Share

5 Lebih dari Sepuluh Milyar!

Marcel mengerutkan keningnya ketika melihat Venya membimbing Meru ke arah lemari kaca yang berisi tabung-tabung kecil.

“Apa yang pernah ayah lakukan di sini?” tanya Venya dengan nada lembut sambil memandang Meru. “Ayah tahu tabung-tabung itu buat apa saja?”

Marcel terdiam sambil ikut mengamati gerak-gerik Meru yang mendadak diam dan tidak seaktif tadi.

“Aku ... putriku dulu menemaniku!” cetus Meru sambil mengangguk-angguk.

“Ini aku putri Ayah,” ujar Venya sabar dan penuh belas kasih. “Dulu kita bersama-sama melakukan penelitian di sini, ada Pak Fabi juga ....”

“Tidak! Putriku masih kecil, dia belum mengerti apa-apa!” bantah Meru.

Marcel terus mengamati interaksi yang terjalin antara Venya dan Meru, biar bagaimanapun mereka berdua adalah harapan satu-satunya untuk melepaskan diri dari situasi yang membelitnya saat ini.

“Ayahku jadi seperti ini sejak Pak Fabi dan Bu Lana pergi,” tutur Venya lambat-lambat. “Mungkin dengan kita melanjutkan kembali penelitian ini, siapa tahu Ayah aku bisa kembali pulih?”

Marcel terdiam untuk sesaat.

“Masalahnya kita juga membutuhkan dana yang sangat besar untuk meneruskan penelitian,” katanya kemudian. “Ayah dan ibuku tidak meninggalkan uang sepeser pun sejak kepergian mereka, bahkan aku harus membayar uang ganti rugi milik keluarga Delvino menggunakan tetes keringatku.”

Venya terdiam sambil berpikir.

“Begitu ya, aku sendiri punya tabungan tapi tentunya tidak seberapa cukup untuk bisa mendukung penelitian kita kedepannya. Kecuali kita bisa menemukan sponsor besar yang bersedia mendanai kita tanpa syarat,” katanya panjang lebar.

Marcel nyaris putus asa mendengarnya.

“Itu sesuatu yang agak mustahil,” komentar Marcel sembari membuka-buka seluruh berkas yang dia temukan beberapa waktu lalu. Tidak ada yang diharapkannya kecuali penyelesaian.

“Tunggu sebentar!” Kedua mata Marcel menyipit ketika dia menemukan satu amplop khusus yang luput dari penglihatannya. Segera diambilnya amplop itu dan dia buka isinya.

“Ini ada kartu!” seru Marcel tak percaya. “Kemarin aku tidak menemukan ini ... Ternyata ada kartu dan buku rekening yang masih kosong.”

Venya yang fokusnya terbagi antara ayahnya dan Marcel, tidak bisa berkomentar banyak sampai Marcel mendekatinya.

“Aku akan cek kartu ini di bank,” kata Marcel seraya menunjukkan sebuah kartu hitam elegan kepada Venya. “Siapa tahu ada sedikit uang di dalamnya, selain itu aku akan tetap cari sponsor yang mau mendanai penelitian kita.”

Venya tersenyum cerah dan menimpali, “Bagus sekali! Aku akan berusaha bantu kamu, sekaligus memulihkan kondisi ayahku .... Untuk sponsor, aku juga akan mencarikan tambahan ....”

Marcel mengangguk senang, setidaknya secercah harapan mulai menampakkan sinarnya.

“Izinkan kami tinggal sementara di sini, ya?” pinta Venya setelah Marcel menyimpan kartu itu kembali. “Nanti kalau rumah kami sudah diperbaiki ....”

“Tidak,” geleng Marcel tegas.

“Ah, tapi setidaknya untuk malam ini saja ... Aku mohon, kasihan ayahku ....” pinta Venya lagi.

“Maksud aku, kamu tidak lagi harus tinggal di sini sementara ... Kapan pun kamu ingin, silakan pakai lab ini untuk tempat tinggal.” Marcel menegaskan. “Pesan Cuma satu, jangan sampai keberadaan kalian diketahui oleh keluarga Delvino.”

Venya mengangguk cepat.

“Tentu saja, dulu mereka lah yang mengusir ayahku setelah penelitian tersendat dan tidak menghasilkan penemuan yang memuaskan.” Dia memberi tahu Marcel. “Setelah lab ini terbengkalai, aku terpaksa menggunakannya kalau rumahku diterjang angin.”

Marcel melipat kedua tangannya di dada dan menyahut, “Bagus kalau kamu paham, aku tidak ingin kamu dan ayahmu diusir lagi.”

