Share

Memetik Bintang yang Tak Sempat Digapai
Memetik Bintang yang Tak Sempat Digapai
Author: Kalyani

Bab 1

Author: Kalyani
"Bu Starla, kamu masih belum hamil."

Harapan di mata Starla langsung sirna. Dia menggigit bibir dan menggumam pelan, "Baik ...."

Dokter mengembalikan hasil pemeriksaan kepadanya dengan tatapan penuh iba. "Bu Starla, gimana kalau menyerah saja? Tubuhmu benar-benar sudah nggak sanggup menerima siksaan seperti ini. Meski berhasil hamil pun, belum tentu kamu bisa bertahan sampai melahirkan ...."

Starla menggigit bibirnya tanpa berkata apa-apa, seluruh tubuhnya terasa dingin.

Dokter menjadi cemas dan memanggilnya dua kali, "Bu Starla? Kamu baik-baik saja?"

"Aku nggak apa-apa. Aku sedang mendengarkan." Suaranya terdengar bergetar dan bibirnya bahkan tampak sangat pucat.

Melihat kondisinya, dokter hanya bisa menghela napas berat. "Sebenarnya kalau kamu menjalani kemoterapi sekarang, masih ada kemungkinan untuk memperpanjang hidupmu."

"Nggak perlu. Aku harus hamil." Dia berdiri dan berkata, "Dokter, tolong berikan aku suntikan perangsang ovulasi lagi. Aku ingin mencoba sekali lagi."

Dokter tetap tidak setuju. "Kamu sudah memakai suntikan itu selama setengah tahun. Itu hormon ... bisa mempercepat pertumbuhan sel kanker!"

"Nggak apa-apa. Berikan saja."

"Bu Starla, untuk apa kamu menyiksa diri seperti ini?"

"Tolong, ya."

"Haaah ...." Dokter merasa tak berdaya. Dia akhirnya menuliskan resepnya dan menyerahkannya. "Lantai dua belok kiri, ke ruang suntik. Suntikan ini, dalam 24 jam adalah waktu terbaik untuk hamil. Manfaatkan baik-baik."

Starla menerima lembaran itu dan berterima kasih lembut, "Terima kasih."

....

Pukul sembilan malam, tiada seorang pun di vila itu selain dirinya.

Starla sudah lama terbiasa dengan kesepian dan kehampaan seperti ini. Dia tidak punya waktu lagi untuk melankolis. Hidupnya sudah mulai memasuki hitungan mundur, tidak ada lagi kesempatan baginya untuk beristirahat.

Starla harus memanfaatkan waktu 24 jam yang berharga ini. Dia menekan nomor yang sangat dia kenal dan menunggu.

Tut ... tut ... tut ....

Tidak ada yang menjawab.

Starla tidak menyerah dan menekan nomor itu lagi. Selama pria itu tidak mengangkat, dia akan terus menelepon.

Akhirnya, tepat satu detik sebelum panggilan otomatis terputus, Darrel mengangkatnya.

Suara Darrel penuh kejengkelan dan ketidaksabaran, "Starla, kamu mau apa lagi? Apa lucu kamu terus begini?"

Terus begini?

Starla tersenyum getir. Benar, pernikahan yang sudah dia pertahankan selama empat tahun ini ... tetap saja harus berakhir meski dia sudah mengerahkan seluruh tenaga.

"Kamu ingin cerai, bukan?" kata Starla pelan. "Aku setuju."

Darrel terdiam sejenak. "Kamu benar-benar mau cerai?"

"Iya, tapi ada syarat. Malam ini kamu pulang. Temani aku."

Darrel tertawa dingin. "Starla, ini trik baru apa lagi?"

"Kalau kamu bilang begitu, ya terserah. Darrel, aku cuma kasih kamu satu kesempatan. Kalau malam ini kamu nggak datang, jangan harap kamu bisa bercerai seumur hidup, dan jangan harap bisa membawa Fidora masuk rumah ini. Pilih sendiri."

Setelah berkata demikian, Starla langsung menutup telepon tanpa ragu.

Untuk pilihan seperti ini, dia tahu persis apa yang akan Darrel pilih. Demi Fidora, selama ini Darrel selalu bersedia melakukan apa pun. Jadi, dia pasti akan pulang.

Malam itu cerah sekali. Bulan tampak bulat sempurna, memantulkan cahaya keperakan di lantai. Di samping bulan, langit penuh bintang berkelap-kelip.

Bintang ... itulah arti namanya.

