Share

Mempelaiku Bukan Kekasihku
Mempelaiku Bukan Kekasihku
Penulis: Teha

01. Konspirasi

Penulis: Teha
last update Terakhir Diperbarui: 2023-12-01 06:24:10

Bab 1.

"Kamu ..., apa yang kau lakukan di sini???"

Aku berseru kaget, saat melihat sosok pria di hadapanku.

Hari ini adalah hari pernikahanku dengan Alex, kekasihku. Kepadaku, MC jelas-jelas menyatakan bahwa mempelai priaku telah menanti, tetapi, Alex tidak ada di panggung. Justru, saudara sepupunya lah yang berdiri dengan angkuh di sana.

"Di mana Alex?" tanyaku lagi ketika menyadari kealpaan calon suamiku.

Kuedarkan pandanganku ke sekeliling ballroom, tetapi Alex sama sekali tak nampak batang hidungnya. Tiba-tiba aku mendapat firasat buruk akan hal ini.

Lalu dengan air muka datar, pria angkuh itu melangkah mendekatiku. Aroma maskulin yang memikat semerbak di udara.

"Kau mencari suamimu, Theodora?” ucapnya dengan wajah yang sinis. “Perkenalkan, Xander—Alexander Noah Smith, suamimu" lanjutnya dengan yakin.

"Apa???"

Ini pasti penipuan. Nama mereka memang sama, Alexander, tetapi calon suamiku bukanlah Alexander yang ini.

"Kau pasti bergurau, Xander.” Aku tertawa kosong. “Tolong, seriuslah! Aku hargai upayamu, tetapi ini tidak lucu," ujarku lagi setelah mampu menguasai diri. Ini sungguh di luar skenario.

Pria berjas hitam itu terkekeh. Sesaat ia memunggungiku, dan mengambil sesuatu dari atas meja tak jauh dari tempatnya berdiri.

Xander mengacungkan secarik kertas yang diambilnya tadi ke hadapanku. "Kau tak bisa mengelak, Theodora. Kau sendiri telah setuju untuk menikah denganku," katanya arogan.

Mataku membulat, ketika melihat kertas yang diacungkan olehnya. Itu adalah dokumen pendaftaran pernikahan yang kutandatangani kemarin.

Dengan cepat kurebut kertas tadi. Gigiku gemeretak ketika melihat nama sang mempelai pria: Alexander Noah Smith, seperti kata Xander, bukan Alexander Noel Smith, nama panjang kekasihku.

Astaga! Hanya beda di nama tengahnya dan aku gagal memperhatikannya?

"Robek saja sesuka hatimu, Theodora," celetuknya sewaktu aku hendak mengoyak kertas tersebut. "Dokumen aslinya tersimpan dengan aman, kau tak perlu khawatir, istriku sayang."

"Aaarrkkkh! Xander ... kauu!!!" geramku penuh kemarahan sekaligus penyesalan.

Bisa-bisanya aku ditipu? Bahkan kekasihku turut serta dalam konspirasi ini.

Baru bulan lalu Alex memperkenalkan Xander sebagai kakak sepupunya. Tak dinyana, hari ini ia muncul sebagai mempelai pengganti kekasihku yang tak bertanggung jawab itu.

"Mengapa kau begitu ngotot untuk menikah denganku, Xander? Aku adalah kekasih sepupumu sendiri," kecamku tak terima.

"Very simple, Theodora! Aku harus mendapatkan pembayaran yang selayaknya kuterima," jawabnya kalem.

"Pembayaran? Apa maksudmu?" cicitku semakin tak paham.

Tanpa banyak kata Xander menyodorkan sebuah alat perekam audio, dan memainkannya.

"Dora!" Satu suara menyapa telingaku ... suara Alex. "Aku bisa membayangkan betapa cantiknya kamu hari ini."

Kata-kata Alex selanjutnya sudah bisa kutebak. Ia meminta maaf karena tak bisa memenuhi janjinya untuk menikah denganku. Alasannya sungguh memuakkan.

Alex telah menjual pernikahan kami kepada sepupunya, Xander, demi melunasi utangnya yang bertumpuk hingga ke langit, akibat kecanduan judi online, dan terlibat pinjol. Nyawanya hampir melayang di tangan para penagih utang, bila saja Xander tak menyelamatkannya.

"Alex yang berutang, mengapa aku yang jadi tumbal?" desisku putus asa.

Xander mengangkat bahu. "Itu bukan urusanku. Aku hanya berbaik hati membantu saudara sepupuku. Orang tuamu pun sudah setuju," sahutnya acuh tak acuh.

