"Banyak sekali pertanyaan yang ada di kepalaku, Rim. Sampai-sampai aku bingung. Pertanyaan yang mana dulu yang harus aku tanyakan padamu." Menik menghempaskan pinggulnya pada kursi Sunday to Monday kafe. Kafe ini adalah kafe langganan mereka sejak SMA. Sampai sekarang tiada perubahan yang berarti di kafe ini. Kecuali bangunannya yang tambah modern dan juga ketersediaan wifi untuk pengunjung. Pak Barus, sang pemilik kafe ternyata cukup piawai mengikuti perkembangan zaman."Ya, apa yang terlintas di kepalamu saja. Tenang, bertanya apapun padaku tidak perlu bayar kok." Arimbi ikut duduk di hadapan Menik. Tas slempangnya ia letakkan di kursi sampingnya. Dengan begitu ia akan lebih leluasa mengobrol. Pengalamannya mengobrol dengan Menik itu tidak pernah sebentar. Istimewa mereka tidak berjumpa cukup lama. Akan banyak cerita dan gossip-gossip terbaru yang sudah ada di ujung lidah masing-masing. "Baik. Kita pesan minuman dulu. Setelahnya kita akan berbincang sampai mulut kita berbusa." Men
"Sebenarnya aku tidak begitu suka kamu menikah dengan Esha. Bukan, aku bukan cemburu, Rim." Menik menggeleng."Aku hanya merasa kamu itu tidak cocok dengan Esha. Aku berpacaran dengan Esha dua tahun lamanya. Sebelum itu aku juga sudah mengenalnya hampir dua tahun juga. Ingat, aku ini sekretaris ayahnya. Jadi total aku berada di ruang lingkupnya hampir empat tahun." "Lanjutkan, Nik," pinta Arimbi. Arimbi mencium sesuatu dalam kalimat ambigu Menik."Baik. Aku mengenalmu nyaris separuh usiaku. Kita berteman sejak berseragam putih merah. Aku mengenalmu seperti aku mengenali diriku sendiri. Kamu terlalu perasa untuk Esha yang dingin. Aku takut kamu hanya membuang-buang waktumu untuk orang secomplicated Esha. Kamu tahu kenapa aku putus dari Esha?""Karena Mas Esha itu datar, dingin dan tidak banyak bicara," pungkas Arimbi. Menik menggeleng."Sebenarnya masalah utamanya tidak sesederhana itu." Menik tersenyum miris. Ia kemudian meneguk iced matcha boba latte-nya. Arimbi memperhatikan dalam
Seminggu telah berlalu sejak pertemuannya dengan Menik. Namun Arimbi sama sekali tidak bisa melupakan cerita-cerita yang Menik sampaikan. Istimewa cerita perihal tentang kemungkinan kalau Ganesha mempunyai orientasi seksual yang menyimpang alias gay. Arimbi sebenarnya masih sulit mempercayai hal tersebut. Jikalau orang lain yang menceritakannya, dirinya tidak akan percaya. Tapi kalau Menik, ia sulit membantah. Menik adalah bestie-nya sejak orok. Arimbi sangat mengenal kepribadian Menik. Menik bukanlah tipe orang yang gemar berasumsi liar apalagi bergosip omong kosong. Integritas Menik, Arimbi berani menjamin. Fakta lainnya, Menik pernah menjadi pacar Ganesha. Itu artinya Menik berbicara berdasarkan teori dan juga prakteknya.Selama seminggu ini juga Ganesha tidak pernah menginjakkan kaki di rumah. Interaksi mereka hanya sebatas telepon saja. Itu pun sudah lima hari yang lalu. Kala itu Ganesha menelepon dan mengiformasikan bahwa ia akan sangat sibuk beberapa bulan ke depan. Perusahaa
"Woho, pawangnya cemburu. Sorry... sorry... gue minta maaf." Ibrahim mengangkat kedua tangannya tinggi-tinggi seolah-olah menyerah."Lo sih iseng amat," Bramantyo memelototi Ibrahim."Pengantin baru lo diusik-usik. Ya ngamuklah pawangnya. Ayo kita langsung serbu dapur mereka aja. Gue udah laper soalnya." Bramanyto mengelus-elus perutnya."Kata Esha kamu masak menu nusantara ya, Rimbi?" Bramantyo mengalihkan pandangan pada Arimbi sambil mencium-cium udara. Meniru orang kelaparan membaui masakan lezat. Tingkahnya yang kocak membuat semua orang tertawa. "Iya, Mas Bram. Mari kita langsung ke dapur saja." Arimbi ikut tertawa. Teman-teman Ganesha ini kocak-kocak ternyata. Kecuali Dahlia. Sedari tadi Dahlia hanya mengamati seantero rumah dan sesekali tersenyum kecil mendengar banyolan teman-temannya.Arimbi memandu Ganesha dan ketiga temannya ke ruang makan. Khusus Ganesha, ia pamit sebentar untuk berganti pakaian. "Wuih, ada makanan kesukaan gue. Rendang Padang." Ibrahim menggosok-gosok k
"Tinggalkan saja piring-piring kotor itu, Mas. Biar nanti saya yang membereskannya sendiri. Sekarang sudah pukul setengah dua belas malam. Nanti Mas kemalaman di jalan." Arimbi mencegah Ganesha yang bermaksud mengangkat piring-piring kotor ke bak cuci piring. Sementara dirinya sendiri memasukkan sisa makanan ke dalam lemari es. Setelahnya ia membersihkan meja yang kotor. Ada serpihan makanan di sana sini. Sanggahan Arimbi membuat gerakan Ganesha berhenti di udara. Sejurus kemudian Ganesha kembali mengangkuti piring-piring kotor yang ditinggalkan teman-temannya di meja makan. Interupsi Arimbi hanya ia anggap sebagai angin lalu.Arimbi menghembuskan napas kasar. Seperti inilah perangai Ganesha. Keras kepalanya saingan dengan batu. Padahal apa yang ia katakan adalah demi kebaikan Ganesha sendiri. Akhir-akhir ini tingkat kejahatan malam hari di ibukota semakin merajalela. Kalau Ganesha kembali ke apartemen di tengah malam, Arimbi takut kalau Ganesha akan dibegal."Mas, Maksud saya baik.
