Share

Malam Pertama

Natasha masih mematung di tempat yang menurut Aji adalah bagian favorit Ariani. Taman.

Natasha dapat melihat ada banyak sekali bunga-bunga ditanam di sana. Ariani sepertinya sangat menyukai bunga.

Natasha dapat merasakan juga Ariani mendapatkan curahan rasa sayang yang sangat besar dari Aji. Sampai-sampai mengijinkan halaman rumahnya ditanami berbagai macam bunga.

Jika tidak mana mungkin hanya kekasih saja sudah seperti istri sendiri. Natasha menjadi geli apabila mengingat statusnya saat ini.

Istri sahnya Aji adalah dirinya.

Rasanya ingin tertawa geli saja mengingat kejadian aneh yang kini terjadi padanya.

Apabila halaman rumah Natasha dipergunakan atau dipakai sembarangan, dia pasti akan marah. Tapi, suaminya itu mengijinkan Ariani menggunakannya sesuka hati.

Bukankah Aji berarti sangat mencintai Ariani?

Natasha juga ingin seperti Ariani. Ada yang mencintainya sepenuh hati. Memperlakukannya bak sang dewi.

Sayangnya tak ada.

Dia malah terjebak dengan kesalahan pernikahan ini. Menikahi laki-laki yang tak pernah dia cintai sebelumnya. Apalagi dia juga tak pernah mengenalnya secara langsung. Hanya beberapa kali saat pertemuan guru.

"Suami gue aneh. Kok ya harus gue yang jadi istrinya Aji. Harusnya Ariani, Tuhan. Sekarang gue yang malah kejebak di pernikahan ini?" Natasha merutuki dirinya di dalam hati.

Rasanya masih tidak adil apabila dia yang menjadi istri sah Aji. Ia seperti dipermainkan takdir. Tuhan sedang mengetes seberapa bisa dia bertahan dengan pernikahannya ini.

"Anjir, kalau dia nyentuh gue gimana? Mampus gue hamil dong jadinya?" Natasha merutuki di dalam hati lagi.

Pikiran-pikirannya pun berkecamuk sendiri.

Natasha masih tertegun menatap bunga di taman itu. Pikirannya masih sibuk memikirkan tentang pernikahannya yang secara tiba-tiba itu.

Diambilnya satu mawar ungu yang kuncup. Natasha pun mendekatkan bunga itu di hidungnya.

"Hatcim!"

Bunga itu membuatnya bersin. Natasha pun segera menyingkirkannya. Ia takut apabila Aji tiba-tiba datang dan marah. Sebab ia sudah bersin di depan bunga kesayangan kekasihnya.

Mendengar kata 'kekasihnya' itu tiba-tiba meruntuhkan semua dunianya.

Ketika asyik memandangi bunga di taman, Natasha mendengar suara pintu rumah terbuka nyaring. Aji nampak sudah mengganti stelan baju pengantinnya.

Kini dirinya sudah berganti dengan kemeja batik berwarna biru gelap dengan lengan panjang. Melihat penampilan suaminya itu, membuat Natasha meneguk ludahnya sendiri.

Ditambah lagi laki-laki itu habis mandi. Rambutnya yang masih setengah kering membuat Natasha cengo. Tak pernah dia melihat secara langsung laki-laki yang habis mandi di depan matanya.

Aroma parfum Aji pun menguar menusuk indra penciuman Natasha. Baru kali ini dia merasakan aroma maskulin ditambah sedikit wangi stroberi. Rasanya aneh. Tapi ia menikmatinya.

Aji yang biasanya dia lihat saat pertemuan guru-guru sekota terlihat dengan kemeja itu-itu saja. Kini nampak 'berbeda' dengan kemeja batik yang digulung sampai ke lengan itu.

Oh Tuhan!

Satu makhluk terindahmu turun ke bumi!

Buatku Ya Tuhan...

Natasha sampai tak dapat mengatakan hal apapun. Dia takjub melihat penampilan Aji yang berbeda. Apalagi bau wewangian maskulinnya menguar di indra penciuman Natasha.

Pasti, perempuan manapun akan terpikat. Pesona pengantin laki-lakinya itu sungguh kuat. Ralat. Pesona suaminya.

Apakah benar laki-laki saat sudah beristri akan berbeda?

Entah mengapa rasanya Natasha lupa caranya bernapas. Matanya tertuju pada suaminya yang sudah segar dan bersih itu. Nampak 180 derajat pesonanya mengunci Natasha.

