Share

Mempelai Wanita yang Tertukar
Mempelai Wanita yang Tertukar
Penulis: Pratisara

Salah Menikah

"Saya terima nikah dan kawinnya Anastasya Putri Karina binti Sapta Umar dengan maskawin tersebut dibayar tunai." ucap seorang laki-laki yang terdengar dari mikrofon di ruangan tak kedap suara itu.

Indra pendengaran perempuan berusia 25 tahun itu dengan jelas menyebut namanya baru saja menikah dengan orang yang tak dikenal.

Bagaimana bisa? Ribuan jarum seperti menusuk-nusuk kepalanya. Dan semuanya tetiba menjadi gelap. Dirinya pingsan di sebuah ruangan bersekat yang berada di dekat ruang akad.

Sementara itu, di ruangan yang masih sama, nampak seorang laki-laki berkacamata tengah menatap tak percaya kejadian yang baru saja dia alami.

Keringat dingin pun membanjiri keningnya. Kacamata yang dia pergunakan pun sampai mengembun. Antara gugup dan tak percaya. Bagaimana mungkin hal yang baru saja terjadi itu menimpanya?

"Mengapa nama pengantinnya menjadi berbeda? Bukan namanya?" ucapnya di dalam hati masih mencerna kejadian yang menimpanya itu. Tuxedo pas badan berwarna hitam itu diremas-remas di bagian ujungnya. Ia masih tak dapat percaya dengan apa yang baru saja terjadi. Kejadian yang membuatnya tak sanggup untuk berpikir positif.

Ckrek...

Pintu ruangan yang baru saja menjadi tempat akad nikah terbuka dengan perlahan. Dari balik pintu kusen jati pilihan itu terlihat seorang perempuan yang menggunakan gaun pengantin berwarna putih gading.

Cantiknya tiada tara pada hari ini. Wajahnya tak menampakkan kebahagiaan. Hanya terlihat sendu. Sebab dari balik kedua bola matanya, mungkin air mata itu akan menetes sebentar lagi. Seluruh tubuhnya terasa luruh di hari yang seharusnya menjadi hari bahagia ini.

"Ariani..." Lirih pengantin pria yang baru saja mengucapkan ikrar suci di pelaminan. Tak ada kata yang dapat terucap selain memanggip nama pujaan hatinya.

Tak sanggup lagi perempuan yang dipanggil Ariani itu menahan tangisnya. Air mata itu luruh di kedua pipinya. Tak ada sepatah kata yang dapat terucap.

Lidahnya terlalu kelu untuk berkata. Hanya sakit yang mendera dadanya. Dia sudah dikecewakan. Tangan kananya dia pergunakan untuk menutup mulutnya yang berusaha menahan sedih terluka.

Dia balikkan badannya untuk segera bersiap pergi dari tempat menyakitkan itu. Rasanya tak sanggup lagi untuk menahan semua sesak di dadanya.

Air matanya sudah jatuh membanjiri kedua pipinya sejak beberapa menit yang lalu. Dia harus meninggalkan tempat ini jika tak ingin hal-hal yang tak diinginkan terjadi.

Kretek...

Ah sial!

Heelsnya copot saat akan memutar badannya. Ariani tak peduli. Dia ambil sebelah sepatunya dan kemudian bersiap meninggalkan tempat menyakitkan ini. Tempat yang seharusnya menjadi tempat terindah dalam hidupnya. Namun, sayangnya bukan.

Aji melihat dengan jelas bagaimana kekasihnya itu hancur berkeping-keping. Ia mengetahui dengan pasti bagaimana perasaan Ariani hari ini.

Tepat di hari yang seharusnya menjadi hari bahagianya. Semuanya hancur karena kesalahan kecil yang seharusnya tak terjadi.

Aji merutuki semua yang sudah terjadi. Semuanya seolah membuat dirinya kecewa. Semua yang sudah dipersiapkan sedemikian rupa dalam empat bulan hancur dengan sia-sia dalam satu hari.

Aji tak peduli dengan tatapan orang-orang yang melihatnya. Ia pun bersiap untuk meninggalkan tempat akad untuk mengejar Ariani yang sudah berlari.

Dia tahu kekasihnya yang sangat dia cintai selama hampir tujuh tahun itu pasti kecewa dengan apa yang haru saja terjadi. Janji suci yang seharusnya diikrarkan keduanya, malah berujung nestapa.

