"Mas Esha sudah datang. Sebentar saya akan mengambilkan jas pesanan Mas Esha. Pak Tian keluar sebentar. Tapi beliau sudah menyelesaikan semua pesanan Mas Esha. Tunggu sebentar ya, Mas?"
Tiwi, salah seorang staff Swan Boutique and Bridal, milik Sebastian Reynaldi, sang perancang busana, sekaligus pemilik butik, menyambut Ganesha dan Arimbi hangat.
Tiwi adalah asisten senior butik yang biasanya melayani Arimbi dan Seno. Arimbi tersenyum kecil. Ia malu karena datang ke butik bersama laki-laki yang berbeda. Ketika ia masuk ke dalam butik bersama Ganesha saja, beberapa orang staf tampak berbisik-bisik lirih. Arimbi yakin mereka pasti membicarakannya. Wajar, mengingat bahwa biasanya ia mendatangi butik bersama dengan Seno.
Arimbi duduk diam di sudut butik. Sementara Ganesha melihat-lihat beberapa kebaya-kebaya kontemporer rancangan Sebastian Reynaldy yang dikenakan pada manekin.
Ganesha memesan jas yang lain rupanya. Bukan jas yang sedianya akan dikenakan oleh Seno.
Sejurus kemudian Tiwi kembali dengan jas dalam pelukan. Di belakangnya Icha mengikuti dengan sehelai kebaya indah yang disampirkan pada lengannya.
"Ini jasnya Mas Esha. Silakan dicoba dulu. Dan ini kebaya Mbak Rimbi. Silakan dicek dulu. Apakah sudah sesuai dengan model yang Mas Esha inginkan. Pak Tian dan team design lembur dua hari hingga jam tiga pagi mengerjakannya. Semoga saja hasilnya memuaskan. Berikan pada Mbak Rimbi kebayanya, Cha." Tiwi memberi perintah pada asistennya.
Satu pemahaman memasuki pemikiran Arimbi. Ternyata Ganesha tidak mau menggunakan jas dan kebaya yang sedianya akan dikenakan olehnya dan juga Seno. Ganesha memilih pakaian mereka sendiri. Dikerjakan oleh Sebastian, perancang busana langganan keluarga Caturrangga. Kata Tiwi tadi Sebastian dan teman mengebut dua hari dua malam. Arimbi bisa membayangkan berapa kocek yang harus dikeluarkan oleh Ganesha, untuk jas dan kebaya ini.
Jas dan kebayanya dengan Seno, yang mereka pesan enam bulan sebelumnya saja, membuat Seno harus merogoh kocek dalam-dalam. Bagaimana dengan permintaan pakaian-pakaian istimewa ini dalam dua hari jadi? Arimbi tidak berani membayangkannya.
"Jas saya nanti saja saya coba. Kamu temani saja calon istri saya berpakaian. Saya ingin melihatnya mengenakan kebaya spesial pilihan saya itu." Ganesha berbicara dengan Tiwi seolah-olah Arimbi tidak ada di sana.
"Ayo, Mbak Rimbi. Ikut saya ke ruang ganti pakaian." Tiwi mengambil alih kebaya indah dari lengan Icha. Ia kemudian berjalan mendahului Arimbi ke ruang ganti. Arimbi membuntuti dalam diam.
Mereka berjalan ke satu ruangan besar berdinding kaca. Di sana ada lima ruangan khusus yang disekat dengan tirai. Ke sana lah Tiwi membawanya.
"Kita ke fiiting room yang nomor tiga saja ya, Mbak?" Arimbi menolak saat Tiwi membawanya ke fitting room nomor satu. Karena biasanya di sana lah ia mencoba pakaian saat masih bersama Seno. Arimbi benar-benar ingin menghapus bayangan Seno dari pernikahannya dengan Ganesha ini. Bahkan sekedar ruang ganti pakaian pun ia usahakan berbeda, agar suasananya berbeda.
"Baik. Pilih senyamannya Mbak Arimbi saja."
