Semua orang tahu kalau istri Kaisar Prabaswara adalah Raya, namun tidak semua orang tahu kalau pernikahan itu hanya pernikahan terpaksa. Yang sebenarnya sang aktor telah memiliki kekasih dan Raya hanyalah istri di atas kertas. Kai tak hanya pandai bermain peran di layar kaca, melainkan di dunia nyata juga. Akankah pernikahan mereka berlangsung lama?
Lihat lebih banyak“Mau ngapain kamu ke sini, Ray?” tanya Kai.
Pria itu baru membukakan pintu setelah Raya mengancam akan membuka paksa pintu apartemen itu dengan bantuan para bodyguard yang menemaninya. Dengan isyarat, Raya meminta dua orang pengawal yang menemaninya untuk berjaga di depan pintu. Sementara ia sendiri masuk ke dalam kamar dengan santai. Kai mengikutinya masuk. “Tentu saja aku ke sini untuk menjemput suamiku pulang, cepatlah berkemas. Ada banyak wartawan di luar. Kau tentu tidak mau memberikan orang-orang itu kesempatan untuk menjatuhkan reputasimu dan papa mertua kan?” Kai menatap Raya dengan muak. “Bukannya itu memang yang kamu mau? Kalau kamu memang sepeduli itu, harusnya kamu menerima tawaranku untuk bercerai!” kata Kai sengit. “Aku tidak mau!” jawab Raya seperti biasa. Kini langkahnya telah sampai di ambang pintu kamar. Matanya menatap sayu seorang perempuan dengan tubuh hanya dililit oleh seprai saja. Kondisi kamar itu berantakan di bagian-bagian tertentu. Ada beberapa pakaian termasuk pakaian dalam wanita berserakan di lantai. Dan Raya mendengus ketika melihat sebuah celana dalam pria juga teronggok di sana. “Kamu mandi sekarang! Oh, iya. Di mana kamu menyimpan baju bersihnya Kai?” tanya Raya pada Veronica kekasih dari suaminya. Vero mendesis dan memandang kasihan pada Raya, dengan senyum kemenangan tentu saja. Jangan berharap dia akan menjawab pertanyaan Raya. Sungguh, Vero akan melakukan apa saja untuk membuat Raya tahu di mana seharusnya posisinya. Karena tidak mendapat jawaban dari Vero, Raya segera menuju ke lemari dan membukanya. Dan ternyata memang ada pakaian Kai di salah satu pintu lemari itu. “Lancang sekali kau membuka-buka lemariku!” hardik Vero marah. Vero segera turun dari ranjang masih dengan memakai selimut yang melilit tubuhnya untuk mencegah Raya mengobrak-abrik pakaian lemarinya. Raya tak menghiraukan. Ia mengambil sebuah celana panjang dan kaos kasual serta pakaian dalam Kai dari sana dan melemparkannya ke atas tempat tidur. Masih mengabaikan Vero, Raya berpaling kembali pada Kai. “Kamu segera mandi sekarang sebelum para wartawan itu curiga dengan apa yang kamu lakukan di sini. Aku tunggu di depan!” perintah Raya sambil memandang Kai tajam. Langkahnya kini menuju ruang tamu hingga ia menemukan sofa dan duduk manis di sana. “Bisa ya kamu dengan lancangnya menerobos masuk apartemen orang lain dan bertindak tidak sopan seenaknya?!” umpat Vero. Vero dengan tubuh yang masih dililit seprai itu menyusul Raya ke ruang depan. Raya tertawa kecil sebelum ia duduk dengan anggun di sofa yang tersedia di ruang tamu tersebut. “Bisa ya kamu dengan tidak tahu malu membawa suami orang ke apartemenmu dan making love dengannya tanpa rasa bersalah sama sekali?” balas Raya tanpa raut emosi sama sekali. Vero dengan geram mendatangi Raya hingga ia berada tepat di hadapan istri dari kekasihnya itu. “Hah! Suamimu? Maksudmu suami di atas kertas? Kau sangat tahu Raya, kalau Kai tidak mencintaimu. Dia