"Orang tuaku???" Sulit sekali aku mempercayai pendengaranku sendiri.

Kulirik ayah ibuku yang duduk di kursi tamu barisan depan. Di wajah mereka sama sekali tak tersirat kekagetan seperti yang kualami. Ayah memandangku sembari tersenyum lemah, sedangkan Ibu melirikku tajam.

Ah, benar! Mereka memang kurang menyukai Alex yang belum mandiri, sedangkan ibuku menyukai uang, sudah pasti ia menerima Xander yang mapan dan kaya raya, ketimbang Alex yang pengangguran, dan memiliki banyak utang.

"Theodora!" Xander memanggilku, kini ia meraih tanganku, dan menggenggamnya erat. Pria licik itu mengedikkan kepalanya sebagai tanda ia tak mau menunda lebih lama lagi.

Tanpa daya maupun perlawanan, aku mengikuti basa-basi pernikahan itu. Pun ketika kami saling memasangkan cincin, seperti robot aku melakukannya.

Namun, semua tak lagi sama ketika Xander menciumku.

"Mengapa mukamu memerah, Theodora? Mencium seorang perempuan bukanlah perkara sulit bagiku, bahkan rasanya tak jauh beda seperti saat aku mencium kucingku," bisiknya di telingaku.

"Kamu!!!" desisku sambil melotot, tak mampu membalas kata-katanya. Xander tersenyum manis dengan sorot mata meremehkan.

Bisa-bisanya ia berkata bahwa menciumku hanyalah seperti mencium seekor kucing? Hah! Padahal jantungku berdebar tak karuan, Xander malah tak merasakan apapun.

Aku sungguh membenci pria ini. Namun resepsi pernikahan kami terus berlanjut, dan berbagai hidangan disajikan untuk para tamu yang hadir. Lalu pesta dansa pun dimulai.

"Ada apa dengan matamu, Theodora? Lebarkanlah sedikit lagi, dan bola matamu yang indah itu akan terlepas dari rongganya," ejek Xander dengan begitu fasih, sembari memeluk pinggangku dengan posesif.

"Justru aku yang ingin bertanya, mengapa kau terus memandangku seperti itu," timpalku berterus terang.

Xander terkekeh. Masih dengan lihai ia memimpin kami di atas lantai dansa. Seharusnya kuinjak saja kakinya, tetapi ia terlalu mahir, dan membuatku terbuai dalam tariannya.

"Lalu bagaimana? Haruskah aku memandang wanita lain?” godanya dengan mata menyipit. “Aku pria berprinsip, Theodora. Mataku hanya tertuju kepada istriku," jawabnya dengan suara yang begitu manis.

Matanya tak henti menatapku mesra. Orang yang melihat pasti salah paham, dan berpikir bahwa kami adalah pasangan yang sedang dimabuk asmara. Sandiwara yang sempurna!

Setengah hati kulanjutkan dansa kami tanpa kata, dan berharap aku bisa segera lepas dari pelukan Xander. Beruntung, musik pertama berakhir, dan kulihat kedua orang tuaku yang sedang berdansa tak jauh dari kami.

"Sorry, aku mau berdansa dengan ayahku," lontarku cepat, dan melepaskan diri dari pelukan Xander. Ibu sedikit kaget, tetapi segera kuberi kode agar ia berdansa dengan menantu kaya raya kesayangannya.

Benar saja, ibuku langsung cekikikan, sewaktu Xander mengulurkan tangannya untuk meminta ibuku berdansa dengannya.

Kuraih tangan ayahku, dan kulemparkan senyuman kepadanya. Ia membalasnya dengan hangat.

"Hai, Ayah!" Aku bergerak seiras langkah kakinya.

"Theodora, selamat atas pernikahanmu, Nak. Ayah berdoa untuk kebahagiaanmu," ucap ayahku tulus.

"Ayah yakin aku akan bahagia?" tanyaku sedikit sinis.

Ayah tersenyum tenang. "Yakinlah, Nak, semua yang Ayah dan Ibu lakukan adalah untuk kebaikanmu," jawabnya tanpa banyak penjelasan.

Hah! Bisa-bisa Ayah berucap seperti itu? Aku tak henti menggerutu dalam hati. Ini tak bisa dibiarkan.

Otakku mulai sibuk membuat rencana darurat. Selama beberapa saat aku berdansa dengan Ayah, dan bergerak semakin menjauh dari panggung. Sekilas kulihat orang-orang sedang sibuk berdansa, atau menikmati hidangan yang tersaji.

Lalu kesempatan itu datang ... sekarang atau tidak sama sekali!