Tiwi menyibak tirai, mempersilakan Arimbi masuk. Setiba di fitting room, Tiwi melepas hanger dan memberikan kebaya indah itu ke tangan Arimbi.
"Ayo dicoba, Mbak Rimbi. Kebaya pesanan Mas Esha ini adalah kebaya teranggun yang pernah saya lihat. Tertutup, simple, namun meneriakkan kata mahal." Tiwi mengelus sekilas kebaya yang sudah berpindah tangan.
"Masa sih?" Pujian yang dilontarkan Tiwi terhadap gaun kebayanya membuat Arimbi penasaran. Arimbi pun memperhatikan detail kebaya di tangannya.
Kebaya ini sekilas terlihat sederhana. Berkerah shanghai dengan butiran kancing mutiara. Panjang kebayanya sendiri hampir semata kaki. Detail renda bunga-bunga yang bergerombol di tepi kebaya mengesankan kemewahan nan elegan. Tiwi benar, dibalik kesederhanaannya kebaya ini menunjukkan kelasnya.
"Iya, ya. Cantik sekali." Arimbi mengelus permukaan kebaya dengan pandangan menerawang. Nama Sebastian Reynaldi memang bukan kaleng-kaleng. Kebayanya dengan Seno saja bagus sekali. Dan yang ini beberapa kali lipat lebih bagus lagi.
Pernikahannya juga akan berlangsung megah, mengingat begitu banyaknya tamu yang diundang. Namun kedua mempelai yang duduk di atas pelaminan mewah itu nanti, tidak memiliki cinta. Hanya keterpaksaan saja yang membuat mereka berdua ada di sana. Sayang sekali rasanya jikalau mereka harus menghabiskan biaya sebesar ini.
"Mbak Rimbi ingin saya bantu menggunakan kain songket dulu atau bagaimana?" Tiwi menawarkan bantuan.
"Tidak apa-apa, Mbak Tiwi. Saya bisa sendiri. Nanti kalau saya membutuhkan bantuan, saya akan memanggil Mbak Tiwi."
Arimbi menolak bantuan Tiwi secara halus. Bukan apa-apa, Arimbi merasa sangat tidak nyaman saat harus membuka pakaiannya di hadapan orang lain. Walaupun dirinya dan Tiwi sama-sama perempuan, tetap saja, Arimbi rikuh.
"Baik, saya menunggu di depan saja ya? Kalau Mbak Rimbi butuh apa-apa, Mbak Tinggal teriak saja seperti biasa," Tiwi tersenyum maklum. Ia memahami ketidaknyamanan Arimbi. Karena sebelumnya, saat bersama Seno, Arimbi juga bersikap yang sama.
Sepeninggal Tiwi, Arimbi mulai menyalin pakaian. Ketika menggunakan kebaya, Arimbi sangat hati-hati sekali. Ia takut kalau kebayanya rusak apabila ia mengenakannya dengan tergesa. Setelah kebaya melekat erat di tubuhnya, barulah Arimbi memanggil Tiwi. Ia kesulitan mengancingkan kancing-kancing mutiara di punggungnya.
"Wah, Mbak Arimbi cantik sekali. Sampai pangling saya." Tiwi terpana. Tiwi membantu Arimbi mengancingkan kebaya dan mengencangkan songketnya.
"Ah, Mbak Tiwi bisa saja. Kebayanya yang cantik. Saya mah cuma manekin saja," kata Arimbi canggung. Ia tidak biasa dipuji terang-terangan.
"Manekinnya memang sudah bagus, tapi karena modelnya juga bagus, jadi hasilnya maksimal. Ayo kita ke depan, Mbak. Mas Seno, eh maaf, Mas Esha sudah menunggu."
Tiwi Jadi kepingin menggigit lidahnya sendiri saat salah berucap. Terbiasa melayani Arimbi dan Seno, lidahnya jadi selip mengucapkan nama Seno. Sementara Arimbi, ia gamang saat nama Seno kembali disebut.
"Saya minta maaf ya, Mbak Rimbi ?" Tiwi kembali meminta maaf ketika melihat Arimbi tertegun.
