Share

Permainan Dimulai

Author: Erna Azura
last update Last Updated: 2025-08-17 11:50:40

Mini Market 24 Jam — Jl. Margasari, Jakarta Selatan, pukul 22.47 WIB

Brukkk!

Bunyi botol minuman soda berkarbonasi pecah di lantai berkeramik putih mengagetkan dua pengunjung yang masih memilih camilan di rak sebelah. Sirup merah manis itu mengalir cepat ke kolong freezer, menyisakan ceceran yang lengket dan licin.

“Keinarra!” teriak suara nyaring dari balik meja kasir.

Keinarra tersentak. Tangannya yang masih memegang botol kedua gemetar. Pikirannya seketika kembali ke realita.

“S-Sorry, Kak … aku enggak sengaja …,” ucapnya panik, buru-buru meletakkan botol yang satu lagi dan mengambil pel lantai dari pojok rak penyimpanan.

Kak Rima, senior shift-nya, sudah melangkah cepat ke arahnya dengan wajah merah padam.

“Ini udah yang ketiga minggu ini, Kei! Kamu mau bikin bangkrut minimarket ini?!”

“Aku enggak sengaja, Kak. Tadi—”

“Ngelamun! Ya kan?” potong Rima tajam. “Dari tadi aku lihat kamu kerja setengah sadar. Barang disusun ngaco, salah ngisi form penerimaan barang dan sekarang minuman pecah!”

Keinarra diam. Ia tahu semua itu benar. Tapi apa Rima tahu kalau pikirannya sejak tadi hanya berkutat pada angka 5 miliar rupiah?

Iklan itu. Email misterius itu. Tawaran sebagai istri kontrak selama satu tahun.

Satu tahun untuk menjual hidupnya.

“Maaf, Kak … beneran, aku akan ganti rugi.”

“Ya iyalah! Kamu pikir barang rusak bisa dibayar pakai air mata?” Rima menunjuk lantai.

“Bersihin sekarang, terus buat laporan ke admin. Potong gaji bulan ini, paham?!”

Keinarra mengangguk, bibirnya menggigit dalam, menahan bulir air mata yang mulai menumpuk di kelopaknya.

Rima berdecak kesal dan berbalik sambil bergumam, “Anak orang miskin kok gaya ngelamunnya kayak putri raja .…”

Keinarra mendengar itu. Ia menunduk, mulai membersihkan pecahan botol dan genangan manis berbau soda yang lengket di sepatunya sendiri.

“Maaf ya, Ayah … seharusnya Kei kuat. Tapi Kei benar-benar lelah.” Suaranya lirih.

Setelah lantai bersih dan laporan kerusakan selesai ditulis, Keinarra duduk di bangku plastik di balik kasir.

Tangannya merogoh kantong celana yang sama yang dia pakai ketika kuliah siang tadi, jempolnya mulai bergerak ke buku telepon dan mencari nama ‘Iklan Misterius’ lalu muncul nomor itu.

Nomor itu mengintimidasinya.

Tapi juga … menggoda.

Ponselnya masih di tangan. Layar sudah menyala.

Tinggal menekan angka itu … dan mungkin, semua penderitaannya akan berakhir.

Atau justru dimulai?

Ia menatap jari telunjuknya yang gemetar.

“Cuma nanya … kan enggak dosa kalau cuma nanya?”

Dia melirik ke kiri dan ke kanan. Tidak ada pelanggan karena jam menunjukkan pukul dua belas lebih tiga puluh menit.

Rima juga tadi pamit untuk beristirahat di dalam.

Lalu jempol Keinarra menyentuh ikon telepon. Nomor itu tertulis jelas di layar. Lalu—

📞 Calling…

Jantung Keinarra berdetak tak karuan.

Satu dering…

Dua dering…

Tiga—

Klik.

Panggilan tersambung.

Namun suara yang terdengar justru dingin dan tak berperasaan.

“Selamat malam. Anda menghubungi hotline layanan kontrak eksklusif. Untuk verifikasi data dan kelanjutan penawaran, sebutkan kode yang Anda temukan di email.”

Keinarra terdiam.

Suara pria itu terlalu tenang. Terlalu profesional. Seolah ini bukan soal menjual diri… melainkan menjual saham.

“K-Kode? Uh….” Dia mengingat-ngingetin angka yang tertera di email selain nomor telepon ini.