"Ini, silakan kamu lihat-lihat album keluarga dan buku tahunan sekolah saya dan Seno. Perhatikan penampilan fisik kami baik-baik. Karena itulah awal mula masalah yang akan saya ceritakan padamu." Album-album pun kemudian berpindah tangan. Arimbi dengan antusias menerima album dan membalik-balik halaman album keluarga Caturrangga. Tiga tahun berpacaran dengan Seno, Arimbi sama sekali tidak pernah disuguhi album ini. Setelah beberapa kali membalik album, ia sudah melihat perbedaan antara antara Ganesha dan Seno kecil. Walau secara garis besar struktur wajah mereka sama, namun ada hal-hal lain yang membuat keduanya tampak berbeda. Hidung Ganesha juga masih sempurna. Belum ada ada bekas patah seperti sekarang.Ganesha kecil berkulit lebih legam dan culun. Sementara Seno berkulit terang dan tampan. Ganesha juga sepertinya pemalu. Karena hampir di semua photo-photo keluarga, Ganesha terus menunduk atau menyembunyikan wajahnya. Sementara Seno tertawa ceria.Lembaran-lembaran berikutnya men
Arimbi memacu motornya lebih kencang dari kecepatan rata-rata. Ibu mertuanya menelepon akan berkunjung ke rumahnya nanti sore. Bukan hanya sendiri. Ibu mertuanya juga akan mengajak beberapa kerabat yang konon katanya ingin mengunjungi rumah pengantin baru. Para kerabat itu ingin berkenalan lebih dekat dengannya, kata ibu mertuanya. Ketika Arimbi menyampaikan kabar tersebut pada Ganesha, tanggapan Ganesha berbeda. Menurut Ganesha para kerabatnya bukan ingin berkenalan lebih dekat. Melainkan ingin menyinyiri dan menjadi agen mata-mata atas keadaan rumah tangga mereka. Mereka pasti ingin menyaksikan dengan mata kepala sendiri kehidupan pernikahan kilat mereka. Ganesha terang-terangan kesal akan dikunjungi oleh para tukang nyinyir, kalau menurut istilah Ganesha. Arimbi tidak menanggapi pernyataan Ganesha dengan pikiran negatif. Menurut Arimbi para kerabat itu adalah bagian dari keluarga besar Catturrangga. Sudah seharus dirinya memperlakukan mereka dengan baik dan hormat. Terlepas apapu
"Wah, semua makanan ini kamu yang memasaknya ya, Rim? Hebat." Sembari mengunyah nasi, Bu Astuti, mengambil sepotong rendang sapi yang di masak oleh Arimbi. Bu Astuti adalah istri dari almarhum Pak Syarief Maulana. Orang yang sangat dihormati oleh keluarga Caturrangga. Karena Pak Syarief almarhum sangat berjasa dalam bisnis keluarga Caturangga. Pada saat pernikahan Arimbi dengan Ganesha hampir dua minggu lalu, Bu Astuti memang berhalangan hadir karena sedang sakit. Ini adalah kali pertama Arimbi bertemu dengan Bu Astuti."Iya, Bu. Maaf, kalau masakan saya tidak sesuai dengan selera Ibu. Saya masih belajar dalam dunia masak memasak," aku Arimbi jujur. Arimbi berusaha bersikap sesopan mungkin pada Bu Astuti. Bu Santi, mertuanya telah memberitahunya tentang siapa sebenarnya Bu Astuti.Saat ini meja makan dipenuhi oleh enam orang. Bu Santi, Bu Ratna, Bu Astuti, Rina anak perempuan Bu Astuti, Nina, dan Arimbi sendiri. Ganesha masih berada di ruang kerja. Ganesha akan menyusul setelah peke