Share

“Kecurigaan Seorang Istri”

Author: Nadifrnsa
last update Last Updated: 2024-05-27 13:34:32

Aku menarik napas perlahan, menetralisirkan perasaan gugup.

"Dari toilet." jawabku santai.

"Toilet kita rusak?" tanya Naura, matanya menatap pintu toilet yang ada di kamar kami.

Aku panik bukan kepalang. Mencoba mencari alasan yang masuk akal.

"Sekalian ambil air minum." jawabku sambil berjalan menuju kasur.

Naura menatap air minum yang ada di nakas. Aku paham maksud pikirannya, namun Naura tidak memperpanjang. Dia memilih kembali tidur dengan posisi membelakangi ku.

Perasaanku sangat tidak nyaman. Apakah Naura tahu aku baru dari kamar Intan? Apa Naura tadi membuntutiku? Ah, memikirkannya semakin membuatku pusing. Perasaanku semakin tidak nyaman.

"Kamu terbangun?" aku mencoba bertanya kepada Naura. Dia tidak menjawab. Apakah dia sudah tidur?

Aku memilih untuk diam. Pikiran di kepalaku semakin berkecamuk. Memikirkan kemungkinan-kemungkinan terburuk yang tadi terjadi. Akibatnya aku tidak bisa tidur hingga pagi. Syukurnya besok aku tidak bekerja, sehingga bisa bangun lebih siang.

Cahaya matahari menembus jendela. Aku masih saja enggan bangun. Lalu aku rasakan sentuhan tangan halus menyentuh dada bidangku, lalu turun ke perut.

Tidak lama kemudian, ciuman hangat mendarat di pipi kananku. Samar-samar aku membuka mata, semakin kaget lagi ketika mendapati yang ada di depanku sekarang adalah Intan, bukan Naura.

Aku terbangun, duduk seketika, kaget? Tentu saja.

"Kamu ngapain di sini? Nanti ketahuan Naura!" nada bicaraku sudah mulai hendak marah, karena panik.

"Istrimu pergi, sama Layla." jawab Intan enteng.

Aku menghela napas lega. Aku pikir Intan melakukan hal nekat, berani-beraninya masuk kamar ku dengan Naura.

"Mas, jalan-jalan yuk!" rengek Intan.

Aku menggaruk kepalaku, sebenarnya aku sedang tidak bersemangat, pasalnya aku masih terngiang kejadian semalam, mendapati Naura tiba-tiba bangun. Pikiranku masih saja tidak tenang.

"Mau ke mana?" tanyaku akhirnya.

"Kan Intan sudah bilang kemarin mau belanja baju!" Intan cemberut karena aku melupakan janji ku.

Belum sempat aku menjawab, teriakan Layla sudah menghentikan gerakan bibirku terlebih dahulu.

"Ayah!" panggil Layla. Kakinya terdengar berlari dari ruang tengah menuju kamar.

Mataku melotot, Intan juga sama terkejut, di posisi seperti ini, kami bingung ingin bertindak seperti apa.

"Ayah! Layla bawakan sesuatu!" Suara Layla semakin dekat, aku refleks bangun dari kasur, ingin keluar dari kamar, namun belum sempat aku keluar dari kamar, sesuatu yang mengejutkan sudah ada di ambang pintu.

Layla menggunakan topeng monyet, berusaha menakut-nakuti ku. Sebenarnya beberapa saat Layla terdiam, mungkin dia bingung kenapa ada Intan di kamar kedua orang tuanya. Namun dengan cepat aku segera mengalihkan perhatian Layla.

Aku segera keluar kamar, menuntun Layla ke ruang tamu. Sebelum Naura menyadari aku sedang berduaan dengan Intan di kamar. Intan dengan sigap keluar terbirit-birit dari kamar lalu berlari ke dapur. Jujur, jantungnya pun juga tengah berdansa saking gugupnya.

"Kamu beli topeng monyet?" tanyaku kepada Layla, guna mengusir kegugupan yang melanda.

"Iya! Ayah boleh pinjam kok." jawab Layla.

