Pandangan seluruh wartawan yang ada di sana kini tertuju pada Raya. Sebagian dari mereka ada yang menatap tak percaya, namun tidak sedikit yang melihatnya dengan tatap mengasihani.
Raya sendiri seperti biasa hanya diam, terlihat anggun dan kalem karena memang tampilan seperti itulah yang bisa dia tunjukkan di depan umum untuk menjaga nama baik suami dan mertuanya. Meski dia tahu kalau suaminya sudah teramat muak kepadanya, tapi Raya tahu dengan pasti kalau kata-kata Kai yang baru saja diucapkannya itu tidak sungguh-sungguh ia katakan untuk memberi tahu para wartawan itu bagaimana situasi rumah tangga mereka yang sebenarnya. Pasti Kai mengatakan itu dengan tujuan tertentu. Kai sudah punya skill pro dalam hal mengatasi para wartawan itu. "Siapa di antara kalian yang merasa terpaksa?" desak wartawan itu lagi. Kal melirik Raya dan mendapatkan cibiran dari mulut wanita itu. "Sebenarnya ..." Kai terdiam sejenak sehingga para wartawan itu semakin mendekatkan diri pada Kai agar dapat mendengar lebih jelas. "Gaiirahku yang memaksa aku untuk cepat-cepat menikahi Raya. Hahaha! Gimana ya? Namanya sudah kebelet kawin ya mau nggak mau terpaksa nikah deh!" tawanya tergelak sambil terbahak-bahak. Terdengar sorakan para wartawan yang merasa diprank oleh para wartawan itu. Sementara Raya dalam diam hanya menghembuskan napas lega. “Hahaha ... lagian kalian sebenarnya dapat gosip seperti itu darimana saja sih? Segala-gala aku dituduh selingkuh. Apa kalian tidak memikirkan nasibku di rumah nanti? Meski bukan istri yang pemarah, tapi bisa-bisa istriku yang cantik ini sakit hatinya nanti dan menyuruhku tidur di luar. Di mana perasaan kalian, Bro!” kelakar Kai sambil kini tangannya merangkul erat pundak Raya. Raya merespon itu dengabn tawa kecil sambil menatap Kai seolah candaan Kai itu benar-benar lucu. Bukan sekali dua kali mereka harus berakting sok mesra di depan para wartawan, tapi selalu, hampir setiap waktu. “Lalu, apa yang kalian lakukan di dalam apartemen berdua saja dengan Vero? Kalau bukan karena ada affair lalu apa?” tanya wartawan lain yang tidak mudah dikecoh oleh candaan Kai itu. “Astaga, kalian pikir memangnya apa? Seperti yang kalian tau, kalian juga yang bilang tadi, Vero itu lawan mainku di Sinetron Madu untuk Maudy, jadi wajar kalau aku mampir di apartemennya kan? Ada banyak hal tentang pekerjaan yang harus kami bahas. Lagipula siapa bilang kami hanya berdua?” “Aku sengaja menelepon istriku biar dia datang. Karena memang ada juga beberapa rencana pekerjaan yang aku butuh persetujuan istriku sebelum tanda tangan kontrak. Kalau mau selingkuh buat apa aku panggil kamu, benar kan, Sayang?” tanya Kai meminta dukungan pada istrinya itu. Kai kini menurunkan rangkulannya dari pundak ke pinggang Raya untuk menunjukkan pada semua yang ada di sana bahwa hubungannya dengan istrinya tak ada masalah dan mereka mesra-mesra saja seperti pasangan pada umumnya. Sekilas namun tak ada yang memperhatikan, Raya memutar bola matanya malas. Dia bukan artis tapi kemampuannya berakting selalu dibutuhkan setiap waktu. “Iya, saya datang ke sini karena ditelepon oleh Kai. Lagian aneh, kok bisa sih kalian punya pemikiran seperti itu? Saya sudah kenal lama dengan Vero, sudah seperti saudara juga. Lagipula memang ketemuan apa salahnya sih? Mereka perlu membangun chemistry biar sinetron yang mereka mainkan bagus. kok bisa sih teman-teman wartawan mikirnya jelek gitu? Nanti saya jadi over thinking beneran loh,” kekeh Raya. “Tapi banyak loh, Ray, teman yang makan temannya sendiri. Di kalangan artis bahkan ada artis yang selingkuh dengan suami temannya sampai punya anak. Mbak Raya dengar kabar itu juga kan?” kata wartawan lain mengingatkan. Raya mengangguk. “Iya, tapi orang kan beda-beda, Mbak. Saya yakin dan percaya kalau suami saya dan Vero nggak