“9981A-P,” jawab Keinarra terbata, tidak yakin.

“Terima kasih. Data Anda sudah diverifikasi. Anda telah menyetujui kontak awal. Layanan ini bersifat rahasia dan kontrak tidak bisa dibatalkan setelah Anda menyatakan konfirmasi.”

“W-wait. Aku belum—”

“Pertemuan akan dijadwalkan besok pukul 20.00. Lokasi akan dikirim 3 jam sebelum pertemuan via pesan terenkripsi. Jangan hubungi kembali. Tunggu instruksi.”

Tuut… Tuut… Tuut…

Panggilan terputus.

Keinarra menatap layar ponselnya dengan wajah pucat. Punggungnya bersandar lemas di dinding belakang kasir. Hatinya tak tahu harus takut, lega, atau justru ingin menangis.

Hanya saja satu hal yang dia tahu kalau setelah malam ini… hidupnya benar-benar telah berubah.

Dia tidak akan dikejar hutang lagi, dia akan belajar dengan tenang sampai lulus nanti.

***

Penthouse Mahendra Residence – Pagi Hari, 06.38 WIB

Matahari baru menyembul dari balik gedung-gedung tinggi Jakarta saat Argo menekan bel pintu otomatis di lantai teratas Mahendra Residence. Interior penthouse itu masih redup, hanya cahaya oranye hangat dari tirai otomatis yang perlahan membuka memberi kesan tenang dan mewah.

Pintu perlahan terbuka otomatis.

“Masuk.”

Suara Reyhan terdengar dari dalam, dingin namun jernih.

Argo melangkah dengan tenang, sudah terbiasa dengan suasana penuh ketertiban dan aroma kopi hitam yang selalu menyambut pagi-pagi milik Reyhan Mahendra.

Tuan muda itu tengah duduk membelakanginya di kursi tinggi meja bar, mengenakan kaus hitam tipis dan celana olahraga gelap. Wajahnya segar meski berkeringat namun ekspresinya tetap tak bisa ditebak.

Di depannya, setangkup roti panggang dan satu gelas kopi yang tampaknya belum disentuh.

“Apa ada kabar baik?” Reyhan membuka percakapan tanpa basa-basi.

Dan Argo tahu maksud dari pertanyaan tersebut.

Pria sekretaris itu mengeluarkan ponselnya, membuka satu file terenkripsi, lalu menatap Reyhan dengan sedikit senyum profesional.

“Nona Keinarra menghubungi nomor yang kita siapkan, tepat pukul 00.30 semalam.”

Reyhan menegakkan badan.

“Dan?” Satu alisnya terangkat.

“Dia menyebutkan kode yang kita masukkan di email dummy. Verifikasi berhasil, dan sistem otomatis mengirimkan jadwal pertemuan seperti rencana awal.”

Reyhan tersenyum miring, dingin.

“Jadi gadis itu akhirnya menyerah juga .…”

Argo mengangguk. “Sepertinya hari kemarin banyak masalah muncul yang menekan secara psikologis. Saya juga sudah hubungi pihak rumah sakit untuk mulai ‘menggoyang’ deadline pembayaran tagihannya minggu ini.”

“Kita buat dia tidak punya tempat lain untuk berpaling,” ucap Reyhan sambil menyentuh pinggir cangkir kopinya. Namun ia masih belum meminumnya.

“Lokasi pertemuan?” Reyhan bertanya.

“Suite pribadi di lantai tujuh hotel Le Revé, sudah disiapkan. Keamanan terjamin, akses terbatas, dan staf dibayar untuk tutup mulut.”

Reyhan bangkit berdiri. Tubuh tingginya tampak makin mengintimidasi saat ia berjalan ke arah jendela besar yang menampilkan panorama kota Jakarta yang masih berkabut.

Tatapannya kosong. Tapi di balik itu, ada rencana yang berjalan persis seperti yang ia inginkan.

“Pastikan ruangan itu diberi kamera tersembunyi tapi hanya aku yang bisa mengaksesnya.”

Argo sempat terdiam. “Apakah Tuan ingin menyebarluaskan hasil rekaman itu?” Mengingat Reyhan sepertinya sangat membenci Keinarra.

Reyhan menyeringai tipis. “Aku belum memikirkannya aku ingin membiarkan dia bermain dalam ketidaktahuan dulu … seperti bidak yang belum sadar siapa lawannya.”

