Share

Chapter 4

Baiklah, sekarang bukan saatnya memikirkan orang asing. Aku harus memanfaatkan sisa sisa waktu liburku dengan baik hari ini. Aku terduduk di sofa depan televisi dan mencari remote-nya. Dan berharap ada acara bagus di TV. “Hai, Sofia. Kau pasti tidak percaya ini kan?” kata Bill tiba-tiba saat aku baru saja menekan tombol ‘ON’ remote TV. “Hai, sayang.” kata ibu. “Lihat apa yang kita dapatkan.” Sebenarnya saat dia bilang “lihat”, saat itu juga aku berniat untuk tidak melihat dan pergi. Tapi akhirnya aku melihatnya. Seekor ikan kakap merah dalam jaring —seperti jaring untuk menangkap ubur-ubur di Spongebob― yang dimasukkan kedalam plastik hitam besar. Sudah jelas, malam ini akan ada pesta ikan bakar ala resep buatan ibuku. “Kalian mendapatkannya di kali itu? Emm.. maksudku di tempat kalian biasa memancing?” tanyaku heran. Karena tidak mungkin mereka mendapatkan kakap merah disana. “Tidak. Kami menemukan tempat lain untuk memancing. Dan banyak yang memancing disana.” kata Bill antusias. “Sofia, seharusnya kau ikut tadi. Banyak stan makanan…” dan dia terus meneruskan ceritanya sepanjang nasehat ayah yang lebih suka kusebut “Pantang Pacaran” itu. Sepanjang Bill bercerita pun aku masih sesekali memikirkan tentang cowok yang baru saja kutemui hari ini.

Walau berkat cowok itu aku sudah mulai sadar kalau aku harus keluar dan agak bersosialisai dengan orang sekitar, tapi aku belum ada niatan sediktpun untuk berubah jadi aktif. Aku sudah sangat nyaman dengan kesendirianku —maksudku, dengan sifatku yang cenderung penyendiri―saat ini.

               Aku tiba tiba merasa memiliki perasaan baik untuk besok.

                                                        *************

               “Bu, aku berangkat ya..!” teriakku dari sisi luar pagar rumah. Samar-samar aku mendengar ibu mengatakan sesuatu, yang mungkin adalah,”Iya, hati-hati dijalan.” atau “Sofia, jangan lupa makan bekalmu!.” Bill dan aku memang tidak satu sekolah. Bill di SMA, sekarang kelas X(10) dan aku di SMP. Terlalu lama untuk menyusulnya di SMA karena aku masih kelas VIII(8). Tapi kehidupan di SMP juga tidak terlalu buruk bagiku. Menurut ayah, masa-masa  SMA lebih berbahaya dan butuh pengawasan ekstra. Tapi kurasa…, mungkin dia agak berlebihan.

               Aku sudah sampai dan langsung masuk menuju pertigaan lorong lantai dasar. Masih jam 6 lebih 2 menit, tapi lapangan sudah mulai dipenuhi orang-orang. Banyak yang duduk-duduk di lapangan dan mengoceh dengan gerombolannya.

               Dan aku??

               Ya, bagian sedihnya kalau kau jadi aku. Aku tidak punya teman dekat ataupun lingkup pertemanan, apalagi pacar. Bahkan untuk sekedar mengobrol di jam-jam segini. Jadi, sudah jelas aku akan langsung ke kelasku.

               Di kelas, kudapati isinya lebih banyak dari biasanya. Biasanya, saat terjadi peningkatan jumlah penghuni kelas di jam 6 pagi, saat itulah banyak tugas yang belum terselesai. Mereka bermaksud untuk mendiskusikan —sebenarnya sebutan lebih tepat adalah, menyontek, yang sering disebut sesi “Cari Contekan”― jawaban atau bentuk dari tugas-tugas itu. Untungnya, aku bukan bagian dari Veteran Cari Contekan. Aku tidak memilki waktu bermain ‘bersama teman’ secara khusus, jadi aku jelas memiliki lebih banyak waktu untuk menyelesaikan tugasku secara mandiri. Tapi bukan berarti aku tidak pernah melakukannya juga sih.

               Kelas begitu riuh. Sibuk berteriak “Oooiii, siapa yang udah ngerjain nomer 3??!” atau “Yang udah liat dong…!!”

               Terlihat jelas wajah-wajah panik dan gaya-gaya menyontek mereka yang unik. Aku berjalan menuju tempatku duduk. Dan kurasa, teman sebangku-ku diganti. Tidak masalah. Teman baru di pekan ini juga tidak buruk.

               Dan akhirnya aku tau. Itu Liz. Anak aktif dan labil. Dia terlihat cukup menyenangkan. “Hai” sapaku. Tidak ada salahnya kan mulai duluan? “Hai,” katanya dengan senyum lebar. “Eh,mm.. maaf ya, aku bertukar tempat duduk. Jadi aku disini.” Jelasnya masih dengan senyum lebar itu. “Tak apa, aku mengerti. Oh, ya, Liz, kau sudah mengerjakan tugas?” tanyaku padanya. Dia terlihat bingung. “Tugas apa?” Tiba-tiba dia tersadar sendiri. “Oh, iya!!” lalu dia membuka tasnya dan mencari bukunya. Sejurus kemudian dia meninggalkanku dan bergabung di sesi Cari Contekan.

               Ya, pemandangan kelas sekarang ini memang tidak terlihat cukup baik. Ini situasi yang sangat genting bagi mereka. Lebih baik keluar untuk cari udara segar. Seperti tempatku berdiri sekarang. Dari balkon depan kelas memang tempat yang paling tepat untuk melihat keadaan di bawah sana, lapangan sekolah yang cukup besar. Itupun jika tidak ada pohon yang menutupi. Dari tempat ini aku juga bisa melihat dengan jelas pemandangan sawah di belakang sekolah, juga mata hari terbit yang hangat dan menyilaukan.

               Tapi langit terlihat agak gelap hari ini. Mungkin akan turun hujan dalam beberapa saat. Kabar baik bagi mereka yang sudah berada didalam kelas sekarang. Hujan, berarti tidak ada upacara, dan berarti ada tambahan waktu untuk sesi Cari Contekan sekarang. Lagi pula, aku juga sedang malas kemana-mana, jadi aku memutuskan untuk tetap berdiri di balkon ini. Hujannya cukup tenang kali ini, jadi tidak terlalu berangin. Sensasi yang sangat menyenangkan, jika sudah sampai tahap paling nyaman, kau tiba-tiba tidak lagi mendengar suara berisik dari dalam kelasmu. Tapi sendiri disini, agak terasa sepi.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status