mungkin kayak gitu? Iya kan, Sayang?” kata Raya sambil bergelayut mesra di lengan Kai. “Ya, nggak dong! Punya istri satu aja, cantiknya kayak gini nggak habis-habis. Buat apa selingkuh?” balas Kai sambil memeluk Raya dan mengacak-acak rambutnya dari belakang. “Gombal deh!” sahut Raya sambil mencubit pelan perut Kai. “Awww!! Sakit, Ayang!!” Dengan akting senatural itu, siapa yang tidak terkecoh? Di mata orang lain gestur Kai dan Raya, bagaimana mereka saling memperlakukan pasti terlihat manis. “Lalu, bagaimana soal foto kamu yang lagi ciuman dengan Vero di kolam renang itu, Kai?” celutuk seorang wartawan lagi mengingatkan tentang salah satu foto skandalnya yang beredar di jagad maya beberapa bulan yang lalu. “Editan itu. Sudah dibilangin juga. Vero juga sudah konfirmasi kan kalau foto yang beredar itu sebenarnya foto dia dengan pacarnya yang diambil dari jarak jauh oelh orang tidak bertanggungjawab? Yang jelas bukan aku. Bukan ya! Sekali lagi bukan, jangan ngadi-ngadi! Kita mau pamit dulu. Soalnya masih ada urusan lain!” kata Kai sambil mengatupkan kedua telapak tangannya memohon untuk undur diri. Kai segera menuntun Raya untuk segera pergi dari sana. “Kai, Kai!! Raya!!! Satu pertanyaan lagi! Gimana dengan momongan? Kalian berdua apa belum ada niat punya momongan?” tanya wartawan lain sambil mengikuti langkah mereka ke arah parkiran mobil. “Ada. Ada niat, cuma belum di kasih saja sama yang di atas. Mohon doanya, ya Mas, Mbak biar disegerakan! Kita pamit dulu. Istri saya sudah capek soalnya!” jawab Kai dengan harapan para wartawan itu mundur dan membiarkan mereka pergi. *** Bersambung...“Apa-apaan orang ini? Menyebalkan sekali!” gerutu Raya.Ia memilih mengabaikan chat Kaisar dan berniat untuk merobek tiket yang baru saja diberikan oleh ARTnya itu. Namun niatnya itu urung ia lakukan karena tiba-tiba mertuanya meneleponnya.“Ya, Ma?” sapanya setelah panggilan telepon itu tersambung dengannya.“Raya, kamu nggak lupa kan kalau minggu ini kamu dan Kai mau menghadiri undangan pernikahan putra Pak Wapres?” tanya Bu Irma to the point.Astaga! Raya menepuk jidatnya sendiri. Kenapa untuk hal sepenting itu dia lupa? Beberapa minggu ini sepertinya dia terlalu terlena oleh masalah hubungannya tidak jelas itu dengan Kai. “Ada telepon dari butik loh. Katanya baju yang kita pesan untuk kamu dan Kai itu sudah jadi, tapi kamu belum jemput-jemput. Lupa atau gimana, Ray?” Raya menghembuskan napas kesal terhadap dirinya sendiri.“Ah, iya Ma. Maaf, aku sampai lupa. Nanti sore aku ke butik deh buat ambil bajunya,” janji Raya. “Nah gitu. Coba Mama nggak kasih tau kamu, bisa-bisa sudah d
“Aku nggak setuju kamu pergi. Kalaupun memang kamu harus pergi, aku harus ikut!” tuntut Vero lagi.Kai geleng-geleng kepala sambil menatap Vero tak habis pikir. Semakin lama Veronica semakin keras kepala berbeda dengan sifat yang dia tunjukkan di awal-awal mereka pacaran dulu.“Ver, semakin lama semakin nggak ngerti sama kamu. Kamu tahu sendiri kita itu terlibat dalam skandal. Dan Pak Abhi sudah menyuruh kita untuk saling menjauh dulu selama beberapa waktu ke depan. Dan lagi bagaimana ceritanya kamu mau ikut sementara ada mama sama papaku di situ. Kamu mikir donk!” tandas Kai.“Pokoknya aku nggak mau tahu, Kai. Kamu nggak boleh pergi! Kalau memang kamu capek karena syuting ya liburan aja di rumah nggak perlu ada acara ke luar kota segala kan?” Kai menghela nafas panjang. “Dengar, Ver. Kami ke Bali sekalian menghadiri undangan nikahan anak pak wakil presiden. Gimana ceritanya nggak datang? Dan kamu nggak usah mikir yang aneh-aneh ya! Aku dan Raya nggak bakal melakukan sesuatu sepert