hanya mencintaiku! Kau hanya duri dalam hubungan kami! Dari sejak awal bukannya Kai sudah bilang kalau pernikahan kalian hanya sebatas pernikahan terpaksa?” balas Vero. Entah dengan cara apa lagi Vero membuat Raya sadar bahwa cinta Kai hanya untuknya. Raya mengangguk, sedikit mencibir. “Benar, lalu? Pernikahan terpaksa pun tetap saja itu adalah pernikahan. Kamu sendiri apa punya?” Bibir Vero bergetar menahan amarah, namun ia tak bisa mengungkapkannya karena memang ia tak memilikinya, status pernikahan itu. Raya yang sempat duduk kemudian berdiri dan menatap wanita di depannya itu. Seprai yang membalut tubuh Veronica hampir melorot sehingga belahan dadanya terbuka hampir separuhnya. Raya meraih seprai itu dan melilitkannya dengan kencang ke tubuh Vero hingga wanita itu merasa sesak hingga sulit bernapas. “Aku sama sekali tidak peduli dengan kisah cintamu itu dan Kai, Vero. Tetapi jika kau memang secinta itu padanya harusnya kau berpikir ratusan kali untuk membuat reputasi Kai dan ayahnya buruk,” kata Raya sambil menyelipkan ujung seprai ke sisi terakhir lilitan kain itu. Raya mengangguk puas melihat seprai itu kini sudah tidak melorot di tubuh Vero. Sementara itu, Vero menggertakan giginya dengan geram sambil melihat ke arah kamar. Tampaknya Kai benar-benar menuruti permintaan Raya untuk mandi dan berpakaian. Buktinya laki-laki itu tidak menyusul ia dan Raya keluar kamar meski Kai terlihat sama marahnya dengan dirinya. “Aku … tidak … peduli!” jawab Vero muak namun memelankan nada suaranya agar Kai tidak mendengarnya. Raya tersenyum lagi. “Kalau kau tidak peduli jangan pernah bermimpi masuk dalam keluarga Prabaswara. Jelas wanita sepertimu tidak akan mampu menjadi bagian dari mereka,” jawab Raya tegas dan lugas. Vero menghentakkan kakinya sebagai upayanya yang berusaha meredam emosi. Kemudian ia memilih pergi dan masuk kembali ke dalam kamar. Dia tidak bisa membalas Raya saat ini karena beresiko ia akan mengeluarkan kata-kata yang akan membuat Kai membuat penilaian berbeda kepadanya nanti. Dia akan membalas perempuan itu nanti, tapi tidak saat ini. Saat ia kembali ke kamar, benar saja Kai sudah berada di dalam kamar mandi. Terlihat bayangan Kai yang sedang mandi di bawah shower dari dinding dan pintu kamar mandi yang terbuat dari kaca berwarna abu buram itu. Pelan-pelan Vero berusaha mengatur napasnya yang memburu agar emosinya tidak terlihat dengan jelas di mata Kai nanti. Lalu dengan pelan ia mengetuk pintu kamar mandi itu. “Hmm, sebentar lagi aku selesai.” Terdengar sahutan dari dalam kamar mandi. “Buka, Sayang. Aku juga mau ikutan mandi. Sekalian,” ucap Vero.Lalu, ceklek! Pintu kamar mandi itu terbuka menampilkan tubuh Kai yang basah tanpa busana. Vero tersenyum genit. “Kita lanjutin yang tadi?” tanyanya dengan nada menggoda. Kai membuka pintu kamar mandi sedikit lebih lebar untuk melihat ke arah pintu kamar. Kemudian ia memandang kekasihnya seakan bertanya di mana istrinya saat itu. “Dia ada di ruang tamu. Biarkan saja dia. Short time, mau?” tanyanya dengan nada yang sangat menggoda. Kai sempat ragu dan terlihat ingin menolak, namun bukan Vero namanya kalau dia tidak berhasil mendapatkan apa yang dia mau. Setidaknya Vero harus menunjukkan pada Raya bahwa hati Kai bahkan tubuhnya adalah miliknya. Walaupun Raya membanggakan pada Vero status