Lalu aku melihat Naura baru saja masuk rumah, membawa beberapa kantong belanjaan. Tidak ada senyum di bibirnya. Sama sekali tidak ada. Dengan sigap aku membantu Naura membawa kantong belanjaan ke dapur.

Tanpa banyak kata, Naura mengeluarkan belanjaannya tadi. Sepertinya dia hendak memasak. Tidak lama datang Intan dari arah kamar. Dia berniat membantu Naura.

"Mau masak apa, Mbak? Biar aku bantu," ucap Intan sopan.

Naura senyum saja sekilas. Benar-benar hanya sekilas.

"Gak usah, Mbak, tamu duduk saja, tamu adalah raja." jawab Naura. Entah kenapa ucapannya terdengar sarkas. Intan melirikku sebentar, lalu dia inisiatif memotong sayuran yang ada.

"Sudah dapat kerja, Mbak?" tanya Naura tanpa menatap Intan sedikit pun.

"Belum, Mbak." jawab Intan gugup.

Lalu Naura bertanya lagi, "Sudah dicari?"

"Sudah, Mbak, tapi belum ada yang cocok." jawab Intan.

"Semoga cepat dapat," Naura bergumam.

"Sudah punya pacar?" tanya Naura lagi.

Intan menggeleng. Kenapa tiba-tiba Naura banyak berbicara?

"Cari pacar, Mbak, biar nikah. Enak loh tidur ada temannya," ucap Naura tertawa hambar.

Intan mengangguk saja. Perasaannya semakin tidak nyaman.

"Semenjak nikah, aku lebih bahagia. Tidur ada temannya, mandi ada temannya, bisa kirim foto seksi ke suami tanpa mikir dosa," Naura semakin berceloteh.

Dahiku mengerut. Sejak kapan Naura pernah mengirimkan foto seksi? Perasaan gugup mengeruak. Apakah Naura mengetahui hubunganku dengan Intan?

"Iya, Mbak, aku juga mau segera." jawab Intan.

"Bagus! Menyenangkan, Mbak, coba aja!" jawab Naura penuh semangat.

Aku lihat wajah Intan terlihat tidak tenang. Sampai-sampai potongan sayurnya tidak beraturan.

Aku memutuskan menjauh dari dapur. Karena semakin mendengar celotehan Naura aku semakin tidak karuan. Aku kembali ke kamar, memutuskan untuk mandi. Dengan perasaan gundah.

Aku biarkan air dingin membasahi kepala hingga ujung kaki. Memberikan ketenangan walau sebentar. Perasaan tidak enak berkecamuk di dada. Aku belum siap jika menghadapi kenyataan bahwa Naura mengetahui hubunganku dengan Intan.

Apa yang harus aku jawab? Karena perbuatanku sangat tidak dibenarkan. Setelah kurang lebih lima belas menit mandi, aku keluar kamar menggunakan handuk saja. Kudapati Naura tengah duduk di meja rias.

"Makan, Mas, sudah siap," ucap Intan ketika menyadari kehadiranku.

Aku segera menyusul Naura pergi ke dapur setelah memakai baju. Naura seperti biasa mengambilkan makan untukku, tapi kali ini tidak. Dia hanya mengambil miliknya dan Layla.

"Punyaku?" tanyaku bingung.

"Oh iya, Naura lupa," jawab Naura enteng.

"Sekalian dong, Mbak, hitung-hitung latihan punya suami," ucap Naura kepada Intan.

Intan kaget bukan kepalang, menatapku dengan pandangan bingung. Namun Intan tetap mengikuti perintah Naura.

"Aku nanti mau menginap di rumah ibu satu malam, Mas, sama Layla," ucap Naura. Pandangannya tetap ke arah piring, tidak menatapku sama sekali.

"Kapan? Biar aku antar." jawabku.

"Gak usah, aku bawa mobil sendiri aja."

Di sisi lain, Intan berteriak girang dalam hati. Dia semakin mudah menghabiskan waktu bersama suaminya.

Semakin melakukan simulasi menjadi nyonya sesungguhnya di rumah. Tanpa ada Naura. Tanpa takut ketahuan Naura, tanpa sembunyi-sembunyi. Walaupun cuma satu malam.