Raya sengaja baru keluar dari kamarnya agak siangan, walaupun dia telah bangun dari sejak subuh tadi. Wanita itu enggan keluar kamar karena malas jika harus bertemu dengan Kai. Raya baru keluar setelah ia memastikan Kai sudah keluar dari rumah. Entah itu untuk syuting atau bertemu dengan Vero Raya sama sekali tidak peduli. Dia jenuh selalu terlibat konflik dengan Kai. Saat hendak turun ke bawah untuk sarapan, ponselnya berdering. Raya memutuskan untuk membawa ponsel itu turun sekalian mengangkat panggilan telepon yang rupanya berasal dari Daniel itu.“[Baru bangun?]” tanya Daniel yang bisa mendengar dengan jelas suara parau Raya. “Umm, iya,” jawab Raya berdusta.Raya tidak ingin Daniel tahu suara parau yang didengar oleh sahabatnya itu berasal dari sisa ia menangis tadi malam. Ya, dia memang sempat menangis dan meratapi nasibnya yang selalu diperlakukan oleh Kai semena-mena. Namun rupanya Daniel tidak begitu saja percaya. Dia curiga sepeninggalannya pergi tadi malam, pasangan su
“Kai!!” protes Raya tak terima kan sikap Kai yang dia pikir tidak sopan itu.“Kenapa, Sayang? Apa yang aku bilang benar kan? Ini sudah jam 10.00 malam dan kamu baru pulang? Kamu bahkan nggak pamit ke aku mau pergi ke mana. Tau nggak, dari tadi aku nungguin kamu pulang?!” balas Kai tak kalah sengit. “Yang nyuruh kamu nungguin aku siapa? Terus apa katamu? Pamit? Nggak sal …”“Ray, sudah!” sela Daniel menengahi pertengkaran pasutri yang ada di depan nya itu. Raya mendengus kesal. Hampir saja dia menunjukkan di depan Daniel bagaimana hubungannya yang sebenarnya dengan Kai. “Aku nggak apa-apa, kok. Benar Apa kata Kai, harusnya kita sudah sedari tadi pulang. Kai, maaf. Aku harusnya minta izin ke kamu dulu sebelum membawa Raya pergi ke acara pernikahan guru SMA kami,” ucap Daniel memohon maaf pada Kai.“Bagus kalau kamu ngerti,” jawab Kai sinis.Daniel mengangguk. Ia merasa masih perlu memberikan sedikit penjelasan lagi alasan keterlambatan mereka pulang hingga malam seperti ini.“Sebena
“Udah ya, Ver. Aku sebenarnya lagi buru-buru nih. Tadi Mama suruh aku Jangan lama-lama karena harus mampir di apotik ini juga untuk beli obatnya Papa,” kata Kai beralasan.“Ah, itu mah alasan kamu aja itu. Kok aku merasa akhir-akhir ini kamu suka menghindar dari aku ya? Kamu nggak sedang ada perempuan lain di hati kamu kan?” tuduh Vero.“Duh, Ver. Kamu jangan suka mengada-ngada. Perempuan lain apa sih? Siapa?”“Raya misalnya?” Vero semakin memicingkan matanya. Kai geleng-geleng kepala. Sebenarnya sudah sejak lama Kai merasa kurang nyaman dengan sikap posesif Vero yang satu ini. Dan dia selalu kewalahan untuk memberi pengertian kepada kekasihnya itu.“Satu-satunya perempuan di hati aku cuma aku. Sudahlah, jangan drama! Kalau kamu merasa akhir-akhir ini aku agak sedikit menjauh, ya karena memang aku agak menjaga jarak saja dengan kamu. Itu untuk kebaikan kita berdua, kebaikan semua pihak. Aku rindu situasi kondusif tanpa banyak konflik, Ver. Tolong kamu bersabar. Ini nggak akan lama,”
Selama hampir setengah jam Kai berada di ruangan Abhi Seta, untuk membicarakan rencana perjalanan bulan madu Kai Raya yang akan disponsori sutradara itu.“Jadi gitu ya, Kai. Nanti di Bali, akan ada tim yang akan memotret kemesraan antara kamu dan Raya. Pokoknya kita ambil foto seromantis mungkin. Jika memungkinkan kita setting tempat di tempat-tempat yang intim seperti ranjang atau kolam renang dengan kamu dan Raya beradegan yang sedikit hotlah … paham-paham aja ya kan? Selain itu ya terserah kamu sama Raya akan menghabiskan waktu di Bali seperti apa,” kata Abhi.“Siip …siip! Pahamlah, masa nggak? Jadi gitu aja ya, Pak? Soalnya saya masih harus pulang ke rumah ini. Ada bini yang nungguin di rumah ini,” kata Kai sekalian berpamitan.“Wah, buru-buru amat. Tumbeen … Jadi curiga saya ini soalnya kamu hari ini tampak beda Kai, berenergi. Apa ada kabar baik?” tanya Abhi kepo.“Ah, perasaan bapak saja. Sudah ah, saya pergi Pak. Yuuuk …”Kai setelah berjabat tangan dan bertos-ria dengan Abhi