"Tidak apa-apa. Saya mengerti," Arimbi tersenyum kecut.
"Kalau begitu mari kita keluar. Kita perlihatkan betapa cantiknya Mbak Rimbi ini pada Mas Esha."
Tiwi sangat berhati-hati sekali kala menyebut nama sang mempelai pria. Selain tuntutan pekerjaan yang mengharuskannya bersikap professional, ia juga harus menjaga perasaan calon mempelainya.
Arimbi mengikuti instruksi Tiwi. Ia pun mengikuti langkah Tiwi yang tengah menyibak tirai.
"Lho, Rimbi. Kamu di sini juga?"
Nina Sujatmiko. Sepupu pencuri mantan pacarnya melihat Arimbi dengan senyum merendahkan.
"Relakan, Mbak. Tempatkan masalah sesuai dengan masanya. Masa lalu tempatnya memang di waktu lalu. Dewasalah untuk menerima kenyataan bahwa tidak ada yang bisa Mbak lakukan tentang masa lalu, kecuali memutuskan terus hidup di sana dan menderita selamanya atau berubah menjadi lebih baik."Nina tidak menjawab pertanyaan Arimbi. Dirinya sangat mengerti apa yang dikatakan oleh Arimbi. Ia bukanlah orang bodoh. Dirinya hanya seorang pendengki serakah yang tidak bisa melihat kebahagiaan orang lain."Kita pulang ya, Nin? Ayah yakin setelah minum obat dan tidur pasti kamu akan merasa lebih baik. Kalau ada waktu, Rimbi pasti akan menengokmu ke rumah. Iya 'kan, Rim?" Pak Sujatmiko menatap Arimbi sendu dengan pandangan meminta pertolongan.Arimbi langsung tidak menjawab pertanyaan terselubung pamannya. Melainkan ia menatap Ganesha terlebih dahulu. Meminta izin tanpa bicara. Ketika melihat Ganesha mengangguk samar barulah Arimbi berbicara."Iya, Mbak. Nanti kalau ada waktu luang, Rimbi akan menjen
"Kamu di sini saja, Rim. Ingat kamu sedang hamil. Nina itu sedang depresi. Apa pun akan berani ia lakukan." Ganesha menahan bahu Arimbi saat istrinya itu ingin bangkit dari tempat tidur."Tapi saya harus, Mas. Bagaimanapun Mbak Nina itu sepupu saya. Sedikit banyak saya memahami kepribadiannya. Lagi pula ada Mas juga. Saya pasti aman." Arimbi membujuk Ganesha."Ayolah, Mas. Daripada Nina membuat ulah yang mengacaukan acara, sebaiknya kita cegah terlebih dahulu." Arimbi menghela lengan Ganesha. Teriakan histeris Nina makin membahana."Baiklah. Tapi kamu jangan jauh-jauh dari Mas. Mas tidak mau kamu sampai kenapa-kenapa." Kalimat Ganesha ditanggapi anggukan singkat oleh Arimbi. Sesampai di ruang tamu, keadaan mulai kacau. Nina terus menjerit histeris, dan mengatakan bahwa ia tidak terima diperlakukan tidak adil oleh Seno. Sejurus kemudian dua orang Satpam komplek terlihat memasuki rumah. Dengan segera mereka mengamankan Nina. Namun Nina terus meronta-ronta liar dan memaki-maki Seno sera
"He eh," Bu Astuti mengangguk lemah. Mata tuanya berkaca-kaca. Sungguh ia menyesal pernah berbuat tidak baik pada Arimbi, hanya karena ia kesal pada Ganesha. Jika saja waktu bisa diulang, betapa ingin dirinya mengubah sikap judes dan nyinyirnya dulu pada Arimbi. Istri Ganesha ini lembut dan baik hati."Ini minumnya, Bu. Kalau Ibu tidak keberatan saya bantu meminumkannya ya, Bu?" Dengan sopan Arimbi meminta izin Bu Astuti."He eh... he eh..." Bu Astuti mengangguk berkali-kali. Kedua mata tuanya kini membentuk kolam air mata. Bu Astuti menangis tanpa suara."Ayo diminum, Bu. Pelan-pelan saja agar tidak tersedak." Arimbi membungkuk. Ia memeluk bahu Bu Astuti sambil mendekatkan bibir Bu Astuti pada birai gelas. "Sudah, Bu?" tanya Arimbi lagi. Bu Astuti sudah menghabiskan seperempat gelas air putih. Bu Astuti mengangguk. "Sebentar ya, Bu. Saya mengambil tissue dulu." Arimbi menarik selembar tissue dari atas meja. Setelahnya ia mengelap sudut bibir dan dagu Bu Astuti yang basah. "Maaf...