pernikahan Kai dengannya, namun apa gunanya itu semua jika bahkan hati dan jiwa Kai ada untuknya. Makan tuh buku-buku nikah, kekehnya dalam hati. Kini Vero mendorong tubuh Kai agar kembali masuk ke dalam kamar mandi dan menutup pintu setelah ia juga ikut masuk ke dalam. Jangan tanya apa yang akan mereka lakukan, karena sudah pasti itu adalah hal-hal menyenangkan yang mungkin tidak akan pernah dirasakan oleh istri sah sialan itu. Dari ruang tamu, Raya bisa mendengar sayup-sayup suara erangan Vero dari kamar yang sengaja dibuat terbuka oleh wanita itu. Dalam diam Raya hanya bisa menghela napas. *** Bersambung...Barangkali Raya sudah gila membiarkan Kai kini menyingkap bajunya dan tangan itu kini telah menangkup payuudaranya yang berukuran bulat sempurna dan bertekstur fluffy itu. Kai menelusupkan jari jemarinya ke dalam bra berwarna putih itu dan mencari-cari sesuatu yang menjadi puncak di gunung kemmbar itu. “Ray, aku mau nen, boleh?” bisiknya nakal.Sungguh, demi apa Raya harus mendengar kata-kata menggelikan itu. Sungguh Raya sangat yakin itu hanya kata basa-basi saja, karena beberapa detik setelahnya Kai sudah menurunkan kepalanya dan melakukan apa yang dia inginkan itu.Kini posisi mereka saling berhadapan di sofa itu, tak lagi Kai menindih tubuh Raya. Namun tak ada lagi pemberontakan dari Raya, karena kini Raya sedang melihat seorang bayi tua yang sedang asyik ‘menyusu’ padanya.Raya barangkali sudah gila, separuh otaknya mengutuk dirinya yang diam saja diperlakukan seenak hati oleh Kai. Tapi saat-saat seperti ini, Raya merasa tersanjung dan seperti ada perasaan dibutuhkan kan.Sadar
Kai kembali menghela napas mengingat semua yang terjadi di masa lalu. Mungkin Raya tidak tahu bahwa Kai sendirilah yang meminta kepada ayahnya untuk menikahi dirinya. Wanita itu mungkin berpikir bahwa itu semata-mata adalah permintaan, ayahnya. Kai sendiri sebenarnya memutuskan untuk bersedia menikahi Raya, tidak lain dan tidak bukan adalah hanya demi kesehatan ayahnya yang mengkhawatirkan kala itu. Selain itu Kai tidak mau sang Mama ikut-ikutan menjadi drop karena melihat suami yang dikasihinya jatuh sakit.Meski di dalam lubuk hatinya yang paling dalam, dia masih menyimpan sedikit perasaan kepada wanita itu yang berulang kali selalu dia tepis, namun Kai tidak pernah benar-benar ingin Raya menjadi pendamping hidupnya.Alasannya sederhana saja. Dia tidak ingin ayahnya merasa bahagia, hanya itu. Ayahnya tidak pantas selalu mendapatkan kebahagiaan yang diinginkannya padahal sejatinya pria itu berkhianat di belakang orang yang dia cintai.Sedang ia melamunkan hal-hal yang terjadi di ma
Hidup Kai berubah sejak saat itu. Sikap dan pandangan hidupnya pun berubah. Ia tidak lagi menjadi anak baik yang penurut seperti sedia kala. Setelah mengetahui rahasia terbesar sang ayah, Kai tidak mengatakan hal itu kepada sang Mama. Ia tidak sampai hati menghancurkan hati ibunya itu. Dia yang hanya merupakan anak saja merasa sakit hati atas penghianatan ayahnya kepada, bagaimana dengan ibunya nanti? Tentunya ibunya tidak akan melewati itu dengan mudah. Sebab Kai sangat tahu kalau sang mama sangat mencintai ayahnya. Hidup dan matinya telah didedikasikan sepenuhnya kepada suaminya. Maka tak akan terbayangkan oleh Kai betapa patah hatinya sang Mama kalau suatu saat dia tahu kalau suaminya tercinta telah mengkhianatinya.Itu semua yang menjadi alasan bagi Kai untuk tetap bungkam dan tidak mengatakan apapun mengenai perselingkuhan ayahnya. Namun sejak saat itu Kai bukan lagi anak yang patuh, ia menjadi anak yang apatis dan pembangkang khususnya terhadap apa pun kehendak ayahnya.Pun me