"Ayah, jaga dirimu baik-baik. Aku menyayangimu," ujarku sembari memeluk dan mencium pipi ayahku.

Sebelum Ayah merespons, aku melepaskan diri, dan berlari sekencang mungkin ke arah pintu keluar. Tak sia-sia aku pernah menjadi juara lari jarak pendek di kampus dahulu, jarak belasan meter pun bisa kujangkau dalam beberapa detik. Bahkan gaun panjangku tak menghalangi langkahku.

"Hey!"

"Theodora!"

Kudengar teriakan orang-orang yang terlambat bereaksi. Aku menertawakan mereka, dan berlari semakin jauh.

Seakan semesta mendukung, sewaktu aku mencapai area luar gedung, kulihat sebuah mobil bergerak lambat ke arahku. Bisa kulihat sosok yang mengemudikannya terbengong-bengong.

"Stop!" teriakku sambil merentangkan kedua lenganku. Mobil itu berhenti disertai suara rem yang cukup keras.

Tak membuang waktu, aku segera masuk dan duduk di kursi penumpang di sampingnya. Dengan suara penuh kepuasan, aku berseru lantang, "Tancap gas sekarang juga!!!"

 

Teha

Halo, pembaca! Selamat datang di buku keempat saya. Mohon dukungan dengan ulasan dan sumbangan gem-nya, ya., biar author tambah semangat. Terima kasih ^^

| 1
Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terbaru

  • Mempelaiku Bukan Kekasihku   60. Suami Modus (Bab Terakhir)

    "Nakal sekali kamu!" Kutumbuk pelan lengan sahabatku yang otaknya sanggup memikirkan ide-ide random tapi kreatif itu. "Itu sangat tidak perlu, Jud, sebab suamiku sebenarnya sangat berjiwa modus."Selama berbulan-bulan aku memendam perasaanku sendiri, dan bertanya-tanya bila Xander juga mencintaiku, kadang tersipu-sipu atas sikap manisnya, dan di saat lain frustasi karena sikap dinginnya, padahal dalam kenyataan Xander-lah yang lebih dahulu menyukaiku."Hmm, sebenarnya hal semacam ini sudah kuduga, sih," sahut Judith dengan tampang sok tahu. Saat itu wajahnya terlihat sangat konyol sehingga alih-alih mencemooh, aku justru menertawakan tampang lucunya.Xander di masa kuliah yang kukenal dahulu terkesan sangat berbeda dari Xander sang pengusaha yang kutemui di hari pernikahan kami, sehingga aku sempat mengira kepribadiannya telah berubah.Padahal itu semua adalah bagian dari upaya serta modusnya untuk memenangkan hatiku. Mulai dari pernyataan tentang hukuman, permintaan untuk berakting me

  • Mempelaiku Bukan Kekasihku   59. Pria Italia

    "Kemarin kau bilang Vanessa orangnya perhitungan, sekarang malah justru aku menyaksikan kakak lelaki Vanessa bersikap jauh lebih perhitungan. Benar-benar, ya, kakak adik sama saja!" Kulirik Xander dengan apa yang orang sebut sebagai bombastic side eye.Xander tertawa, lalu dengan liciknya menyahut, "Kalau kau tidak suka kita bisa langsung pulang -""Eh, jangan! Sudah sampai sini masa langsung pulang sih?" Sebelum didahului oleh suamiku yang selalu bertindak ala seorang gentleman, aku bergegas membuka pintu mobil, keluar, dan berjalan mendahuluinya ke rumah yang kami tuju sambil cengar-cengir.Lebih baik melarikan diri sebelum Xander menggangguku lebih lanjut, atau malah betulan membawa kami pergi dari tempat ini.Suamiku memang se-sweet itu sampai-sampai saat kami pergi berdua dirinya selalu membukakan serta menutupkan pintu mobil untukku. Di dalam rumah pun kadang ia masih membukakan pintu untukku, sampai aku memarahinya karena ia ingin membukakan pintu toilet juga sewaktu aku kebelet

