Share

5. Dengki

Arimbi terdiam sejenak. Ia menata emosinya dulu, baru bertindak. Melihat gaun pengantin berkerah sabrina yang dipegang oleh Icha di belakang Nina, satu pengertian memasuki benak Arimbi. Seno dan Nina akan menggelar resepsi juga rupanya. Dan gaun yang dipegang oleh Icha itu adalah gaun pengantin untuk resepsinya bersama Seno. Rupanya Nina akan mengenakan gaunnya.

'Tenangkan dirimu, Rimbi. Bersikaplah anggun dan penuh harga diri. Jangan membuat ular beludak ini tertawa karena melihat keterpurukanmu,' batin Rimbi.

"Iya, Mbak. Ini Mas Esha memesan kebaya spesial untuk saya kenakan saat akad nanti. Bagus tidak, Mbak?" Arimbi dengan sengaja memutar tubuhnya sekali. Memperlihatkan siluet tubuh rampingnya yang anggun dengan kebaya putih gadingnya.

"Ya, lumayanlah. Untuk ukuran calon mempelai pengganti, si Esha cukup royal juga. Asal jangan nanti setelah nikah kamu dicerai ya?"

Tiwi terbatuk. Sementara Icha berdiri serba salah. Mereka berdua merasa kasihan pada Arimbi yang diserang oleh perempuan yang baru saja datang bersama Seno. Mereka tidak perlu bertanya apapun. Melihat Ganesha yang dua hari lalu meminta butik menyelesaikan sebuah jas ukuran tubuhnya, dan kebaya spektakuler dengan ukuran tubuh Arimbi, mereka sudah menduga-duga akan adanya swicth atau pertukaran mempelai pria. 

Dugaan mereka makin menguat saat melihat Arimbi datang bersama Ganesha. Dugaan telah menjadi kebenaran, ketika perempuan bernama Nina ini datang bersama Seno ke butik. Nina ingin mencoba kebaya lama Arimbi kala fitting dengan Seno kemarin dulu. Kesimpulan yang mereka lihat dari pengamatan singkat ini adalah, sepertinya Seno memilih Nina dan mencampakkan Arimbi. Sehingga Arimbi pada akhirnya mencari mempelai pengganti. Kasihan. 

Selain itu mereka takut akan terjadi huru hara di ruang fitting room ini. Dua orang perempuan yang berseteru karena cemburu itu damagenya luar biasa.

"Ya begitulah, Mbak. Mas Esha bilang, ia ingin yang terbaik untuk Rimbi. Tidak seperti Mas Seno. Dia malah memberikan gaun pengantin bekas Rimbi pada Mbak. Terlihat sekali, kalau Mas Seno itu tidak mau usaha." 

Arimbi menggeleng-gelengkan kepala. Menampilkan sikap prihatin. Di depannya, Tiwi dan Icha nyengir. Dibalik sifatnya yang lembut, Arimbi mampu membalas perempuan yang dipanggil Nina dengan sindiran menusuk.

"Mengenai Mas Esha menceraikan Rimbi, semoga saja tidak ya? Hati-hati mendoakan hal-hal jelek pada orang lain lho, Mbak. Takutnya nanti malah berbalik pada diri sendiri," sahut Arimbi kalem. 

"Oh ya, Mbak Nin. Gaun Rimbi itu, pinggangnya sangat kecil. Sepertinya Mbak harus mengubahnya di bagian pinggang dan perut. Bukan apa-apa. Takutnya nanti di hari H, bagian perutnya tidak bisa dikancing."

Tiwi dan Icha saling berpandangan. Dalam diam mereka ikut senang dengan jawaban cerdas bercampur sarkas Arimbi. Dari kalimat ambigu Arimbi, mereka juga sudah bisa menebak penyebab Seno memilih Nina. Perempuan ini sudah hamil rupanya.

"Khusus doa Rimbi untuk Mbak Nina. Semoga pernikahan Mbak langgeng sampai Mahmud memisahkan. Eh maut memisahkan," imbuh Arumbi kenes. Setelahnya Arimbi mengarahkan pandangan pada Tiwi.

"Ayo, Mbak Tiwi. Saya sudah tidak sabar untuk memamerkan kebaya ini pada calon suami saya." 

Arimbi berjalan melewati Nina dengan dagu terangkat tinggi. Di belakangnya Tiwi mesem-mesem, karena kesusahan menahan senyum. Kekhawatirannya dengan Icha akan berseteruan antar dua calon pengantin di ruang ganti pakaian ternyata tidak terjadi.

Di luar fitting room, seperti yang Arimbi duga, ada Seno di sana. Seno duduk bersisian dengan Ganesha yang sudah mengenakan jas abu-abu pesanannya tadi. Ternyata Ganesha sudah mencoba jas barunya. Hanya saja belum dilepas. 