Padahal sejak datang sampai sekarang, Natasha belum beranjak dari tempat itu. Memandangi taman milik orang lain.

Saat kini harus di hadapakan pada pesona Aji yang sehabis mandi. Setelah ini apalagi?

"Tahu gitu mandi bareng tadi, wkwk," katanya di dalam hati. Entah mengapa Natasha mencoba menahan diri di depan suaminya itu.

"Mau kemana...?" Natasha bertanya dengan gugup.

Hampir saja Natasha bertanya akan pergi kemanakah suamiku? Dia hampir menyebut lelaki berkaca mata itu sebagai suami sahnya. Memang benar lelaki yang kini menatapnya dengan pandangan bertanya-tanya itu adalah suaminya.

Akan tetapi, hati kecilnya mengisyaratkan untuk tidak pernah memberikan panggilan 'suami' kepada lelaki di hadapannya. Bisikan itu menuntunnya agar menyematkan kata 'suami' di suatu hari yang sekiranya tepat.

Dan hari itu, bukanlah hari ini.

"Mau kemana sudah hampir malam?" Natasha bertanya sambil membetulkan kalimatnya sendiri.

Takut sekali apabila dia salah berbicara. Aji pasti tidak akan pulang malam ini. Pasti akan menginap di rumah Ariani.

Ataupun hotel.

Argh!

Membayangkannya saja sungguh membuat Natasha tak sanggup berpikir dengan jernih.

Suaminya menginap bersama 'mantan' kekasihnya. A-S-T-A-G-A!

"Aku mau bertemu Ariani. Sebaiknya kamu langsung tidur saja setelah selesai menatap taman." Aji menjawab dengan jawaban setengah dingin. Dia lalu menatap seluruh taman menjelang senja.

Natasha tak berkata apapun. Dia takut apabila ucapannya akan melukai suaminya.

Tanpa berkata apapun lagi, Aji langsung menuju ke dalam mobilnya. Dia tak pergi bersama sopir. Aji menyetir mobilnya sendiri.

"Mungkin saya pulang malam, Pak Yanto. Sebaiknya pintu gerbang tidak di kunci saja. Biar nanti saya masuk tanpa membuat yang lainnya terbangun," ucapnya sambil tersenyum dari balik kemudi.

"Baik, Pak Aji." Pak Yanto pun mengiyakan apa yang dikatakan tuan besarnya.

Aji pun membenahi rambutnya yang setengah basah. Dia melihat dari kaca mobilnya dan memastikan sudah tak ada hal lainnya yang harus disampaikan. Perlahan Aji mengemudikan mobilnya menjauhi rumahnya.

Pak Yanto pun ikut memandangi kepergian majikannya. Hingga mobil tidak nampak, Pak Yanto pun menghilang entah kemana setelah berpamitan pada Natasha.

Sementara itu, Natasha mematung sambil memandangi kepergian sang suami. Dia hanya mengangguk tanpa mengatakan hal apapun pada Pak Yanto. Tanpa berkata apapun. Mencium telapak tangannya. Ataupun mengucapkan salam.

Benar-benar seperti tidak saling kenal!

Tiba-tiba saja ada rasa kecewa yang menyelimuti hati. "Gue tahu gue bukan istri pilihan lo. Gue hanya singgah karena kesalahan 'kecil'. Tapi rasanya kayak kehadiran gue menjadi masalah yang besar buat lo, Ji."

Natasha masih terpaku. Mobil yang dikemudikan Aji sudah tidak terlihat lagi. Ia lalu menghembuskan napasnya kesal.

Natasha kemudian melihat ke kiri bahunya. Ia dapat melihat sebuah ayunan yang ukurannya lumayan besar. Tanpa banyak berkata, dia menghampiri ayunan itu.

Natasha pun naik ayunan. Bak anak kecil yang baru saja menemukan mainan, Natasha pun bermain di ayunan itu.

Lelah.

Ia lelah dengan apa yang terjadi. Pernikahan bodoh yang harus dia lakukan. Mau minta gugat cerai juga dia tak sanggup.

Masa iya, baru sehari udah minta cerai. What the hell?

Kantuk pun menyerang. Ayunan itu seperti sebuah kasur empuk baginya. Semilir angin di saat senja membuatnya ingin tidur. Dia tak peduli di manakah dia berada. Tubuhnya terasa lelah.

Natasha pun tertidur di ayunan itu. Masih mengenakan gaun pengantin.

Belum makan. Belum mandi. Dan belum lainnya.

Bersambung,

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status