Aji pun berlari mengejar Ariani. Dia harus menjelaskan semua yang telah terjadi kepadanya. Dirinya tak mau kehilangan kekasihnya.

Tetapi kesalahan itu apakah bisa diperbaiki? Aji tak peduli. Dia tetap berlari mengejar Ariani. Dia harus menjelaskan apa yang telah terjadi. Dia berharap dapat mengubah semuanya. Dan menjalani yang baru dengan kekasihnya.

Tap...

Tap...

Tap...

Aji berusaha mengejar Ariani. Apa yang dilakukan keduanya laiknya seperti adegan yang ada dalam drama-drama percintaaan modern. Ariani tak peduli ketika Aji terus memanggilnya.

Dia terus berlari menyusuri lorong yang sempit itu. Untung saja tak ada satu orang pun yang melihat adegan yang baru saja terjadi tersebut.

Suara tapak kaki keduanya pun menggema di lorong-lorong kosong itu. Menciptakan suara derap langkah nyaring yang memilukan. Dua insan yang tak dapat dipersatukan oleh takdir dari Tuhan.

Tetesan-tetesan air mata Ariani pun terjatuh di atas lantai kayu gedung pernikahannya yang gagal dilaksanakan. Apa salah keduanya Tuhan? Mengapa pernikahan yang seharusnya menjadi hari bahagia itu malah menjadi hari peling menyakitkan baginya? Tanpa sebuah alasan yang jelas baginya.

Kecewa sekali Ariani dengan apa yang baru saja terjadi padanya. Mimpinya untuk bersanding dengan kekasihnya, Aji Jaka Pamungkas pun hanyalah sebuah angan saat ini. Nyatanya Aji malah menikahi perempuan lain, tanpa meminta ijin ataupun apa kepadanya. Tiba-tiba dan di hari yang sudah dijanjikan oleh sang kekasih.

Perempuan mana yang akan terima dengan apa yang terjadi? Perempuan mana yang akan mengijinkan apabila tetiba ada wanita lain yang menjadi pendampingnya. Padahal mereka sudah berikrar akan sehidup semati. Nyata hanya omong kosong belaka.

Ariani terus berlari dengan tidak memedulikan lagi sekelilingnya. Apalagi kekasihnya yang sudah berkhianat itu. Dia kecewa dengan apa yang dilakukan Aji kepadanya.

Jika tak mau menikah dengannya tak apa. Tapi jangan berbuat seperti hal yang baru saja terjadi. Dia menjadi nampak seperti wanita bodoh yang datang ke hari pernikahan kekasihnya sendiri. Di hari yang sama dengan ikrar janji yang seharusnya diucapkan atas namanya sendiri itu.

Aji berhasil menangkap tubuh sang kekasih. Dia lalu memeluknya dari belakang. Ariani berusaha untuk melepaskan diri dari pelukan Aji, tapi usahanya seolah tak membuahkan hasil yang bagus.

Tenaganya kalah kuat dibandingkan tenaga Aji. Maka Ariani mencoba untuk meredam segala luka yang ada di hadapannya kini. Air mata masih terus meluncur dari bibirnya, meski tanpa suara.

Aji masih memeluknya dari belakang. Ariani dengan jelas dapat mencium parfum favorit kekasihnya yang sudah tujuh tahun bersamanya itu. Seketika itu juga air matanya menetes dengan deras. Kisah cintanya berakhir hari ini?

"Maafkan aku, Sayang..." Aji berkata dengan lirih. Air mata pun perlahan turun dari kedua sudut mata sipitnya. Kacamatanya sudah berembun dan pandangannya mulai blur.

Ariani tak menjawab. Mulutnya mengunci rapat.

Semua yang sudah diikrarkan dan dikatakan Aji seolah menjadi omongan semu dan tak terjamah lagi. Kini keduanya harus menelan satu pil pahit kehidupan. Seharusnya dia tak mau untuk diajak menikah Aji. Seharusnya dia menolak apa yang akan dilakukan Aji. Perkataan Aji hanyalah omong kosong baginya kini.

"Aku bisa menjelaskannya padamu..." Aji menaikkan letak kaca matanya yang melorot. Dia masih berusaha untuk menenangkan sang kekasih.

Rasanya ia ingin menghilang saja dari tempat memuakkan ini. Tapi semuanya sudah terjadi. Aji harus menjelaskan semuanya pada Ariani. Sebelum semua kesalahpahaman ini semakin tak terkendalikan lagi.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status