Kedua kakak beradik itu duduk dengan tegang. Jelas terlihat keduanya sama tidak nyamannya. Hanya saja, Ganesha lebih bisa menyembunyikan ketidaknyamanannya. Air muka Ganesha datar sembari memainkan ponsel. Sementara Seno duduk diam dengan tangan saling terjalin di pangkuan. 

"Mas Esha, ini kebaya pesanannya sudah dipakai oleh Mbak Rimbi." Tiwi memecah keheningan dua pria menawan di depannya. Ganesha pun berpaling.

"Wah, bagus sekali kebayanya ya, Rimbi? Cocok sekali kamu memakainya." Ganesha mematikan ponsel dan mengacungkan jempolnya pada Arimbi.

"Iya, Mas. Ukurannya juga pas sekali. Terima kasih karena Mas sudah memesan kebaya yang sangat indah ini untuk saya." 

Arimbi memaksakan seulas senyum manis. Padahal dalam hati, Arimbi ingin sekali memaki-maki laki-laki lemah iman di samping Ganesha. Entah apa maksud Seno membawa Nina ke butik ini. Seolah-olah di ibukota ini tidak ada butik bridal yang lain. 

"Mas, gaunnya jelek sekali. Saya tidak suka model maupun warnanya. Norak dan murahan. Tidak ada bling-blingnya lagi. Kurang mewah. Selain itu saya juga tidak nyaman memakainya!"

Nina muncul di belakang Arimbi dengan kata-kata tidak mengenakkan. Selama berbicara, Nina juga dengan susah payah menahan napasnya. Kalau ia salah bernapas, dikhawatirkan bajunya akan robek karena kesempitan.

"Maaf, saya adalah designer gaun pengantin yang Anda kenakan." 

Sebastian Reynaldi. Sang perancang busana sekaligus pemilik Swan Butique and Bridal, yang baru saja tiba, tersinggung. Ia sudah belasan tahun melayani jasa merancang kebaya dan gaun pernikahan para pejabat, artis dan sosialita negeri ini tersinggung. Kata-kata Nina mencoreng harga diri dan brand butiknya.

"Saya akui selera tiap orang itu berbeda-beda. Namun, kalimat Anda yang mengatai gaun spektakuler saya dengan kalimat murahan dan norak, saya tidak terima. Ada standard dan aturan dasar dari kami, para designer, dalam menilai fashion dan model terkini. Anda harus bisa membuktikan di bagian mana gaun rancangan saya yang sudah masuk dalam majalah bridal ini, murahan dan norak. Dan kalau Anda tak bisa membuktikannya, maka saya akan membuat laporan kepada pihak yang berwajib atas dasar penghinaan dan pencemaran nama baik." 

Sebastian Reynaldi mengamuk. Usaha bridalnya yang sudah mendunia dikatai norak dan murahan oleh orang yang bukan siapa-siapa. Makanya ia siap menuntut atas pasal pencemaran nama baik dan perbuatan tidak menyenangkan.

Untuk itu Seno buru-buru meredakan kemarahan sang perancang busana yang Nina hina. 

"Sorry, Yan. Nina asal bicara. Gue mewakili Nina meminta maaf." Seno meminta maaf sebelum urusan bertambah panjang. Nina telah menghina seorang desainer senior hanya karena ingin mencela gaun pengantin pilihan Arimbi.

"Baik. Kalau begitu silakan lo dan pasangan lo mencari gaun di tempat yang lain saja. Yang sesuai dengan selera calon istri lo yang tidak biasa. Mungkin gaun berwarna kuning terang dengan hiasan manik-manik dan mote-mote bling-bling seterang lampu petromaks di kala malam." 

Ketusnya kalimat Sebastian menandakan bahwa ia sangat tersinggung akan hinaan Nina atas karyanya. 

"Udahlah, Yan. Lo nggak  perlu membuang-buang napas melayani sesuatu yang level belum nyampe di lo. Lebih baik lo komentarin aja kebaya design lo yang gue minta tambahin kerah biar sopanan dikit." 

Ganesha mengalihkan topik pembicaraan ke arah yang lebih berguna.

"Oke, Bro. Sebagai seorang pengusaha yang tidak tahu menahu soal fashion, gue angkat jempol buat lo. Lo bisa menambahi satu karya seni tanpa mengubah cita rasa perancang aslinya." Sebastian mengacungkan jempolnya.

Tak lama, ia pun menatap rendah Seno dan Nina.

"Oh ya, gue juga mau mengucapkan selamat pada lo yang sudah berhasil memilih permata alih-alih batu kali. Selamat ya, Ganesha. Hidup lo pasti akan lebih tenang dan bermakna. Jauh dari si Seno yang penuh dengan huru hara dan melodrama."

Comments (2)
goodnovel comment avatar
Sri Rahayu
hahaha....mmuuantaaap Sebastian dan Ganesha ....
goodnovel comment avatar
carsun18106
sebastian idola barukuuuu
VIEW ALL COMMENTS

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status