Aku tersenyum tipis, aku memikirkan tentang malam panas yang akan aku dan Intan lalui. Tidak khawatir apa pun.

"Kalian sudah berapa lama?" tanya Naura tanpa menatap kami.

"Kalian?" tanyaku memastikan.

"Iya, kamu dan Intan." jawab Naura datar.

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Membuang Berlian Karena Terlena Pijatan   “Ulang Tahun Ayah”

    Aku berkutat di atas meja kerja pagi ini, menyelesaikan pekerjaan demi pekerjaan yang kian menumpuk karna beberapa hari terbengkalai. Aku mengerutkan dahi bingung sesekali, menghela nafas gusar. Aku tidak memiliki banyak waktu hari ini, bahkan untuk menengok Intan saja tidak sempat. Aku hari ini ulang tahun, sebenarnya itu bukan hal penting untukku, tapi Naura tadi berpesan dengan wajah datarnya tadi memintaku pulang lebih awal karna mereka akan merayakan nya bertiga, dengan Layla. Setengah jam lagi aku akan pulang. Aku menghela nafas gusar, mengabari Intan perihal perayaan ulang tahun ini, jika tidak dia akan marah jika aku tidak memberitahunya.[mas hari ini rayakan ulang tahun dengan Naura dan Layla]Setelah mengirimkan pesan itu, aku mengambil kopi yang sudah dingin, menyeruputnya dengan perlahan. Tidak lama kemudian balasan dari Intan masuk, cepat sekali.[romantis nya, keluarga bahagia]Terbaca sarkas dan cemburu, tapi yasudahlah. Tidak terasa jam pulang, aku segera pulang. Meni

  • Membuang Berlian Karena Terlena Pijatan   “Apakah Naura mengetahuinya?”

    Setelah menenangkan Layla aku segera menghampiri Naura yang ada di dapur.“Kamu tidur dimana semalam mas?” tanya Naura tiba-tiba. Matanya sembab, kenapa dia menangis?“Maafkan aku, Naura. Aku tertidur di kantor,” jawabku, mencoba terdengar setenang mungkin.Naura menatapku tajam, matanya menunjukkan keraguan. “Di kantor? Tapi Pak Junaidi bilang kamu gak ada di rombongan kemarin.”Aku terdiam sejenak, otakku berusaha mencari jawaban yang masuk akal. “Aku… ada keperluan mendadak di luar kantor. Makanya aku gak ikut rombongan.”Naura menghela napas panjang, tampak semakin curiga. “Keperluan mendadak apa, mas? Kenapa kamu gak bilang sama aku?”“Aku gak mau kamu khawatir. Lagipula, aku pikir aku bisa menyelesaikannya dengan cepat dan pulang tepat waktu, tapi ternyata terlambat.”Naura menggeleng pelan, air mata mulai menggenang di matanya. “Aku sudah capek dengan semua alasanmu, mas. Layla juga capek. Kami butuh kamu di sini, tapi kamu selalu ada alasan untuk tidak hadir.”Aku merasa bersa

  • Membuang Berlian Karena Terlena Pijatan   “Semua diluar rencana”

    Aku memijat pelipisku yang sedikit sakit. Setelah kejadian semalam aku langsung tertidur pulas, harusnya aku pulang tadi malam. Aku melihat disampingku Intan yang juga tengah tertidur, kelelahan.Tanganku bergerak mengambil ponsel di atas nakas. Ada sepuluh panggilan tidak terjawab dari Naura dan beberapa pesan.[mas, pulang jam berapa?][mas, kamu dimana? Jangan lupa besok ada acara loh disekolah Layla, pentas seni, kamu sudah janji bakal datang][mas, kamu gak jadi pulang malam ini?][mas, kata pak junaidi kamu gak ada di rombongan]Aku terduduk kaget, aku melupakan tentang pentas seni itu. Layla pasti akan marah. Aku melihat jam di dinding, menunjukan pukul tujuh pagi, masih ada waktu sekitar satu jam setengah. Aku bergegas mandi, membersihkan diriku. Sambil memikirkan alasan apa yang akan aku pakai. Setelah mandi aku melihat Intan sudah bangun dari tidur nya. Dia tersenyum kepadaku."Mas mau kemana?" tanya nya. Dia mengucek matanya, menetralisirkan pandangan."Mas pulang dulu ya?

