Demi pijatan plus plus, aku membuang berlian. Itu kata orang-orang. Tapi, pijatan wanita itu memang lebih nikmat dari istriku. Jadi, sebagai istr i"berlian", harusnya dia tak marah dan malah meminta maaf atas kekurangannya 'kan?
Lihat lebih banyakIntan mengenakan kembali bajunya, satu persatu kancing baju dia pasang kembali. Lalu Intan bertanya, “Mas, kapan kamu mau menikahi aku? Aku gak mau hanya jadi bahan pemuas nafsu belaka,” ungkap Intan. Dia kembali menagih haknya setelah kami selesai menyalurkan hasrat di kos tempat Intan tinggal.
Intan adalah seorang wanita yang tidak memiliki suami namun memiliki seorang anak. Kala itu pertama kali bertemu dengannya di sebuah tempat pijat refleksi yang menyediakan layanan pijat ++. Kebetulan sekali Intan yang melayaniku. Karena pelayanan Intan sangat memanjakan dan membuat hasratku terpenuhi, kami bertukar nomor W******p. Tubuh Intan tidak terlalu tinggi, tapi dia memiliki tubuh yang seksi, rambut panjang sepinggang, dan bagian tubuh lainnya yang membuat pria mana saja tergoda. Sejak pertemuan pertama itu, sialnya aku jatuh cinta kepadanya, seolah ada getaran yang berbeda. Dengan posisiku sebagai kepala toko dealer dan wajah tampan, tentu tidak sulit bagiku untuk meniduri Intan. Apakah aku single? Tidak, aku seorang pria beristri dengan seorang anak perempuan yang cantik persis seperti wajah ibunya. Nama istriku Naura, wanita cantik berkulit putih, hidung mancung, bibir tipis, sempurna. Dia tidak memiliki kekurangan apa pun, hanya sedikit kaku dan tidak bisa memanjakanku. Dia terlalu sibuk dengan anak dan pekerjaannya. Pelayanannya juga tidak seperti dulu ketika awal kami menikah, tidak ada nuansa baru sama sekali, sangat berbeda dengan pelayanan yang Intan berikan, selalu ada fantasi baru setiap harinya. Intan menatapku yang berdiam diri cukup lama, lalu dia bertanya, “Mas, kok malah melamun sih?” “Oh, enggak kok.” Lamunanku buyar seketika saat tangan nakal Intan bermain di dada bidangku. “Terus, gimana. Mas sudah berjanji akan menikahi Intan, cuma janji doang ya?” Intan merajuk, memajukan bibirnya, membuat dia terlihat semakin menggoda. Aku angkat bibir itu, lalu membekapnya dengan cepat. “Iya, secepatnya mas akan menikahi kamu,” ucapku menenangkan. “Janji ya mas?” Intan mengeluarkan jari kelingkingnya, aku segera menautkan jari kami, hitung-hitung membuat wanita ini senang. ********* “Mas, tumben sekali kamu pulang cepat,” sambut Naura sambil mengambil tas dari tanganku. Naura menatapku dengan seksama lalu bertanya, “Mas sakit?” Wanitaku itu memegang keningku setelah meletakkan tas kerjaku di meja. “Memang harus sakit dulu baru boleh pulang cepat?” tanyaku balik. “Tidak begitu, Naura siapkan teh hangat dulu,” ucapnya kemudian. Selepas dari kos Intan, istri keduaku tadi aku memang malas kembali ke kantor. Benar, aku sudah menikahi Intan. Beberapa waktu lalu dia meminta untuk dinikahi, tanpa pikir panjang aku mengabulkan permintaannya. Intan sudah tidak bekerja lagi, aku yang melarangnya. Sekarang, pelayanan Intan hanya milik diriku seorang. Aku segera masuk kamar dan berlalu masuk ke kamar mandi, penat sekali rasanya. Selepas mandi aku mencari handuk yang biasa Naura sediakan di gantungan. Dan sekarang entah kenapa dia lupa menyiapkannya. “Naura…” panggilku berulang kali memanggil namun baru saja dia terdengar mengetuk pintu kamar mandi. “Iya mas?” jawabnya dari luar. Aku membuka pintu kamar mandi sedikit, “Mana handuk?” “Sebentar mas, aku ambil dulu,” balasnya dari luar. Sesaat tak ada suara lagi, sampai dia mengetuk kembali. Aku membuka pintu kembali, kali ini membiarkan tubuh polosku dilihat olehnya. Tak ada ekspresi apa pun tergambar di wajah itu. Dia menyerahkan handuk dengan wajah biasa, sangat berbeda sekali dengan Intan, pasti dia langsung… Ah, sepertinya Naura sudah tidak berhasrat lagi padaku, bukan salahku jika mencari pelampiasan yang lain. Sembari melilit handuk ke tubuhku, lagi-lagi rajukan Intan terbayang-bayang di kepalaku. “Mas… mas kan sudah janji. Aku gak mau tau bagaimanapun caranya aku mau serumah sama mas. Aku juga istrimu, mas!” Rajukan Intan kali ini membuat kepalaku pusing kepalang. Pasalnya, beberapa waktu lalu dia meminta dinikahi dan aku sanggupi, tapi sekarang? Intan malah menuntut tinggal serumah. Bagaimana mungkin? Selama ini aku memfasilitasi istri simpananku ini dengan fasilitas yang lengkap. Tidak aku bedakan dengan Naura. Bahkan Intan