“Terima kasih, Marcel.” Venya tersenyum dengan mata berbinar.

***

Sesuai rencana, Marcel mendatangi satu-satunya bank yang lokasinya paling dekat dengan kediaman Delvino. Shirley sudah mengancam kalau dia akan menjebloskan Marcel ke penjara kalau sampai dia pergi jauh dan pulang terlambat.

“Ada yang bisa saya bantu, Pak?” tanya salah satu customer servis yang bekerja melayani Marcel.

“Begini, saya ingin kartu ini dicek.” Marcel meminta. “Saya mendapatkannya dari peninggalan orang tua saya.”

“Boleh saya periksa sebentar kartunya, Pak?” tanya petugas customer servis itu ramah.

“Ini, silakan.”

“Terima kasih, mohon tunggu sebentar.”

Marcel duduk menunggu sembari mengedarkan pandangannya ke sekeliling, di mana beberapa orang nasabah mulai berdatangan dan dilayani petugas yang kosong.

“Maaf, Bapak. Saya mau periksa kartu identitas Anda sekalian,” pinta si petugas.

Marcel mengeluarkan dompetnya dan menarik keluar selembar kartu identitas kemudian menyerahkannya ke petugas customer servis.

Setelah itu Marcel kembali menunggu dengan tenang, dia berharap semoga ada sedikit uang yang ada di kartu itu.

“Terima kasih sudah bersedia menunggu,” ucap petugas customer servis itu rumah sambil menghadap Marcel. “Di kartu ini, rekeningnya terisi dana lebih dari sepuluh milyar, Pak ....”

“Apa, lebih dari sepuluh milyar?” Mata Marcel sontak terbelalak kaget ketika mendengar penjelasan customer servis.

“Betul, saya bisa print di buku tabungan kalau Anda bersedia.”

Marcel terduduk lemas, dia tidak menyangka kalau dana yang ada di kartu ini ternyata di luar perkiraannya semula.

“Apakah wajib untuk di-print?” tanya Marcel setelah dia berhasil menguasai keterkejutannya.

“Oh tidak, Pak!” geleng petugas customer servis. “Anda tetap bisa mengakses nominal dana ini setiap saat, dengan menginstal aplikasi yang mendukung ponsel Anda.”

Marcel tertegun.

“Itu dia masalahnya, saya belum memiliki ponsel canggih yang bisa digunakan untuk menginstal aplikasi yang saya butuhkan.” Marcel menjelaskan.

“Oh, baik ...” Petugas itu tersenyum dengan ekspresi yang sukar dijelaskan, dia agak ragu dengan pernyataan Marcel yang bertolak belakang dengan isi rekening yang baru saja dia periksa. “Mungkin anda ingin menarik sebagian dana untuk membeli ponsel yang mendukung, Pak? Nanti saya bisa bantu instal-kan dan juga menghubungkannya dengan akun rekening yang sudah terdaftar.”

Marcel mempertimbangkan saran petugas itu dan setuju untuk melakukan sejumlah penarikan dana. Setelah itu dia cepat-cepat pergi ke toko ponsel dan membeli satu unit terbaru yang dilengkapi dengan fitur-fitur canggih dan spek nyaris sempurna menurut pemilik toko.

Begitu ponsel baru sudah didapat, Marcel segera kembali ke bank untuk menginstal aplikasi sekaligus menghubungkannya dengan rekening yang dibuatkan orang tuanya.

Marcel memang sengaja menyelesaikan semua kepentingannya di hari itu juga, supaya besok-besok dia tidak perlu pergi keluar rumah lagi.

Namun, tentu saja hal itu memancing amarah Shirley yang dari awal sudah mengingatkan Marcel untuk jangan pergi terlalu lama.

“Dari mana saja kamu?” tanya Shirley ketika Marcel berjalan melewati tangga. “Kak Ronnie bolak-balik cari kamu, tapi ....”

“Tugas apa yang harus aku kerjakan?” potong Marcel daripada harus mendengarkan Shirley berceramah.

“Cuci mobil Kak Ronnie, habis itu menyemir sepatu!” jawab Shirley sambil menahan amarahnya karena Marcel berani menyela. “Kak Ciko juga minta kamu untuk membereskan kamarnya, jangan lupa!”

Marcel mengangguk dan berkata, “Aku akan kerjakan satu per satu ....”

“Terserah,” ketus Shirley sambil berkacak pinggang.

Marcel berlalu dengan senyum samar di sudut bibirnya, hatinya begitu ringan ketika dia tahu bahwa ada milyaran dana yang tersimpan di rekeningnya.

Bersambung—

Kaugnay na kabanata

Pinakabagong kabanata

DMCA.com Protection Status