Ia memutar tubuh perlahan, menatap Argo.

“Dan pastikan, apa yang dia lakukan setelah menerima kontrak itu terpantau.”

Argo mengangguk patuh. “Siap, Tuan.”

Reyhan meneguk kopinya untuk pertama kalinya pagi itu. Suam, pahit, dan persis seperti yang ia sukai—seperti rasa yang akan ia berikan pada Keinarra.

“Permainan sudah dimulai,” ucapnya lirih, hampir seperti gumaman… tapi tajam seperti pisau.

Continue to read this book for free
Scan code to download App
Comments (2)
goodnovel comment avatar
Melyani Suwandi
Dendam apa nich, apakah ada hub dgn kecelakaan ayah tirinya....
goodnovel comment avatar
Ratna
iiih jadi merinding nih , misterius sekali
VIEW ALL COMMENTS

Latest chapter

  • Menantu Bayangan : Istri Simpanan Pewaris Tersembunyi   Kembali ke Realita

    Villa itu kembali hangat begitu Reyhan dan Keinarra masuk. Setelah seharian penuh aktivitas, tubuh mereka sama-sama letih. Keinarra lebih dulu masuk kamar mandi, sementara Reyhan melepaskan kemejanya lalu duduk di tepi ranjang, menyalakan lampu tidur yang temaram. Suara gemericik air terdengar dari balik pintu kamar mandi, membuat suasana semakin terasa damai.Ketika Keinarra keluar dengan rambut basah dan piyama tipis, Reyhan sudah berganti dengan celana santai. Keinarra naik ke ranjang, menarik selimut lalu merebahkan tubuhnya dengan wajah lega. Akhirnya bisa bertemu kasur.Reyhan baru saja hendak ikut berbaring ketika ponselnya bergetar. Nama Argo tertera di layar. Ia menjawab sambil berjalan ke arah teras belakang.“Ya, Argo?”Suara tenang sekretarisnya terdengar. “Tuan, laporan yang Anda minta sudah saya terima. Orang suruhan Nona Clarissa sudah menyampaikan semua informasi tentang Nyonya Keinarra kepada beliau. Sepertinya proses itu berjalan sesuai dugaan Anda.”Mata Reyhan

  • Menantu Bayangan : Istri Simpanan Pewaris Tersembunyi   Awal Dari Badai

    Angin sore mulai berhembus lembut, membawa aroma asin laut dan suara deburan ombak yang tak pernah lelah menyapa pasir putih Pulau Seribu. Setelah seharian dipenuhi dengan berbagai aktivitas seru yang diarahkan tim EO, wajah setiap orang terlihat sedikit lelah, namun senyum masih terus merekah.“Semua kumpul, ya! Kita mau sesi foto bareng sebelum sunset!” seru salah satu panitia, membuat rombongan mahasiswa dan bergerak menuju spot yang sudah dipilih.Sebuah gazebo bambu dihias dengan kain putih dan rangkaian bunga tropis berdiri megah di tepi pantai. Di belakangnya, langit mulai berubah warna menjadi jingga, keemasan, dan semburat ungu yang indah.Seseorang dari EO mengarahkan mereka untuk berfoto. Suasana penuh tawa, ada yang saling merangkul, ada yang berpose konyol sambil mengangkat tangan.Setelah foto bersama, ada foto per-seksi di ulai dari panitia inti, seksi acara, perlengkapan dan lain-lain.“Ada lagi yang mau foto?” Sang phographer bertanya sebelum dia menyelesaikan pe

  • Menantu Bayangan : Istri Simpanan Pewaris Tersembunyi   Karena Sayang

    Cahaya keemasan pagi menyelinap masuk melalui tirai tipis, membias di lantai marmer dan menari lembut di dinding villa. Suara ombak terdengar lirih, berpadu dengan kicauan burung yang hinggap di pohon kelapa.Keinarra terbangun lebih dulu. Matanya masih setengah berat, seberat tubuhnya yang lemas digempur Reyhan.Keinarra benar-benar merasakan momen bulan madu yang sebenarnya.Matanya kembali terpejam kemudian tersenyum, senyum bahagia yang tengah melingkupi hatinya dan Keinarra berharap kebahagiaan ini tidak cepat berakhir. Ia lantas menoleh ke samping.Reyhan masih tertidur. Wajahnya tenang, rahang tegasnya yang ditumbuhi bulu halus terlihat lebih lembut tanpa ekspresi dingin. Rambut hitamnya sedikit berantakan, dan lengannya terlipat santai di atas selimut tipis yang menutupi pinggangnya.Keinarra terdiam. Ada sesuatu yang menyesakkan sekaligus indah melihat Reyhan dalam keadaan seperti itu—tanpa topeng dingin, tanpa wibawa bisnis, hanya … seorang pria yang kini jadi milikny