juga aku beri mobil, walaupun mobil bekas, tapi masih sangat bagus dan tentu saja layak dipakai. Semua kebutuhan Intan sudah aku penuhi, uang untuk perawatan ke salon, uang belanja, dan kebutuhan lainnya. Begitu juga saat dia memintaku untuk menikahinya, aku juga penuhi. Kami akhirnya menikah meski secara siri. Sekarang tuntutannya bertambah, ingin tinggal serumah denganku. “Iya sayang, nanti kita cari cara agar Naura tidak curiga,” jawabku. Aku menggeleng-gelengkan kepalaku, mengingat Intan membuat aku teringat tentang permintaan gilanya itu. Walau begitu, aku harus segera mencari cara agar bisa mewujudkan keinginan Intan. Jika tidak begitu, dapat dipastikan jatah ranjangku akan terancam. Setelah berpakaian, aku bergegas menuju ruang tengah, menghampiri Naura yang tengah menonton acara televisi. Naura melihat aku sekilas, sepertinya dia sadar ada yang ingin kusampaikan. “Ada apa?” tanya Naura santai, datar. “Mas mau bicara,” ucapku padanya. Naura memfokuskan pandangannya kepadaku. “Tentang apa?” tanyanya kemudian. Dia tidak menatapku seperti biasanya. “Adik perempuan sahabatku, sedang mencari kerja. Dia menitipkan sementara kepadaku. Aku tidak bisa menolaknya.” Aku memulai rencanaku. “Perempuan?” tanya Naura tanpa melirik. “I..ya apa ada masalah?” tanyaku, dengan sedikit gugup. Naura meletakkan remote televisi di atas meja dengan sangat keras. Lalu dia menatapku dengan pandangan yang cukup tajam.Aku berkutat di atas meja kerja pagi ini, menyelesaikan pekerjaan demi pekerjaan yang kian menumpuk karna beberapa hari terbengkalai. Aku mengerutkan dahi bingung sesekali, menghela nafas gusar. Aku tidak memiliki banyak waktu hari ini, bahkan untuk menengok Intan saja tidak sempat. Aku hari ini ulang tahun, sebenarnya itu bukan hal penting untukku, tapi Naura tadi berpesan dengan wajah datarnya tadi memintaku pulang lebih awal karna mereka akan merayakan nya bertiga, dengan Layla. Setengah jam lagi aku akan pulang. Aku menghela nafas gusar, mengabari Intan perihal perayaan ulang tahun ini, jika tidak dia akan marah jika aku tidak memberitahunya.[mas hari ini rayakan ulang tahun dengan Naura dan Layla]Setelah mengirimkan pesan itu, aku mengambil kopi yang sudah dingin, menyeruputnya dengan perlahan. Tidak lama kemudian balasan dari Intan masuk, cepat sekali.[romantis nya, keluarga bahagia]Terbaca sarkas dan cemburu, tapi yasudahlah. Tidak terasa jam pulang, aku segera pulang. Meni
Setelah menenangkan Layla aku segera menghampiri Naura yang ada di dapur.“Kamu tidur dimana semalam mas?” tanya Naura tiba-tiba. Matanya sembab, kenapa dia menangis?“Maafkan aku, Naura. Aku tertidur di kantor,” jawabku, mencoba terdengar setenang mungkin.Naura menatapku tajam, matanya menunjukkan keraguan. “Di kantor? Tapi Pak Junaidi bilang kamu gak ada di rombongan kemarin.”Aku terdiam sejenak, otakku berusaha mencari jawaban yang masuk akal. “Aku… ada keperluan mendadak di luar kantor. Makanya aku gak ikut rombongan.”Naura menghela napas panjang, tampak semakin curiga. “Keperluan mendadak apa, mas? Kenapa kamu gak bilang sama aku?”“Aku gak mau kamu khawatir. Lagipula, aku pikir aku bisa menyelesaikannya dengan cepat dan pulang tepat waktu, tapi ternyata terlambat.”Naura menggeleng pelan, air mata mulai menggenang di matanya. “Aku sudah capek dengan semua alasanmu, mas. Layla juga capek. Kami butuh kamu di sini, tapi kamu selalu ada alasan untuk tidak hadir.”Aku merasa bersa
Aku memijat pelipisku yang sedikit sakit. Setelah kejadian semalam aku langsung tertidur pulas, harusnya aku pulang tadi malam. Aku melihat disampingku Intan yang juga tengah tertidur, kelelahan.Tanganku bergerak mengambil ponsel di atas nakas. Ada sepuluh panggilan tidak terjawab dari Naura dan beberapa pesan.[mas, pulang jam berapa?][mas, kamu dimana? Jangan lupa besok ada acara loh disekolah Layla, pentas seni, kamu sudah janji bakal datang][mas, kamu gak jadi pulang malam ini?][mas, kata pak junaidi kamu gak ada di rombongan]Aku terduduk kaget, aku melupakan tentang pentas seni itu. Layla pasti akan marah. Aku melihat jam di dinding, menunjukan pukul tujuh pagi, masih ada waktu sekitar satu jam setengah. Aku bergegas mandi, membersihkan diriku. Sambil memikirkan alasan apa yang akan aku pakai. Setelah mandi aku melihat Intan sudah bangun dari tidur nya. Dia tersenyum kepadaku."Mas mau kemana?" tanya nya. Dia mengucek matanya, menetralisirkan pandangan."Mas pulang dulu ya?
