Bab 4

Starla menyunggingkan bibirnya, tertawa sinis pada dirinya sendiri.

Di bawah sinar bulan, bayangannya terpantul di lantai. Karena tersiksa sakit selama ini, tubuhnya memang sudah kurus tinggal tulang. Bahkan bayangannya pun tampak begitu rapuh.

Darrel bertanya padanya, "Kamu ke mana siang ini?"

Starla mengangkat pandangannya. "Kamu peduli sama aku?"

"Nggak. Aku suruh Pengacara Caldon cari kamu untuk membicarakan syarat perceraian kita. Katanya kamu nggak ada di rumah."

"Oh, aku ke rumah sakit."

"Ke rumah sakit buat apa?"

"Untuk memperbaiki selaput, 'kan kamu sudah tahu. Kenapa masih tanya aku ke rumah sakit buat apa?"

Darrel berkata, "Starla, aku benar-benar nggak pernah mengerti kamu .... Kalau yang kamu inginkan adalah Keluarga Gilvano, bukankah semuanya sudah menjadi milikmu setelah kita menikah?"

"Kamu harus membunuh orang tuaku dulu supaya merasa aman? Mereka sangat menyayangimu, memperlakukanmu seperti anak mereka sendiri. Asal kamu minta, apa pun akan kuberikan."

"Orang tuaku hanya punya satu anak laki-laki, tapi mereka juga bersedia memberimu segalanya. Tapi kenapa ... kenapa kamu melakukan itu? Kamu memainkan peranmu begitu lama, begitu sempurna sampai aku benar-benar percaya ... hanya untuk mendapatkan Keluarga Gilvano?"

"Darrel, kalau aku bilang aku nggak tahu apa pun, kamu bakal percaya nggak?"

Dia menggeleng. "Menurutmu aku akan percaya? Orang tuaku meninggal, aku kehilangan semuanya. Aku terpuruk, mabuk setiap hari, hampir mati karena keracunan alkohol. Lalu keluarga kalian mengambil alih seluruh aset Keluarga Gilvano. Dan kamu ... kamu menghilang, lenyap tanpa jejak. Gimana aku bisa percaya sama kamu?"

"Darrel ...."

Darrel melanjutkan, "Kalau saja Fidora nggak muncul di hadapanku, menemani dan mendukungku, berjalan bersamaku melewati masa paling gelap dalam hidupku ... mungkin aku benar-benar nggak punya apa pun lagi untuk melawan kalian, seperti yang kalian inginkan."

"Syukurlah, sekarang aku sudah bangkit. Dan aku nggak akan pernah mengizinkan diriku jatuh di tempat yang sama dua kali."

Starla tersenyum getir. Tempat yang sama ... yang dimaksud Darrel tentu adalah dirinya. Dia tahu Darrel tidak akan pernah percaya padanya lagi dan tidak akan pernah lagi mencintainya.

Starla menjilat bibirnya yang kering, lalu bertanya, "Darrel, Fidora itu ... gadis seperti apa?"

Ekspresinya seketika melunak. "Dia ... sangat pintar, baik hati, lembut, dan sangat mengerti aku."

"Dia juga sangat mencintaimu, bukan?"

"Tentu saja."

Starla mengangguk pelan. "Baguslah kalau begitu."

Kalau dia mencintaimu, aku pun merasa tenang.

Setelah aku pergi nanti, kalau ada seorang wanita yang mencintaimu dan menemanimu di sisimu, aku tidak akan terlalu mengkhawatirkanmu lagi. Setidaknya aku tahu kamu akan hidup dengan sangat ... sangat baik. Maka, aku bisa pergi tanpa penyesalan.

Aku akan mencari tempat yang tidak bisa kamu lihat ... diam-diam menunggu akhir hidupku. Tidak akan merepotkanmu lagi.

Jam dinding berdentang dua belas kali, menunjukkan waktu telah tengah malam.

Starla tersenyum tipis memandangnya. "Aku janji, hanya malam ini. Setelah malam ini, aku akan menandatangani surat cerai dan memberikannya padamu."

Darrel tidak bergerak. Dia mengerutkan kening, seolah menimbang apakah kata-kata Starla bisa dipercaya.

Starla berdiri dan berjalan perlahan mendekatinya. Dia bersandar lembut di dada Darrel, lalu mengecup bibirnya. "Darrel, anggap saja ... ini mimpiku yang terakhir. Anggap saja, aku memohon padamu ...."