Share

7. Malam Pertama?

Napas Arimbi tersangkut-sangkut saat wajah Ganesha kian dekat dengannya. Arimbi memejamkan mata. Ia tidak kuasa menatap manik hitam Ganesha.

"Kemarikan ponselmu. Yang meneleponmu terus-terusan itu Seno bukan? Heh, saya berbicara padamu. Ngapain kamu merem-merem seperti itu?" Sebuah sentilan mengenai keningnya.

Alhamdullilah!

Walau bersyukur, Arimbi tengsin. Ia malu sekali karena mengira akan dimacam-macami oleh Ganesha. Kesal, Arimbi menjitak keningnya sendiri. Bikin malu saja. 

Demi mendinginkan wajahnya yang memanas, Arimbi kembali masuk ke dalam kamar mandi. Sebaiknya ia mencuci muka, agar wajahnya tidak berwarna seperti tomat masak begini. Ia tidak peduli Ganesha akan berbicara apa pada Seno, terkait chat dan photo yang Seno kirimkan. Biar saja. Toh mereka berdua kakak adik. Ia tidak mau ikut campur. Yang penting ia sudah menaati perintah Ganesha. Bahwa setiap kali Seno menelepon, ia harus memberikan ponsel padanya.

Samar-samar Arimbi mendengar kalau Ganesha memperingati Seno agar tidak menelepon istrinya lagi. Mendengar kata istri yang ia dengar secara langsung begini, membuat Arimbi terkesima. Cara Ganesha mengucapkannya seolah-olah, keluar dari hatinya yang terdalam. Padahal pernikahan mereka berdua hanya sandiwara belaka.

Setelah tidak terdengar suara apapun lagi, Arimbi meraih pakaian dalam bekas mengenakan pakaian pengantin tadi. Biarlah ia menggunakan pakaian dalam bekas, daripada ia tidak mengenakannya sama sekali. Nanti ia akan menggantinya setelah membongkar koper dan mandi kembali.

Arimbi membuka pintu kamar mandi setelah celingak-celinguk kanan kiri. Karena ia tidak mendapati Ganesha di depan pintu kamar mandi, ia pun keluar dengan damai.

"Astaga!" Arimbi kaget karena ternyata Ganesha tengah membuka kancing  celananya. Arimbi refleks menutup mata dan kembali masuk ke dalam kamar mandi. Matanya sudah tercemar beberapa kali dalam waktu beberapa menit. Bagaimana jika seminggu? Sebulan? Setahun? Arimbi tidak bisa membayangkannya. 

"Arimbi, ngapain kamu kembali masuk ke kamar mandi? Kamu sudah selesai membersihkan diri bukan?"

"Sudah, Mas." Arimbi menjawab dari dalam kamar mandi.

"Kalau sudah, keluar dong. Gantian. Saya juga mau membersihkan diri."

"I-Iya, Mas." Gugup Arimbi pun membuka pintu kamar mandi. Di ambang pintu pandangan Arimbi dan Ganesha saling bersirobok.

"Ngapain kamu ketakutan seperti itu?" Ganesha mendecakkan lidah. Arimbi ini seperti tidak percaya padanya.

"Nggak apa-apa kok, Mas," sahut Arimbi gelisah. Ganesha kembali mendecakkan lidah. Ia paling tersinggung apabila dianggap sebagai orang yang tidak bermoral.

"Dengar, Rimbi. Saya memang laki-laki normal. Berdarah, berdaging serta memiliki nafsu. Tapi saya juga memiliki kendali diri dan juga moral yang baik. Jadi jika saya sudah berjanji kalau saya tidak akan menyentuhmu, itu artinya janji saya tidak akan berubah. Kecuali kamu yang menginginkan perubahan. Hal itu bisa kita bicarakan kemudian."

Gimana gimana? Dirinya yang menginginkan perubahan? Mimpi saja!

*******

Arimbi kini membuka koper dengan cepat. Ia kemudian menarik pakaian dalamnya sembarang, beserta satu set piyama berbahan satin.

Sementara Ganesha mandi, sebaiknya ia berganti pakaian yang lebih sopan terlebih dahulu. Hanya mengenakan bathrope sepaha seperti ini, sungguh membuatnya tidak nyaman. Setiap kali ia berjalan, bathropenya tersibak sampai ke atas. Ia tidak mau mencari penyakit berduaan dalam kamar dengan seorang laki-laki dalam pakaian seperti ini.

Setelah celingukan sebentar, Arimbi segera mengganti pakaiannya. Gerakannya sangat cepat, mengingat Ganesha bisa saja sewaktu-waktu keluar dari kamar mandi.

Tepat ketika ia mengancingkan piyama, pintu kamar mandi terbuka. Arimbi menarik napas lega. Untung saja, ia sudah selesai berpakaian.

Tapi sepertinya tidak untung juga. Setelah dirinya rapi, malah Ganesha yang kini berpenampilan setengah telanjang. Ganesha tidak menggunakan bathrope. Melainkan hanya melilitkan selembar handuk putih yang menggantung indah di pinggulnya.

Arimbi salah tingkah. Ia tidak tahu harus menyembunyikan diri di mana. Kalau ia balik lagi ke kamar mandi, rasanya aneh juga. Ia akan terlihat seperti tengah diare atau anyang-anyangan. Tetapi tetap berdiri di dalam kamar pun, susah juga. Ia jadi seperti memelototi Ganesha yang akan mengganti pakaian.

Bingung, Arimbi tidak sadar kalau ia terus mondar-mandir di kamar. Dirinya yang tidak biasa berbagi kamar dengan orang lain, benar-benar merasa tidak punya tempat untuk bernaung.

"Ngapain kamu mondar-mandir terus? Sedang latihan baris-berbaris?"

Latihan baris-berbaris? Ya tidaklah! Kurang kerjaan amat ia latihan baris-berbaris di dalam kamar malam-malam begini.

"Bukan. Saya hanya bingung harus menempatkan diri di mana saat Mas berganti pakaian." Arimbi jadi kepingin menggigit lidahnya sendiri, setelah kalimat tanpa filternya ia lontarkan.

"Kenapa bingung? Sekarang saya tanya, kamu ingin melihat saya berganti pakaian atau tidak?" Ganesha menjinjitkan alis.

"Hah? Tentu saja tidak!" Arimbi menggoyang-goyangkan kedua tangannya panik. Tuduhan Ganesha membuatnya malu, sehingga ia buru-buru membantah.

"Kalau begitu kamu tinggal memandang ke arah yang lain saja pada saat saya berganti pakaian. Gampang bukan? Mengapa harus dibuat repot?"

'Ngomong memang gampang. Prakteknya bagaimana coba?' batin Arimbi. Tapi, alih-alih mengatakannya, Arimbi justru mengalihkan pembicaraan, "Ya, tapi kan saya tidak enak, Mas. Masa Mas grasak-grusuk berpakaian, sementara saya masih ngejogrok di sini. Suara-suara Mas yang timbulkan saat berpakaian, akan membuat saya rikuh."

"Rikuh karena membayangkan penampakan saya berpakaian. Begitu?" Ganesha memperjelas kalimat Arimbi.

Comments (1)
goodnovel comment avatar
Tri Wahyuni
thor bikin hati nya Esa dn Arimbi terbuka .dn bikin Ganesa bucin dgn Arimbi dn g kaku se dingin es kasian Arimbi dh d selingkuhi dn dpt suami yg dingin dn kaku semoga nina dn Seno mendapat balasan nya
VIEW ALL COMMENTS

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status