Share

Bab 4

Author: empat2887
last update Huling Na-update: 2022-11-05 01:55:51

"Astagfirullah. Masa iya sih, Bu. Kok bisa, Mira, sampai setega itu? Aku nggak nyangka, ternyata sifat aslinya Mira seperti itu ya, Bu." Bu Ami sampai beristigfar saat mendengar cerita dari Bu Asmi.

"Iya benar, Bu. Marni sampai nangis-nangis lho, datang kerumah saya. Ia menceritakan semuanya ini kepada saya. Karena saya orangnya tidak tegaan, jadi saya memberi uang seratus ribu buat berobat anaknya Marni. Saya kasih lho, Bu Ami. Bukannya ngutangin," terang Bu Asmi, ia berkata dengan banyak penekanan di setiap katanya, seolah menegaskan.

"Ih, Mira, Ibu nggak nyangka lho, kalau kamu ternyata sejahat itu. Sudah sana, lebih baik kamu pergi saja mencari warung lain, kalau untuk beli minyaknya! Aku nggak sudi menerima uang, dari orang yang jahat seperti kamu. Yang ada, nanti aku terkena imbas dari kelakuan kamu itu." Bu Ami mengusirku, ia tidak mau meladeni aku belanja, ternyata ia sudah termakan oleh ucapannya Bu Asmi tersebut.

Rupanya memang benar apa kata pepatah, kalau mulut itu lebih tajam dari pada silet. Buktinya, ucapan Marni yang mengatakan kalau aku sudah membentaknya. Membuat aku malah mendapat hujatan, bahkan diusir dari warung.

"Tapi, Bu. Nggak seperti itu ceritanya, kalian berdua sudah salah paham sama saya." Aku membela diri karena, aku tidak merasa melakukannya.

"Sudahlah, Mira. Mana ada seorang maling mau ngaku, kalau dia maling. Jika semua maling pada ngaku penjara penuh, otomatis polisi tidak ada kerjaan lagi." Bu Asmi, tidak mau mendengarkan pembelaanku.

"Iya, bener Bu Asmi. Sudah sana pergi, kamu cari warung lain saja!Lebih baik kehilangan satu pelanggan, daripada punya pelanggan yang tidak punya rasa empati." Bu Ami kembali mengusirku, ia menyuruhku untuk mencari warung lain buat belanja.

Bahkan Bu Ami, rela memutuskan hubungan pembeli dan pelanggan denganku. Karena, ia sudah termakan dengan ucapan yang tidak benar. Aku pun, segera pergi dari warung Bu Ami menuju rumah. Aku, tidak kuasa untuk membeli minyak ke warung lain.

Karena, aku merasa sedih dan juga emosi, dengan apa yang terjadi saat ini. Perkataan mereka, membuat diriku down. Sampai rumah, aku menangis. Aku memenumpahkan semua kesedihanku. Andai uang tabunganku sudah cukup untuk membeli rumah, aku akan membeli rumah yang jauh dari kampung ini.

"Assalamualaikum," ucap anak keduaku, saat ia masuk ke dalam rumah sepulang dari sekolah.

"Waalaikumsalam," jawabku dari dapur.

Saat anakku datang, aku sedang menggoreng tempe dan tahu ditepungin. Aku, menggoreng menggunakan minyak jelantah, yang masih layak dipakai. Untung saja, masih ada minyak bekas menggoreng bawang kemarin. Jadi bisa aku pergunakan untuk menggoreng tahu dan tempe saat ini.

Karena, aku malas membeli minyak di warung lain. Aku takut akan mendapatkan perlakuan yang sama, dari pemilik warung, serta pembeli yang kebetulan berbelanja di warung tersebut. Seperti, perlakuan Bu Ami dan Bu Asmi tadi.

"Mah, lagi masak apa?" tanya anakku, yang sudah berganti pakaian dengan baju biasa.

"Mama, lagi goreng tempe sama tahu yang ditepungin, sayang. Kamu, mau makan sekarang?" tanyaku balik, setelah menjawab pertanyaan anakku.

"Iya, Mah. Masih ada Ayam goreng nggak, Mah?" tanya anakku lagi.

Arkan menanyakan Ayam goreng, yang kemarin Mas Romi beli dari pasar. Arkan adalah anak keduaku, sedangkan anak pertamaku bernama Arman. Aku, sengaja merebus semua ayam, yang Mas Romi belu menggunakan bumbu kuning, biar kalau mau makan tinggal goreng saja.