Dua tahun kemudian."Sah!" Arimbi, Ganesha dan beberapa kerabat lain ikut mengucapkan kata sah, saat penghulu menyatakan ijab kabul Seno dan Rina sah. Ya, hari ini adalah hari yang membahagiakan untuk Seno, Rina dan juga Mahesa. Karena keduanya pada akhirnya memutuskan menikah setelah dua tahun berpacaran."Akhirnya mereka menikah juga ya, Rim?" Ganesha tersenyum sumringah melihat sepasang pengantin baru di depannya saling memasang cincin. Ia ikut gembira untuk Seno. Sebagai seorang kakak, ia mengasihi Seno dengan caranya sendiri. Di masa lalu Seno memang banyak sekali melakukan kesalahan. Namun perlahan-lahan ia berubah dan menjadi pribadi yang lebih. "Iya, Mas." Arimbi menimpali kalimat Ganesha singkat. Ia memang selalu hati-hati apabila membicarakan soal Seno. Ia tidak mau Ganesha mengira kalau dirinya masih peduli pada Seno."Seno sekarang sudah banyak berubah ya, Rim? Tepatnya sejak ia tahu kalau dirinya ternyata memiliki Mahes. Sekarang kebahagiaan Mahes adalah prioritasnya, Ma
"Ayo lanjutkan ceritamu di taman belakang saja." Arimbi membawa Menik ke taman kecil kesayangannya. Di sana ia kerap menghabiskan waktu bercocok tanam. Mulai dari berbagai macam jenis bunga hingga tanaman herbal ada di tamannya."Lanjutkan ceritamu, Nik." Arimbi menghempaskan pinggulnya di kursi taman. "Tuh, Mbak Tini juga sudah menyiapkan makanan kecil. Kita mengobrol di sini saja sementara Mas Esha dan Bang Ivan bekerja." Arimbi kian semangat mengorek cerita tatkala Mbak Tini muncul dengan sepiring pisang goreng hangat dan dua gelas sirup markisa."Ya, terus aku membawa Bu Mirna ke rumah sakit. Beberapa saat kemudian Ivan dan Pak Kristov menyusul. Di situ aku baru tahu kalau ibu-ibu yang aku tolong adalah ibunya Ivan. Singkat cerita aku dan Bu Mirna kemudian menjadi akrab. Tidak lama kemudian Ivan pun menembakku. Katanya untuk pertama kalinya ibunya mencomblanginya. Dengan dua mantan Ivan terdahulu Bu Mirna tidak cocok. Ivan juga bilang ia sudah lelah pacaran ala remaja ingusan. Ia
Arimbi termangu menatap televisi. Baru saja diberitakan bahwa Bastian Hadinata yang digadang-gadang akan menjadi walikota telah dilengserkan. Selain dinilai tidak layak menjadi calon walikota, saat ini Bastian juga telah diamankan karena terbukti melakukan gratifikasi terhadap beberapa proyek pemerintah.Televisi juga menayangkan wawancara singkat dengan Bastian dalam seragam berwarna oranye. Di scene-scene lain, terlihat Priska dan Prisila berlarian sambil menutupi wajah mereka dengan syal. Mereka berdua tampak menghindari awak media yang terus memburu saat mereka baru saja keluar dari kantor polisi. Berita tentang korupsi dan gratifikasi yang dilakukan oleh Bastian Hadinata memang tengah menjadi headline di mana-mana. Apalagi semua aset-aset Bastian Hadinata saat ini telah disita oleh negara. Tidak heran kalau Prisila dan Priska sekarang menjadi bulan-bulanan pers. Mereka dikejar di mana pun mereka berada."Kamu percaya dengan karma bukan, Ri? Lihatlah, apa yang sekarang terjadi pa