'Darrel, kalau suatu hari aku sudah nggak ada, setiap kali kamu mendongak melihat bintang-bintang di langit, akankah ada satu detik saja ... di mana kamu mengingatku?'

'Kita dulu pernah punya seorang anak. Dia sangat baik, sangat penurut, dan dia sangat mirip denganmu.'

'Tapi, sekarang dia terbaring di ruang ICU tanpa bisa bergerak. Seluruh tubuhnya dipenuhi selang, menunggu aku menyelamatkan nyawanya.'

'Aku harus hamil. Harus mengandung anak kedua, agar ada darah tali pusar untuk menyelamatkannya. Dan aku ... aku hampir kehabisan waktu ....'

Tiiit ... tiiit ... tiiit ....

Itu suara kunci sidik jari. Apa itu dia? Apa Darrel sudah pulang?

Starla buru-buru mengoleskan lipstik tipis, berusaha membuat wajahnya terlihat sedikit lebih hidup.

"Darrel ...," sambutnya.

Detik berikutnya, sebuah tarikan kuat menyeretnya, lalu tubuhnya dibanting keras ke atas ranjang.
Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Memetik Bintang yang Tak Sempat Digapai   Bab 50

    Dalam kegelapan, Starla tidak bisa melihat apa pun. Namun, pria itu tampak sangat tenang dan terbiasa.Dengan sangat terampil, pria itu pergi ke dapur dan membawa kembali dua mangkuk sup ayam, lalu duduk di hadapannya.Aroma sup ayam yang menggugah selera menyebar. Ini pertama kalinya Starla makan dalam keadaan gelap gulita."Rasanya sangat enak." Pria itu menyesap pelan. "Sangat punya cita rasa masakan ibu-ibu zaman dulu."Starla tersipu dan tersenyum kecil. "Aku belajar dari seorang pelayan tua. Dia sebenarnya tukang kebun, tapi keahlian memasaknya sama sekali nggak kalah dari koki profesional. Pangsit kecil buatannya enak sekali. Sayangnya, aku hanya bisa meniru sedikit saja. Sup ayam ini masih sangat jauh dari hasil masakannya."Suara pria itu sangat lembut. "Ini sudah sangat enak. Aku suka sekali.""Terima kasih, Pak.""Kamu tahu kamu sudah mengucapkan terima kasih berapa kali padaku?"Starla tertegun. Kalimat ini ... terdengar agak familier. Terakhir kali Niko datang, dia juga me

  • Memetik Bintang yang Tak Sempat Digapai   Bab 49

    "Nggak usah." Darrel menolak. "Kamu fokus saja memulihkan diri. Hal-hal lain jangan dipikirkan. Kepala pelayan mengurus Luna dengan sangat baik.""Oh.""Ada hal lain? Kalau nggak, aku tutup. Aku lagi nyetir.""Eh, tunggu ...." Fidora berkata, "Minggu depan itu ulang tahun ibuku. Aku ingin kamu menemaniku pulang merayakan ulang tahunnya, boleh nggak?""Minggu depan aku nggak sempat. Perusahaan sangat sibuk."Fidora tidak menyerah dan terus membujuk, "Ulang tahun ibuku di akhir pekan, nggak bakal ganggu pekerjaanmu."Darrel perlahan tenang kembali. Menghadapi permintaan Fidora yang sedikit rendah hati, dia pun sulit terus menolak.Bagaimanapun, dia sebelumnya sudah berjanji akan menikahi Fidora. Namun, sekarang dia tidak bisa bercerai, tidak bisa memberi Fidora sebuah pernikahan. Di hatinya, dia memang merasa bersalah."Baiklah, aku temani kamu."Fidora langsung terdengar gembira. "Benarkah? Darrel, kamu baik sekali.""Sudah, kamu pilih saja hadiah. Kalau sudah cocok, langsung beli. Paka

  • Memetik Bintang yang Tak Sempat Digapai   Bab 48

    Suami? Starla tidak bisa menahan tawa.Sejak hari dia menikah dengan Darrel sampai hari ini, selama lebih dari enam tahun, kapan dia pernah terlihat seperti seseorang yang punya suami?Dia melahirkan sendiri, menjalani masa nifas sendiri. Rumah sebesar itu dia tempati sendirian. Apa bedanya dengan tidak bersuami?"Pak Darrel." Starla langsung mengganti panggilan. "Setelah kita cerai hari ini, kamu bukan suamiku lagi. Setelah itu, kita jalan masing-masing dan boleh nikah lagi."Darrel menggenggam setirnya dengan semakin kuat. "Kalau aku nggak mau cerai, gimana?"Starla terkejut. "Kamu gila?""Aku sudah gila sejak kecelakaan itu terjadi.""Kamu tahu nggak, ucapanmu barusan bisa membuatku salah paham. Salah paham kalau kamu masih punya perasaan padaku, kalau kamu masih nggak rela melepaskanku."Tatapan Darrel bergetar sedikit. Dia langsung membantah, "Jangan meninggikan dirimu. Aku cuma nggak ingin membiarkan pembunuh ayahku hidup enak. Kamu mau cerai dariku dan lari ke pelukan pria lain?

