Pemilik Keinarra

Pagi itu halaman kampus mendadak ramai. Suara mahasiswa yang membawa tas ransel besar bercampur dengan derai tawa, teriakan saling menyapa, dan derit koper beroda yang ditarik tergesa. Hari keberangkatan trip ke Pulau Seribu akhirnya tiba.

Keinarra sudah berada di kantin, memeluk map tipis yang berisi daftar nama panitia dan peserta. Wajahnya tampak cerah, meski di balik itu ada sedikit gugup—bukan karena trip, melainkan karena tatapan dingin Reyhan yang berdiri tak jauh darinya. Pria itu mengenakan kemeja putih tipis dengan lengan digulung, celana jeans gelap, dan kacamata hitam. Aura dewasa sekaligus dominannya membuat beberapa mahasiswi yang lewat sempat menoleh dua kali dan itu membuat Keinarra cemburu.

“Eh … eh, itu siapa? Kayak bukan mahasiswa deh, lebih kayak… CEO yang nyasar ke kampus,” bisik seorang mahasiswi kepada temannya.

Keinarra melipat bibirnya ke dalam menahan senyum. Reyhan memang terlalu mencolok di antara kerumunan mahasiswa.

Dia lantas merogoh ponsel di dalam