  • Mempelaiku Bukan Kekasihku   58. Utang Budi

    "Memangnya apa lagi? Sudah jelas karena Xander adalah pria yang lebih baik dari Alex; tampan, kaya, mandiri, bertanggung jawab, dan yang pasti menyayangimu," cerocos ibuku. "Bahkan Ibu sudah melihat sendiri sekarang kau juga ....""Ibu, tolong!" Kuhardik ibuku dengan mata melotot, ia membalas dengan lirikan masam. Biar saja masam, yang penting Bu Agatha Wilson tak melanjutkan omong kosongnya itu."Ibu," panggilku lebih lembut, "aku tahu ibuku ini adalah wanita yang keras, galak, suka mengomel, atau apalah.""Enak saja kau menyebut Ibu seperti itu." Ibuku bersungut dengan bibir komat-kamit."Tapi aku tahu," potongku tak mengalah, "Ibu adalah ibu terbaik yang kumiliki, yang menyayangi serta mendidik anak-anak untuk menjadi orang yang jujur."Kuingatkan dirinya tentang nilai-nilai luhur yang selalu ia ajarkan kepadaku dan Theo agar tidak menyontek, tidak mengganggu teman, dan tidak berbohong."Iya, aku memang telah menikah dengan Xander, dan benar, kami telah menemukan kebahagiaan dalam

  • Mempelaiku Bukan Kekasihku   57. Whatever

    "Mengapa kita ke mari, Xander? Kau mau kita membeli oleh-oleh untuk Ayah Ibu? Atau ... membelikanku lebih banyak kukis dan kue?" Mataku berbinar senang sekaligus penasaran saat mendapati mobil yang membawa kami berdua berhenti di depan Whatever Bakery, toko kue dan kukis favoritku.Siang ini kami berencana mengunjungi orang tuaku di Hazelton. Selama ini kami berkomunikasi lewat telepon atau panggilan video. Sudah lama aku ingin menengok mereka, tetapi Xander baru sempat sekarang. Suamiku melarangku pergi sendirian, dengan dalih aku tengah hamil, makanya aku harus menunggu sampai Xander punya waktu untuk pergi."Dua-duanya boleh," sahut Xander sembari membukakan pintu mobil untukku."Terima kasih." Kubalas kebaikannya dengan senyuman manis. Bergandengan tangan kami berjalan menuju toko.Aroma kue yang menyenangkan menyapa penciuman kami begitu kami memasuki bangunan itu. Serta merta waitress yang bertugas menyambut kami dengan keramahan luar biasa. "Selamat datang, Tuan dan Nyonya Smith

  • Mempelaiku Bukan Kekasihku   56. Tak Akan Meminta Maaf 

    "Awalnya aku tidak mau," ucapnya terus terang. Sebagai seorang pebisnis yang memiliki citra bersih, serta selalu bermain adil, Xander menolak tawaran untuk menikahi calon istri sang sepupu. Namun, pada akhirnya ia merasa kasihan kepadaku."Kasihan?" tanyaku sedikit bingung. "Jika kau merasa kasihan, harusnya kau tak perlu menikahiku. Lunasi saja utang Alex, lalu kau buat perhitungan dengannya, seumur hidup, bila perlu."Meskipun pada akhirnya pernikahan kami telah mencapai titik sepakat, dan kami bahagia bisa hidup bersama, kemungkinan semacam itu lebih masuk akal. Toh mereka masih kerabat, orang tua mereka pun bisa dilibatkan.Xander tersenyum sedih. "Masalahnya tak sesederhana itu, sayang." Dengan lembut dibelainya pipiku. "Aku juga menyarankan agar dirinya membatalkan pernikahan itu, tetapi Alex terus mendesakku untuk menikahimu. Ketika akhirnya sepupuku berhenti memaksa, ia mengatakan bahwa kalian akan tetap menikah seperti rencana semula."Xander panik, pendiriannya goyah. Ia tahu

  • Mempelaiku Bukan Kekasihku   55. Pillow Talk 

    "Xander, tak bisakah kau melihat perasaanku dari perhatian yang kuberikan kepadamu selama ini? Juga bagaimana wajahku tersipu-sipu karena rayuan gombalmu, tak bisakah kau lihat itu?" Mataku menatapnya dengan perasaan terluka yang kurekayasa agar terkesan dramatis.Namun, Xander menanggapinya dengan serius. Ia mendesah berat, seolah hidupnya penuh dengan masalah pelik. Aku jadi sedikit merasa bersalah, tapi lagi-lagi ia terlihat menggemaskan, sampai-sampai aku nyaris gagal berakting."Thea, bahkan seorang pria paling percaya diri sekalipun perlu diyakinkan bahwa wanita yang dicintainya memiliki perasaan yang sama. Kau sendiri sering menggerutu bahwa aku ini kurang peka," keluh Xander dengan wajah semakin murung.Oh, tidak! Ini terlalu lucu. Kami seakan mengulang percakapan beberapa menit lalu di saat Xander menanyakan perasaanku. Interaksinya mirip, hanya saja fakta bahwa Xander menyebutkan ketidakpekaan di pihaknya membuat keseriusan pembicaraan ini buyar."Ahahahaha!" Aku tertawa terb

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status