Kai menatap punggung Raya yang sedang naik tangga dan kemudian belok kiri hingga menghilang di balik pintu kamarnya. Pria berusia dua puluh tujuh tahunan itu menghela nafas dan menghempaskan dirinya sendiri di tempat yang tadi diduduki oleh Raya. Pikiran pria itu melayang-layang ke waktu tiga belas tahun silam. Ke masa di mana Kai dan Raya baru saja lulus SD. Waktu yang terlalu dini bagi seorang anak untuk tahu cinta-cintaan, persis seperti yang dikatakan Raya tadi. Tapi Kai tidak berbohong, di antara teman-teman sekelasnya di bangku SD, Raya adalah teman perempuan yang paling menarik perhatiannya. Usianya satu tahun di atas Raya, tidak ada yang aneh. Kai dimasukkan SD oleh orang tuanya di saat usianya 7 tahun, sementara Raya sendiri di usia 6 tahun. Di umurnya yang menginjak masa remaja, bukan hal yang mengherankan bukan jika dia mulai menyukai lawan jenis? Raya adalah teman perempuan yang paling dia suka. Bukan hanya karena paras yang cantik, Raya juga cerdas dan tentu
“Kamu nanya kenapa aku marah?” Raya mengulang pertanyaan Kai itu sambil geleng-geleng kepala.“Iya. Memangnya kamu kenapa marah?”Raya mendengus. Rasanya percuma ia mengatakan apa pun saat ini. Kai si manusia tanpa hati itu mana mungkin sadar kalau dia telah menyakiti hati seseorang.“Nggak. Nggak kok. Aku nggak marah. Aku cuma pengen sendiri tapi kamu sama sekali tidak memberiku ruang untuk itu,” jawab Raya masih sedikit kesal.“Iya, tapi untuk apa sendiri kalau nyatanya saat ini kita sedang berdua. Bukankah berdua lebih baik?” Kai masih saja ngeyel sembari bermain mata pada Kai.Kali ini Kai ganti turun ke anak tangga di bawah anak tangga tempat Raya berdiri. Ia menghalangi jalan Raya yang ingin turun ke bawah.“Selama ini kamu kemana aja? Bukannya memang selama ini kita sendiri- sendiri. Sudah sana minggir!!” kata Raya kesal.Ia lantas menabrak Kai begitu saja hingga Kai sampai berpegangan agar tidak jatuh.Raya tidak peduli. Ia lantas menuju ruang televisi dan memilih untuk menont
“Kok diam? Lupa? Apa perlu kuingatkan lagi?” ejek Kai pada Raya yang tiba-tiba diam terpekur. Raya bukannya tidak ingat moment itu. Moment di mana Kai menciumnya waktu itu. Ia sempat kaget, terpekik dan mundur beberapa langkah ke belakang. “Itu bukti kalau kita pacaran.” Raya Masih sempat mendengar kata-kata itu keluar dari mulut Kai, namun dirinya sudah berbalik badan dan berlari menuju tempat di mana ia meninggalkan rombongan pengantar keluarga Hartono terakhir kali. “Eh, Raya. Kok kamu baliknya sendiri? Tadi Kai nyariin kamu loh karena kamu kelamaan balik dari toilet,” kata Bu Sari mana kala putrinya itu kembali dari toilet sambil berlari.Perhatian yang lain pun tertuju pada Raya. “Kai mana?” tanya Bu Irma.Raya tidak menjawab melainkan melihat ke arah toilet dari mana dia datang tadi. Terlihat Kai sedang berjalan menuju mereka. Raya cepat-cepat menyembunyikan dirinya di belakang tubuh sang ibu. Susah ia jelaskan bagaimana malunya dia saat ini. Kai menciumnya, gila! Raya me
Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.
Komen