  • Membuang Berlian Karena Terlena Pijatan   “Bercinta Dengan Bu Dokter”

    Setiba di apartemen, kami segera beristirahat. Namun, ponselku berdering, menunda aktivitasku. Aku melihat sebuah panggilan video masuk dari Layla. Dengan panik, aku berdiri dan keluar dari kamar, memberikan kode terlebih dahulu kepada Intan."Ayah!" panggil Layla ketika aku mengangkat panggilan itu."Ayah, itu di mana?" tanya Layla polos.Aku tersenyum, berusaha menyembunyikan kegugupan yang tiba-tiba menyerang. "Ayah lagi di tempat kerja, sayang. Ada yang ingin Layla ceritakan?""Ayah kapan pulang?Bunda bilang ayah lagi sibuk," kata Layla dengan nada sedikit kecewa.Hatiku mencelos mendengar pertanyaan itu. "Ayah akan pulang secepatnya, Layla. Ayah janji."Setelah beberapa menit berbicara dengan Layla dan memastikan dia baik-baik saja, aku menutup panggilan. Kepalaku penuh dengan perasaan bersalah dan kebingungan. Intan mendekat, menatapku dengan tatapan yang sulit diartikan."Kamu tidak perlu pulang secepat itu," katanya dengan nada cemburu yang terselubung. "Mereka bisa menunggu.

  • Membuang Berlian Karena Terlena Pijatan   “Ayah, itu dimana?” tanya Layla polos.

    Intan terbangun pada pagi yang cerah dengan perasaan mual yang mengganggu. Dia berusaha duduk tegak di atas tempat tidur, mencoba meredakan rasa mualnya.Aku yang sedang tertidur di sampingnya terbangun oleh gerakannya. "Ada apa, sayang?" tanyaku, khawatir melihat ekspresi wajahnya yang tidak enak.Intan menatapku dengan ekspresi campuran antara bahagia dan khawatir. "Aku rasa... Aku rasa mual pagi ini," ucapnya perlahan."Pakaiannya aku beli kemarin, coba lihat apakah ukurannya pas," ujarku sambil memberikan paket kecil yang berisi pakaian yang kupilih untuknya kemarin.Intan membuka paket itu dan melihat dengan penuh harap. "Oh, terima kasih, Mas. Aku akan mencobanya."Dia bangkit perlahan dan pergi ke kamar mandi untuk berganti pakaian. Aku bisa melihat kebahagiaan yang terpancar dari wajahnya saat dia kembali ke kamar dengan pakaian baru yang pas dan nyaman."Mungkin kita harus pergi ke dokter hari ini, untuk memastikan semuanya baik-baik saja," kataku, mencoba menenangkan hatinya

  • Membuang Berlian Karena Terlena Pijatan   “Malam panas bersama bu polisi”

    Setelah tiba di apartemen, aku segera menuju kamar Intan, berkali-kali memencet bel namun tidak juga ada yang membukakan pintu.Hingga terdengar suara serak laki-laki dari dalam sana. Tidak lama kemudian, laki-laki itu keluar dan membukakan pintu."Cari siapa, Mas?" dia bertanya. Aku sudah emosi, siapa dia?"Lo siapa?" aku berteriak marah, karena tidak mengenal laki-laki di depanku ini.Laki-laki itu terlihat bingung, tetapi tetap tenang. "Maaf, Mas. Saya tukang servis AC. Mbak Intan yang memanggil saya untuk memperbaiki AC-nya yang rusak."Aku tertegun sejenak, merasa malu dengan kemarahanku yang tidak pada tempatnya. "Oh, maaf. Saya tidak tahu," kataku, merasa bersalah."Tak apa, Mas. Silakan masuk. Mbak Intan ada di dalam," katanya sambil memberi jalan.Aku masuk ke dalam dan melihat Intan yang sedang berdiri di ruang tamu, tersenyum melihat kebingunganku."Sudah bertemu dengan Pak Anton, tukang servis AC?" tanya Intan dengan senyum menggoda.Aku menggaruk kepala yang tidak gatal.

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status