Share

Chapter 5

Aku melihat keseluruh penjuru. Terlihat orang orang kelas sebelah sedang asik mengobrol dengan kelompok pertemanan mereka. Sepotong percakapan mereka tak sengaja terdengar olehku, dan aku jadi mengerti mengapa mereka begitu serius dengan bahasan mereka.

               Si Anak Populer.         

               Dan lebih spesifiknya, mereka bicara tentang…

               Jennifer Amity.

               Siapa yang tak kenal dengan seorang Jennifer Amity. Bahkan seluruh angkatan, baik yang tahun ini, tahun lalu sampai alumni sekalipun. Sebenarnya tak heran sih kalau dia bisa jadi begitu terkenal. Karena itu sesuatu yang sudah sangat jelas, dia memiliki semua aspek untuk menjadi populer. Kau tidak harus jadi cewek penyendiri sepertiku untuk tau hal itu.

               Cewek-cewek mungil di sekolahku memang sangat mudah untuk jadi terkenal. Apalagi mendapatkan pacar setinggi 170 sentimeter yang lebih tua satu atau dua tahun, mungkin juga anggota tim inti basket atau futsal. Yah, kita bisa jadikan Jennifer sebagai acuan.

               Dengan tinggi 150 sentimeter dan rambut panjang pirangnya, bakal jadi aneh kalau cowok-cowok akan berpikir dua kali buat naksir dia. Kulit putih, bulu mata lentik dan seorang mayoret. Tidak heran dia begitu populer ‘kan?

               Tiba-tiba aku melihat seseorang di ujung lorong ini yang sudah mulai sepi. Dia baru saja dari tangga dan menuju ke lorong ini. Sepertinya,.. entah kenapa aku merasa pernah mengenalnya. Atau setidaknya melihatnya. Aku mencoba menyipitkan mataku yang rabun jauh 0,5 ini.

               Dan benar saja, dia yang kemarin. Cowok yang mencoba bicara pada kucing putihnya itu. Dan aku rasa dia juga melihatku dari kejauhan, kemudian mencoba mengingat siapa aku. Sulit untuk mengenali orang dari jarak 25 meter.

               Dia melangkah berbelok ke salah satu pintu kelas yang tertutup. Tapi dia nampak masih berusaha mengenaliku. Mungkin menyerah, atau karena tidak enak terus dipandang orang asing dari kejauhan, dia melempar sebuah lambaian kecil dan senyum manis yang sama. Aku dapat merasakannya meski dari jarak yang terasa sangat jauh ini. Dan aku membalasnya dengan cara yang sama. Aku jadi penasaran siapa orang itu. Aku baru saja melihatna, tapi entah kenapa sepertinya denyut jantungku agak sedikit lebih cepat dari biasanya hari ini. Apa aku menderita suatu penyakit parah?

               Tiba tiba terdengar suara air hujan yang juga tiba-tiba turunnya, berbarengan dengan bel nyaring khas sekolah. Aku mencoba kembali pada diriku yang biasanya. Ayolah, lupakan semua dan fokus pada sekolah hari ini, Sofia!

****

            Sekarang sudah jam 2 siang. Waktunya pulang. Tapi aku masih ada jadwal ekskul hari ini. Untungnya aku sedang tidak ada janji dengan laptop atau buku-buku ini. Aku berjalan menuju tempat anggota Science Club biasa berkumpul. Sekedar informasi, aku baru bergabung sejak pertemuan terakhir minggu lalu karena aku sama sekali tidak mengikuti kegiatan ekstra apapun hingga orang-orang dari kesiswaan memberitahukannya pada orangtuaku. Menurutku, ini lebih mirip kelompok Dokter Kecil atau semacamnya. Dan dengar-dengar, akan ada lomba 2 minggu lagi. Jika kau bertanya padaku tentang tujuanku ikut kegiatan ini, akan ku beritau. 20 persen karena kegiatan klub ini sangat jarang, 30 persen karena dipaksa ikut kegiatan ekstra apapun, 50 persen karena mengincar uang hadiah lomba yang cukup besar untuk masuk di rekening pelajarku.

               Saat aku menaruh tas, dan mulai berkeliling. Di klub kami, kebanyakan dari mereka adalah orang yang serius. Maksudku, mereka sering menghabiskan waktu dengan membaca buku atau artikel-artikel majalah kesehatan. Dan jarang sekali terlihat bahkan dalam klub sains pun, orang orang mengoceh dengan temannya tentang anak populer atau semacamnya. Hanya segelintir orang yang punya selera humor. Tapi aku betah, karena bukan hanya aku satu-satunya orang pendiam disini.

            Setelah beberapa menit berkeliling,seorang pria paruh baya yang kukenali sebagai Pembina klub ini datang. Dia bilang tidak bisa melatih kami hari ini, jadi dia hanya memberi tugas sebagai persiapan lomba. “ternyata rumornya benar” pikirku. Kemudian ia membagi 18 orang ini menjadi 3 tim. Dan aku terpilih masuk tim 2, bersama lima orang lainnya yang baru saja ku kenal beberapa menit setelah kami jadi tim. Diantaranya Ellen, Jessy, Bob, Jimmy. Hanya itu yang ada dan berkenalan denganku. Mereka bukan anak anak introvert sepertiku, tetapi mereka sanagt menyenangkan. Selama perbincangan pertama kami, aku menyadari aku bercerita lebih banyak dari biasanya. Bob memberi tau ada satu anggota lagi, dan dia belum ditempat sekarang. Dan sebelum si misterius sampai, mereka semua —anggota tim ku— berjanji untuk tidak akan memberitaukannya padaku. Aku bertanya tanya apa alasannya.

“Hai semuanya! Nampaknya aku benar-benar tertinggal.” Sebuah suara yang terdengar dari jauh. Suara yang persis sama seperti yang kudengar kemarin. Suara yang lembut dan menyenangkan, terdapat aura semangat dan keceriaan tersirat didalamnya. Meski begitu wibawanya tetap tidak hilang. Dan sampai waktunya si misterius itu bersuara, aku baru menyadarinya.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status