  • Memetik Bintang yang Tak Sempat Digapai   Bab 47

    "Ibu, jangan dibahas lagi ...."Mata Willa juga memerah. "Sudah, sudah, jangan dibahas lagi. Star, nanti kalau bayinya sudah agak besar, ajak dia pergi lihat ayahmu ya."Starla mengangguk keras. "Ya."Tak lama kemudian, dia menerima telepon dari Darrel."Kamu di mana?"Benar, mereka sudah janjian. Hari ini mereka harus pergi ke pengadilan negeri untuk mengurus perceraian."Kamu sudah sampai? Aku langsung ke sana."Darrel langsung menutup telepon.Willa bertanya dengan cemas, "Darrel ya? Anak kalian nangis?"Starla menjawab secara samar, "Hm .... Ibu, aku harus keluar sebentar.""Cepat pergi. Bayi itu paling butuh ibunya. Besok kamu jangan datang dulu. Jaga anak baik-baik. Paham?""Besok aku lihat situasi dulu."Setelah berpamitan dengan ibunya, Starla keluar dari rumah sakit, naik taksi, langsung menuju pengadilan negeri.Di jalan, dia menelepon Darrel, ingin memberitahunya bahwa dia sedang dalam perjalanan dan memintanya menunggu sebentar.Namun, kemudian dia teringat Darrel sudah mem

  • Memetik Bintang yang Tak Sempat Digapai   Bab 46

    Tidur itu membuat Starla terlelap sampai siang hari.Saat bangun, luka di dada dan perutnya masih terasa nyeri, sementara sosok pria itu sudah tidak ada di dalam kamar.Dia mengusap pelipisnya yang terasa sakit, lalu melihat segelas air di meja dengan secarik kertas di bawahnya.[ Ingat minum obat. Jangan ditelan tanpa air. ]Saat menggenggam gelas itu, Starla mendapati suhu airnya pas sekali. Pria ini .... Kenapa semua hal bisa diperhitungkan sedemikian tepat? Bahkan tahu kalau kemarin dia menelan obat tanpa air.Starla buru-buru mencuci muka dan pergi ke rumah sakit. Di ruang perawatan khusus, tangan ibunya masih terpasang jarum infus, tetapi kondisinya terlihat jauh lebih baik dari sebelumnya. Pipinya pun mulai tampak berwarna. "Star, kenapa kamu datang?"Starla berjalan mendekat dan menggenggam tangan ibunya. "Aku satu-satunya putrimu, masa aku nggak datang?"Willa menepuk lembut punggung tangan putrinya, menasihati, "Ibu nggak apa-apa. Dokter dan perawat di sini sangat bertanggung

  • Memetik Bintang yang Tak Sempat Digapai   Bab 45

    "Hanya saja ...." Pria itu menoleh, menatap ke dalam matanya. "Kamu masih mencintai mantan suamimu?"Cinta? Starla menggeleng sambil tersenyum pahit. "Aku sudah lama nggak punya kelayakan untuk mencintai. Hanya untuk tetap hidup saja, aku harus mengerahkan seluruh tenagaku.""Pikirkan lagi, jangan buru-buru menjawabku." Pria itu berpikir sejenak, lalu menambahkan, "Anggap saja ini hadiah ulang tahunmu yang ke-26 dariku.""Pak.""Mm?"Dalam kegelapan, Starla mengamatinya dengan saksama. "Kita pernah saling kenal sebelumnya?"Pria itu memalingkan wajah, kembali ke dalam bayangan. Suaranya mendadak menjadi berat. "Starla, hal-hal yang nggak ingin kubicarakan, sebaiknya jangan kamu tanyakan.""Maaf.""Aku ngantuk. Ayo kita tidur.""Baik."Sama seperti semalam, dia berbaring menyamping, pria itu berbaring di belakangnya. Sangat dekat. Begitu dekat hingga napasnya dipenuhi aroma parfum lembut dari tubuh pria itu."Starla."Starla terkejut. "Hah?""Tetap di sisiku dengan baik. Aku akan member

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status