bu Sari langsung membawaku ke dalam agar mendapatkan penanganan medis. Setelah membaringkanku di atas kasur khusus pasien, Bu Sari pun pamit karena masih ada urusan lain. Aku hanya menganggukkan kepala saat beliau berpamitan, karena kondisiku semakin lemah. Dokter langsung memerik
Bab 11Setelah dokter pergi, Mama kembali duduk di sampingku. Mama menggenggam tanganku, menatapku dengan rasa kasihan."Kenapa kamu tidak menjaga kandunganmu dengan baik, Nak? Apa sebenarnya yang terjadi? Apa kaitannya keguguran yang kamu alami dengan obat tidur itu, Nak?" Mama terlihat semakin khawatir."Adel tidak tahu kalau ternyata Adel sedang mengandung, Ma. Soal obat tidur itu, sepertinya ada yang sengaja mencampurnya ke minuman Adel, Ma," jelasku pada Mama."Cerita sama Mama, Nak. Sebenarnya apa yang terjadi?" Mama mendesakku. Air mata tak bisa lagi kutahan, mengalir deras dari kelopak mata. Sungguh aku tidak sanggup menceritakan semua ini pada Mama. Takut jadi beban pikiran baginya."Nak, apapun yang terjadi, Mama akan selalu bersamamu. Ceritakan semuanya pada Mama." Mama memperkuat genggaman tangannya, mengisyaratkan bahwa beliau akan selalu ada untukku, apapun yang terjadi.Aku menarik napas dalam, kemudian menghembusnya perlahan. Ya, aku akan menceritakan semuanya pada Ma
Bab 12Terdengar suara pintu terbuka, muncullah sosok seorang lelaki yang sangat kukenal dari balik pintu itu. Ia adalah orang yang sudah mendampingiku selama empat tahun, dan ia juga lah yang telah membuatku kehilangan janinku."Dek!"Mas Farid menghampiriku, mengelus kepalaku kemudian mengecup keningku. Aku membuang muka, masih marah dan benci padanya."Ma!" Mas Farid meraih tangan Mama , tapi Mama menepisnya."Kenapa baru datang sekarang?" tanya Mama ketus."Farid baru pulang dari kantor, Ma, terus langsung pulang ke rumah!" Mas Farid menundukkan kepalanya, mungkin ia takut pada Mama. Selama menjadi menantu Mama, Mas Farid belum pernah sekalipun mendapatkan perlakuan buruk atau kata-kata kasar dari Mama. Mama sayang sama Mas Farid dan sudah menganggapnya seperti anak sendiri."Maafin Farid, Ma," lirihnya, masih belum berani menatap wajah Mama."Oh ya, siapa wanita hamil yang bersamamu tadi?" Mama menatap Mas Farid dengan tatapan tajam."Itu sepupunya Farid, Ma," kilahnya untuk menu
Bab 13Mama mendorong pintu kamar tempatku dirawat dengan sedikit kasar, lalu menjatuhkan bokongnya di atas kursi sambil menghela napas.Aku pun heran melihat sikap Mama yang tidak seperti biasanya. Akhirnya aku pun bertanya, "Mama kenapa, kok' kelihatannya kesal begitu?""Bukan hanya kesal, Del, Mama marah, kecewa dan juga benci kepada suamimu itu.""Kenapa lagi, Ma?""Ternyata kecurigaan kita benar, Del. Suamimu ada main sama wanita itu. Tadi Mama habis dari ruangan dokter, Mama meminta rekam medis pasien yang bernama Rini itu. Awalnya dokter menolak, tapi setelah Mama memberikan alasan, akhirnya dokter menyuruh asistennya untuk mengambil rekam medisnya Rini dan mengizinkan Mama melihatnya. Di dalamnya tertulis bahwa Farid adalah ayah dari anak yang ada di dalam kandungan Rini," ungkap Mama. Mama beristighfar berulang kali untuk meredam emosinya. Agar sakit jantungnya tidak kumat lagi.Astaghfirullah ... aku menggeleng pelan, tidak menyangka jika Mas Farid setega itu padaku.Aku mem
Bab 14Sesampainya di rumah, kami masuk melalui pintu depan. Saat memasukinya, kami sangat terkejut melihat seisi rumah. Bagaimana tidak, rumahku sudah seperti kapal pecah saja. Sampah berserakan dimana-mana, sofa dan meja di ruang tamu letaknya sudah tidak beraturan. Setelah melewati ruang tamu, kini kami memasuki ruang tengah, dan kondisinya lebih parah lagi. Piring, gelas dan sendok bekas makan berserakan di atas lantai. Belum lagi melihat ke dapur sana, pasti di dapur lebih berantakan. Rasanya, aku sudah tidak sanggup lagi menyaksikan pemandangan di rumahku sendiri. Kepalaku mendadak pusing karenanya."Ya ampun, apa-apaan ini? Kenapa kondisi rumah seperti kapal pecah begini?" Mama sengaja mengeraskan suaranya supaya wanita itu mendengarnya. Tapi wanita itu tetap saja mengurung diri di kamarnya, tanpa mempedulikan kedatangan kami."Ma, tolong antar Adel ke kamar ya, Adel mau istirahat," pintaku pada Mama dan Mama pun mengangguk."Biar Mas saja yang mengantarmu ke kamar," ucap Mas
Bab 15 Mama menghampiriku setelah ia selesai menunaikan shalat Maghrib. Mama duduk di tepi ranjang sambil mengelus kepalaku. "Del, kamu tahu enggak? Tadi Mama ngerjain suamimu dan wanita itu. Mama menyuruh Farid menguras bak dan membersihkan kamar mandi. Sedangkan Rini, Mama menyuruhnya untuk membersihkan seluruh ruangan, setelah itu Mama menyuruhnya lagi untuk mengepel lantai." Mama terlihat bersemangat sekali saat menceritakannya hal itu padaku. Senyumku mengembang mendengar cerita Mama. Rasain kamu Mas, Rini, pembalasan akan dimulai! "Baru dikasih kerjaan gitu aja udah ngeluh. Katanya badannya jadi pegal, pinggangnya sakit, huh … alasan saja. Memang dasar pemalas." Mama mengumpat, menunjukkan perasaan kesalnya terhadap Rini. "Tadi Mama juga sempat lihat gimana expresi suamimu, sepertinya Farid tidak tega melihat gundiknya itu Mama suruh-suruh. Farid mau bantuin, tapi mayma melarangnya dan menyuruh Farid untuk menyikat kamar mandi hingga bersih." Hampir saja suara tawa kami ter