"Ada kok, sayang. Tapi nanti ya, setelah Mama selesai menggoreng tempe sama tahunya. Lebih baik, Arkan cuci tangan sama kaki saja dulu ya!" Aku, menyuruh Arkan untuk sabar menunggu, sampai menggoreng tahu tempenya selesai.

"Iya, Mah," sahut anakku, sambil duduk di kursi meja makan yang ada di dapur buatan suamiku.

Walaupun kontrakan petak, tetapi ukurannya lumayan besar. Dengan dua kamar, ruang depan, dapur sama kamar mandi. Setelah selesai menggoreng tempe, aku melanjutkan menggoreng Ayam. Setelah itu, aku siapkan makan buat Arkan.

"Arkan, ini sayang makanannya, habis in ya!" Aku menyodorkan sepiring nasi, beserta lauknya ke hadapan Arkan.

"Terima kasih, ya Mah," ucap anakku, sambil menerima piring berisi nasi, serta lauk yang aku berikan.

"Iya, sayang," sahutku.

Arkan pun berdoa dulu sebelum makan, setelah itu ia makan dengan sangat lahap. Aku juga ikut makan, sambil menemani Arkan. Kami makan dengan khusyuk, tanpa ada sepatah kata pun keluar dari kami. Selesai makan, aku segera mencuci piring kotor, serta perabotan bekas memasak.

"Mah, tadi pas Arkan pulang, Arkan ditegur sama Bu Ami. Katanya, Arkan jangan jajan lagi diwarungnya. Emangnya kenapa, sih Mah? Kok, Bu Ami ngomong begitu? Memangnya, Arkan salah apa sama Bu Ami?" tanya anakku, saat dia mencuci tangannya.

Degh!

Hatiku berdenyut nyeri, saat mendengar Arkan berbicara. Tega sekali, Bu Ami berkata seperti itu, kepada anak sekecil Arkan yang tidak tahu apa-apa.

"Arkan nggak salah, kok. Mungkin Bu Ami sedang ada masalah, jadi lebih baik Arkan nurut saja apa kata Bu Ami. Nanti, setelah Papa datang narik angkot. Kita, akan belanja kebutuhan dan juga jajanan, buat Arkan dan Kakak, Biar nggak perlu jajan lagi di Bu Ami." Aku mengajak Arkan untuk berbelanja, setelah Masa Romi pulang nanti.

"Iya, Mah. Nanti, kita ke supermarket aja ya Mah," pinta Arkan.

"Iya, sayang," sahutku.

Untung saja, aku telah mengambil sejumlah uang dari tabunganku kemarin, tanpa sepengetahuan Mas Romi. Jadi, buat belanja nanti sore, aku tidak perlu lagi menggesek ATMku. Aku sengaja mau berbelanja ke supermarket, biar sekalian aku beli perlengkapan dapur buat sebulan kedepan.

Karena, mulai sekarang aku tidak mau lagi berbelanja di warungnya Bu Ami. Paling-paling, aku tinggal mikirin buat belanja sayuran. Aku, akan mengatur waktu yang tepat buat belanja. Supaya, pas aku belanja nanti, tidak sedang banyak Ibu-ibu yang berkerumun. Aku malas, jika harus terus menerus dihina. Mau melawan juga percuma, sebab orang kecil sepertiku hanya akan tetap dianggap salah.

"Mah, Arkan ada PR. Arkan mau ngerjain dulu ya, supaya dzuhur nanti Arkan tinggal mengaji saja." Arkan, pamit kepadaku untuk mengerjakan PR dari sekolahnya.

"Iya, sayang silahkan! Mama juga mau melanjutkan bikin cerita, ya sayang. Nanti, kalau Kakak pulang, Arkan suruh Kakak makan ya!" Aku, mengizinkan Arkan untuk mengerjakan PR dari sekolahnya, sekalian meminta Arkan, supaya menyuruh Arman makan jika sudah pulang nanti.

"Iya, Mah," sahut anakku.

Arkan pergi berjalan ke kamarnya, aku juga pergi ke kamarku. Karena, aku tidak bisa fokus mengetik cerita, jika banyak orang di sekitarku. Aku biasa menyendiri, agar dapat ide untuk aku tuangkan kedalam ceritaku.

"Mas, kita pergi berbelanja yuk!" ajakku, saat Mas Romi sedang beristirahat, setelah mandi serta makan tadi.

"Memangnya kamu mau beli apa, Dek?" tanya Mas Romi.

"Aku, mau belanja buat kebutuhan rumah, sama belanja camilan buat anak-anak." Aku memberitahu Mas Romi, maksudku mengajaknya berbelanja ke supermarket.