  • Menantu Bayangan : Istri Simpanan Pewaris Tersembunyi   After Care

    Malam sudah jauh melewati tengah, riuh pesta pantai perlahan mereda. Beberapa mahasiswa sudah kembali ke villa masing-masing, sementara sebagian kecil masih bertahan di depan api unggun, melantunkan lagu dengan gitar dan tawa ringan. Namun, semua menoleh ketika Reyhan menggandeng Keinarra menjauh.Siulan nakal dan celetukan menggoda terdengar.“Cieee, pengantin baru!”“Eh hati-hati, jangan keras-kerasan desahannya ya Kei!”Widhy bahkan sempat melambaikan tangan disertai ekspresi jahil.Keinarra malu sekali, dia menundukan kepala, pipinya panas menahan malu, sementara Reyhan tetap melangkah tenang, wajahnya dingin tapi genggaman tangannya pada Keinarra semakin erat.Semua mahasiswi terpesona kepada Reyhan, mereka semua iri dan ingin memiliki suami seperti Reyhan.Begitu sampai di suite, suasana berubah. Senyap, hanya suara laut berdebur dari kejauhan. Lampu di sekitar private pool memantulkan cahaya lembut ke permukaan air, menciptakan kilau seperti permata.Reyhan melepas keme

  • Menantu Bayangan : Istri Simpanan Pewaris Tersembunyi   Hadiah Untuk Yang Spesial

    Selesai makan siang, rombongan diarahkan menuju area lapangan rumput luas di tepi pantai. Pohon kelapa berderet rapi, angin laut semilir membuat suasana tidak terlalu panas. Semua mahasiswa masih riuh membicarakan villa mewah yang mereka tempati, terutama suite Reyhan dan Keinarra yang jadi bahan gosip paling hangat.Tiba-tiba, beberapa orang dengan seragam kaus putih dan celana pendek khaki muncul dari arah gazebo. Mereka membawa pengeras suara, papan skor, dan beberapa kotak hadiah berbalut kertas warna-warni.“Selamat siang semuanya! Kami dari tim event organizer yang akan menemani kegiatan kalian selama di sini!” seru salah satu pemandu dengan semangat.Mahasiswa saling pandang. “Hah, ada EO?” bisik Widhy heran.Arya tampak sama terkejutnya, ia menoleh ke arah Reyhan yang berdiri santai dengan tangan di saku. “Pak Reyhan … ini maksudnya apa?”Reyhan menoleh sekilas, suaranya datar namun tegas. “Aku enggak suka liburan yang berantakan. Jadi aku percayakan sama tim EO untuk atu

  • Menantu Bayangan : Istri Simpanan Pewaris Tersembunyi   Pusat Gravitasi

    “Oke, silahkan menyimpan koper dan istirahat sebentar di kamar setelah itu kita berkumpul di restoran satu jam lagi,” kata Arya memberi arahan.Mereka pun bubar menuju kamar masing-masing.“Wid, kamu enggak apa-apa ‘kan sama yang lain dulu?” Keinarra tampak tidak enak hati.“Enggap apa-apa lah, ya masa aku ikut kamu … nanti kita bertiga donk, ya Pak Reyhan?” Widhy menggoda suami sahabatnya.Reyhan tersenyum tipis sementara Keinarra mengerucutkan bibirnya.“Dah lah enggak mikirin aku, teman aku bukan kamu aja … Kamu fokus sama honeymoon kamu, oke?” Keinarra memeluk Widya sekilas.“Nov, titip Widhy ya.” Keinarra berpesan kepada teman sekamar Widhy.Mereka berpisah di sana.Reyhan menggenggam tangan Keinarra menyusuri jalan setapak menuju kamar mereka.Villa suite itu berdiri sedikit terpisah dari deretan villa lain. Bangunannya dua lantai dengan fasad putih modern minimalis yang berpadu dengan aksen kayu tropis. Halaman depannya dipenuhi tanaman hijau rapi, dan suara deburan

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status