Setiba di apartemen, kami segera beristirahat. Namun, ponselku berdering, menunda aktivitasku. Aku melihat sebuah panggilan video masuk dari Layla. Dengan panik, aku berdiri dan keluar dari kamar, memberikan kode terlebih dahulu kepada Intan."Ayah!" panggil Layla ketika aku mengangkat panggilan itu."Ayah, itu di mana?" tanya Layla polos.Aku tersenyum, berusaha menyembunyikan kegugupan yang tiba-tiba menyerang. "Ayah lagi di tempat kerja, sayang. Ada yang ingin Layla ceritakan?""Ayah kapan pulang?Bunda bilang ayah lagi sibuk," kata Layla dengan nada sedikit kecewa.Hatiku mencelos mendengar pertanyaan itu. "Ayah akan pulang secepatnya, Layla. Ayah janji."Setelah beberapa menit berbicara dengan Layla dan memastikan dia baik-baik saja, aku menutup panggilan. Kepalaku penuh dengan perasaan bersalah dan kebingungan. Intan mendekat, menatapku dengan tatapan yang sulit diartikan."Kamu tidak perlu pulang secepat itu," katanya dengan nada cemburu yang terselubung. "Mereka bisa menunggu.
Intan terbangun pada pagi yang cerah dengan perasaan mual yang mengganggu. Dia berusaha duduk tegak di atas tempat tidur, mencoba meredakan rasa mualnya.Aku yang sedang tertidur di sampingnya terbangun oleh gerakannya. "Ada apa, sayang?" tanyaku, khawatir melihat ekspresi wajahnya yang tidak enak.Intan menatapku dengan ekspresi campuran antara bahagia dan khawatir. "Aku rasa... Aku rasa mual pagi ini," ucapnya perlahan."Pakaiannya aku beli kemarin, coba lihat apakah ukurannya pas," ujarku sambil memberikan paket kecil yang berisi pakaian yang kupilih untuknya kemarin.Intan membuka paket itu dan melihat dengan penuh harap. "Oh, terima kasih, Mas. Aku akan mencobanya."Dia bangkit perlahan dan pergi ke kamar mandi untuk berganti pakaian. Aku bisa melihat kebahagiaan yang terpancar dari wajahnya saat dia kembali ke kamar dengan pakaian baru yang pas dan nyaman."Mungkin kita harus pergi ke dokter hari ini, untuk memastikan semuanya baik-baik saja," kataku, mencoba menenangkan hatinya
Setelah tiba di apartemen, aku segera menuju kamar Intan, berkali-kali memencet bel namun tidak juga ada yang membukakan pintu.Hingga terdengar suara serak laki-laki dari dalam sana. Tidak lama kemudian, laki-laki itu keluar dan membukakan pintu."Cari siapa, Mas?" dia bertanya. Aku sudah emosi, siapa dia?"Lo siapa?" aku berteriak marah, karena tidak mengenal laki-laki di depanku ini.Laki-laki itu terlihat bingung, tetapi tetap tenang. "Maaf, Mas. Saya tukang servis AC. Mbak Intan yang memanggil saya untuk memperbaiki AC-nya yang rusak."Aku tertegun sejenak, merasa malu dengan kemarahanku yang tidak pada tempatnya. "Oh, maaf. Saya tidak tahu," kataku, merasa bersalah."Tak apa, Mas. Silakan masuk. Mbak Intan ada di dalam," katanya sambil memberi jalan.Aku masuk ke dalam dan melihat Intan yang sedang berdiri di ruang tamu, tersenyum melihat kebingunganku."Sudah bertemu dengan Pak Anton, tukang servis AC?" tanya Intan dengan senyum menggoda.Aku menggaruk kepala yang tidak gatal.
Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.
Komen