"Memangnya kamu punya uangnya, Dek?" tanyanya lagi.

Bersambung ...

Patuloy na basahin ang aklat na ito nang libre
I-scan ang code upang i-download ang App
Mga Comments (1)
goodnovel comment avatar
Dwi Ristanto
suka bangetttt
Tignan lahat ng Komento

Pinakabagong kabanata

  • Membungkam Nyinyiran Mertua Dan Tetangga Dengan Kesuksesan   Bab 137. Tamat

    "Lho, kok ada foto Mas sama Meri sedang berpelukan begini sih? Kamu dapat dari mana, Dek?" Mas Romi bertanya dengan sorot mata yang menatap tajam ke arahku."Aku dikirim Susi, Mas. Katanya kalian berdua ada hubungan spesial, bener nggak sih Mas apa yang dia bilang? Karena aku melihat foto kalian juga terlihat begitu mesra," tanyaku mau minta penjelasan.'Dek ... Dek, kamu itu lebih percaya Mas suami kamu, sama Merry Adik kamu, atau sama Susi temen kamu? Temen yang sudah merebut mantan pacar kamu, sewaktu kamu masih sekolah dulu. Kalau memang kamu lebih percaya sama Susi, Berarti kamu salah besar, Dek. Karena Mas sama Merry itu tidak ada hubungan spesial, terkecuali hubungan antara kakak ipar dan adik ipar. Kamu jangan mau di bodohi sama Susi dong, Dek. Dia itu hanya menginginkan, supaya hubungan kamu dan Mas berantakan. Kamu tahu nggak, Dek, kalau Susi dan suaminya sekarang hubungannya sedang goyang. Karena suaminya Susi ketahuan selingkuh, makanya dia memanas-manasi kamu. Mungkin t

  • Membungkam Nyinyiran Mertua Dan Tetangga Dengan Kesuksesan   Bab 136

    "Alhamdulillah, akhirnya Meri mau menggantikan Lusi. Kalau sampai Meri tidak mau, pasti toko kueku terbengkalai. Semoga dengan kedatangan Meri nanti, toko kueku akan semakin berkembang, aamiin," harapku.Kemudian aku mengangkat tubuh Nadyra dan segera memberikan asi kepadanya. Tidak berapa lama anak keduaku yang bernama Azka pulang dari sekolah dan langsung masuk ke kamarku untuk menyalamiku. Alhamdulillah, aku mempunyai anak-anak yang shaleh, semoga gadis kecilku juga menjadi anak yang shaleha, aamiin."Assalamualaikum, Bu, Kakak pulang," ucapnya sambil meraih tanganku dan menciumnya."Waalaikumsalam, Kak Azka, alhamdulillah Kakak udah pulang tuh, Dek. Bagaimana belajarnya hari ini, Kak, lancar?" Aku bertanya keadaan Azka di sekolah, setelah aku menjawab salam dari anakku yang nomer dua ini."Lancar dong, Bu, Kakak bisa menjawab semua soal ulangan hari ini," sahut Azka.Ia menjawabnya dengan begitu bersemangat, kebetulan hari ini memang ada ulangan harian di sekolah Azka."Alhamdul

  • Membungkam Nyinyiran Mertua Dan Tetangga Dengan Kesuksesan   Bab 135

    "Mbak Mira, terima kasih ya. Karena Mbak Mira telah paham dengan keadaanku," ucap Lusi."Iya, Lusi, sama-sama. Aku harus paham, sebab yang namanya manusia pasti punya problem. Kehidupan yang kita jalani tidak akan selamanya bisa sesuai harapan kita," sahutku."Ya sudah, Mbak, aku pamit ke toko dulu ya. Assalamualaikum," pamit Lusi.Aku pun mengiyakan, saat Lusi pamit untuk pergi ke toko. Kemudian ia pergi meninggalkanku sendirian, yang sedang bingung memikirkan jalan keluar untuk masalah ini. Setelah Lusi kembali ke toko, setelah ia selesai membicarakan apa yang ingin diungkapkannya. Aku melamun seorang diri, membayangkan bagaimana nasib toko kueku, ketika Lusi sudah tidak ada lagi nanti? Sedangkan aku baru saja melahirkan dan tidak bisa membuat kue seperti dulu. Menurut Lusi, ia akan pergi sekitar satu minggu lagi. Jadi aku harus segera mencari orang untuk menggantikan Lusi membuat kue, mumpung masih ada waktu untuk mencari orang yang tepat pengganti Lusi tersebut. Setelah setelah