"Kamu tadi menanyakan bagaimana Mas tahu perihal rumah impianmu bukan? Nah, itu dia orang yang sudah memberitahu Mas. Seno, sini." Ganesha melambaikan tangannya pada Seno. Memanggil adiknya yang tengah mewarnai gambar dengan Mahesa. Semenjak tahu bahwa dirinya telah mempunyai seorang anak, Seno berubah banyak. Ia kini lebih kalem dan bertanggung jawab. Di sela-sela waktu luangnya, ia selalu menyempatkan diri bercengkrama dengan putranya. "Jadi kamu yang membocorkan rahasiaku?" Arimbi berpura-pura marah pada Seno. Ia juga berusaha bersikap wajar pada Seno. Bagaimanapun Seno adalah adik iparnya sekarang."Ampun, Kakak Ipar. Aku terpaksa melakukannya karena diancam Mas Esha. Katanya ia akan membuangku keluar kota kalau aku tidak mau bekerjasama." Seno meringis. Ia menghargai usaha Arimbi yang ingin berinteraksi wajar dengannya. Mereka sekarang telah menjadi satu keluarga besar."Jangan membuat Rimbi memandangku sebagai kakak yang kejam ya, Sen?" Ganesha mengacungkan tinjunya pada Seno.
Arimbi melirik Ganesha sekilas saat laju mobil memasuki hunian mewah kompleks Graha Mediterania. Kompleks perumahan mewah yang baru saja launching minggu ini. Ia mengetahui perihal hunian mewah ini karena memang dibangun oleh Caturrangga Group dan beberapa investor dari Jepang. Selain hotel dan condominium, Caturrangga Group juga membangun kompleks-kompleks perumahan mewah dengan segmen pasar kelas atas atau high end."Kita akan mengunjungi salah satu customer Mas ya? Apa tidak mengganggu kalau Mas menemui costumer di hari Minggu begini?" "Nggak kok, Rim. Tenang aja. Kita semua akan bersenang-senang bersama." Ganesha tersenyum lebar. Ia memahami rasa penasaran istrinya. Arimbi mengerutkan kening. Kita? Bersama? Apa yang Ganesha maksud?Laju kendaraan melambat tatkala melewati rumah demi rumah mewah yang mereka lewati. Sebagian besar bentuknya sama karena memang dibangun seragam. Sebagaian lagi bentuknya sudah berubah karena direhab sesuai dengan selera para pemilik rumah.Tatkala la
Bu Astuti terpana. Ia tidak menyangka kalau Rina bisa bersikap seluwes itu terhadap Mahesa. Biasanya Rina itu tidak menyukai anak kecil. Rina anak tunggal. Ia tidak terbiasa berinteraksi dengan anak kecil. Menurut Rina anak kecil itu rewel dan menyusahkan. Tumben kali ini Rina bersikap begitu kompak pada Mahesa. Syukurlah, berarti tujuannya mendekatkan Rina dengan Seno akan semakin mudah. Mengingat Mahesa adalah darah daging Seno. Mendekati Mahesa artinya mendekati Seno juga."Rina dan Mahesa cocok sekali ya, San? Sepertinya kalau menjadi ibu dan anak pas ya?" Bu Astuti meminta tanggapan Bu Santi."Iya, Tut. Kita sebagai orang tua mendoakan yang terbaik saja. Biar yang muda-muda menentukan jalan hidup mereka sendiri." Bu Santi memberi jawaban netral. Ia memang setuju Rina menjadi pengganti Nina. Selain perilaku Rina yang sekarang membaik, ia juga gembira bisa melaksanakan niat Pak Syarief almarhum yang ingin berbesanan dengannya. Namun ia menyerahkan semuanya pada Seno dan Rina sendir