  • Membungkam Nyinyiran Mertua Dan Tetangga Dengan Kesuksesan   Bab 134

    "Itu, Dek, Meri barusan menyuruh Mas memasangkan lampu yang ada di kamarnya. Kata dia mumpung ada Mas karena ternyata lampu kamarnya putus," sahut Mas Romi."Oh begitu, ya Mas, ya sudah kalau memang seperti itu. Mas, sudah dulu ya, meneleponnya soalnya Nadyra-nya mau nyusu dulu. Nanti kita sambung lagi," pungkasku.Setelah itu aku pun mengakhiri sambungan telepon, kemudian menyimpan telepon tersebut di atas nakas, sebab Nadyra memang sudah terbangun dari tidurnya. Aku menyusui Nadyra, sambil tiduran, supaya Nadyra kembali terlelap. Soalnya baru juga berapa menit dia tidur kini sudah terbangun karena kehausan. Setelah Nadyra kembali tertidur, aku pun merapikan selimutnya, lalu bangkit dari kasur. Aku berniat akan pergi ke toko untuk mengeceknya. Sudah lebih satu bulan semenjak aku melahirkan, aku tidak pernah lagi mengecek toko kueku. Biasanya aku menyerahkan semuanya kepada Lusi. Pas aku baru membuka pintu kamar, ternyata Lusi sudah ada di depan pintu kamarku. "Eh, Mbak Mira, baru

  • Membungkam Nyinyiran Mertua Dan Tetangga Dengan Kesuksesan   Bab 133

    Rasanya nggak mungkin juga, jika suami serta adik kandungku tega menghianati aku. Makanya aku tidak akan percaya seratus persen, dengan perkataan Susi, yang belum jelas kebenarannya. Bisa saja Mereka berpelukan begitu karena Mas Romi mau menolong Meri, bukan karena sengaja berpelukan karena mempunyai perasan lain. Aku percaya, kalau mereka berdua tidak akan seperti itu.[Ya sudah, terserah kamu saja kalau memang kamu tidak percaya. Aku hanya ingin memberitahu kanu saja, apa yang terjadi di sini tanpa sepengetahuan kamu.] Susi mengirimi chat lagi kepadaku.[Terima kasih, Susi, sebab kamu telah mau memberitahu aku. Tapi aku lebih percaya kepada mereka berdua,] terangku lagi.Setelah membalas chat terakhir dari Susi, Susi pun tidak lagi mengirim chat kepadaku. Sepertinya ia kecewa karena aku tidak percaya dengan aduannya tersebut. Biar saja, sebab jika aku menuruti semua aduan Susi, sudah pasti rumah tanggaku, yang aku bina sekitar lima belas tahun ini akan sia-sia.Setelah tidak ada c

  • Membungkam Nyinyiran Mertua Dan Tetangga Dengan Kesuksesan   Bab 132

    "Makanya, Mbak Widi, jangan menuruti emosi dulu. Cari tau dulu kebenarannya, kalau sudah seperti ini siapa yang rugi," tanyaku merasa geram dengan apa yang terjadi."Iya, Mbak Mira, aku menyesal sudah gegabah. Sekarang aku menyesal, Mbak, sebab telah mendengar kata orang dan menuruti emosi." ujar Mbak Widi."Ya sudah nggak apa-apa, Mbak. Aku mau kok memaafkan Mbak Widi," ungkap Meri.Adikku ini memang orang baik, ia tidak pernah mau ribet dan mempermasalahkan apa pun. Sifat dia sama persis dengan sikap Bapak kami, yang lebih memaafkan ketimbang memperpanjang masalah. Aku pun memiliki sifat yang sama, tidak pernah mau ribet, atau berpikir untuk membalas perlakuan jahat orang lain. Karena bagiku memiliki sifat seperti itu capek, sebab permasalahan akan tetap ada dan tidak ada habisnya. Aku ingin hidup tentram dan damai, makanya kami tidak terlalu mempermasalahkan semua itu. Toh lama kemanan orang yang membenci kita akan bosan sendiri, sebab kita tidak meladeni mereka."Terimakasih, M

Higit pang Kabanata
Galugarin at basahin ang magagandang nobela
Libreng basahin ang magagandang nobela sa GoodNovel app. I-download ang mga librong gusto mo at basahin kahit saan at anumang oras.
Libreng basahin ang mga aklat sa app
I-scan ang code para mabasa sa App
DMCA.com Protection Status