Share

9 Hentikan Hinaan Kamu!

Alvon melirik salah satu kakaknya itu.

“Aku tidak tertarik, kecuali penelitian mereka tentang astronomi.” Dia menegaskan.

“Siapa yang ajak kamu?” tukas Ciko sambil meraih sehelai tisu untuk membersihkan bibir. “Bagaimana, Kak?”

Dia menoleh ke Ronnie yang masih menikmati secangkir susu hangat miliknya.

“Malam-malam begini?” tanggap Ronnie sambil menimbang-nimbang.

“Ini belum malam, lagipula Marcel hanya punya waktu luang ya sekarang ini.” Ciko menjelaskan. “Kalau siang kan dia harus jadi pembantu.”

Ronnie terkekeh, sementara Shirley diam saja. Dia masih dendam karena Marcel pernah memintanya untuk menyantap makanan sisa dari saudara-saudaranya.

Di dalam lab, Marcel memperhatikan bagaimana Venya bekerja.

“Kita harus bersih-bersih dulu,” kata Venya sambil memeriksa persediaan tabung-tabung yang ada di lemari. “Ini harus kita pilah mana yang masih bisa dipakai.”

Marcel mengangguk dan menyahut, “Aku harus bersih-bersih bagian mana? Masih ada tabung-tabung yang berisi cairan kimia dan salah satunya pernah aku minum ....”

“Apa?” Venya menatap Marcel dengan kening berkerut. “Kamu meminum cairan yang mana?”

Marcel terdiam sambil berusaha mengingat-ingat.

“Saat itu aku asal mengambil tabung dan langsung menenggaknya sampai habis,” jawab Marcel ragu-ragu. “Setelah itu aku masuk rumah sakit dan koma—kata Bik Nana.”

Venya menatap Marcel dengan sorot mata tidak percaya.

“Kamu sembrono sekali, Marcel. Tidak semua cairan ini aman untuk kamu konsumsi!” kata Venya gusar. “Apa sih yang kamu pikirkan?”

“Mengakhiri hidup,” sahut Marcel datar. “Saat itu aku ingin sekali mengakhiri hidupku, dan aku pikir salah satu cairan ini pasti akan membinasakan nyawaku ... tapi ternyata aku selamat dan hanya koma.”

Venya menatap Marcel tidak percaya.

“Hanya kamu bilang?” komentarnya sambil menggelengkan kepala. “Itu keajaiban! Kamu masih bisa selamat dari tindakan bunuh diri itu, artinya kamu dikasih kesempatan kedua untuk memperbaiki hidup kamu.”

Marcel termenung setelah mendengar pendapat Venya. Menurut dia cewek itu benar, ini adalah kesempatan kedua baginya untuk memperbaiki hidup.

“Ya, aku bersyukur karena ternyata selamat dari percobaan bunuh diri itu.” Marcel menegaskan. “Karena itu aku akan melanjutkan penelitian kedua orang tuaku meski ini bukanlah bidang yang aku kuasai.”

Venya menarik napas, dia merasakan emosi sesaat setelah tahu kalau Marcel pernah mencoba untuk mengakhiri hidupnya sendiri.

“Aku mungkin juga akan melakukan hal yang sama,” cetus Venya, membuat Marcel terkejut. “Seandainya tidak melihat keberadaan ayahku.”

Pandangan mata Venya terarah lurus ke arah pria paruh baya yang duduk bersandar dengan wajah tanpa ekspresi.

“Kalau begitu kita tidak boleh menyia-nyiakan kesempatan ini,” tegas Marcel sambil menyorongkan lengan kemejanya. “Mana yang harus aku kerjakan, kamu tinggal bilang dan aku akan melakukannya.”

Venya menyisir lab yang keadaannya memperihatinkan: etalase kaca yang buram, berdebu, juga lantai yang tidak dibersihkan selama beberapa tahun lamanya.

“Kamu bisa bantu aku untuk membersihkan lab ini,” jawab Venya. “Seperti yang aku bilang tadi.”

“Kita dahulukan saja mana yang lebih penting supaya kita bisa segera mulai,” sahut Marcel sigap seraya mengambil kain pel dan lap.

Venya ikut membantu dengan memilah tabung-tabung yang sudah rusak dan membuangnya ke tempat sampah.

Sementara itu Marcel menyapu lantai, mengepelnya dan ketika masih belum betul-betul kering, tiba-tiba sekelompok orang mendadak masuk tanpa permisi.

“Hei!” tegur Marcel gusar. “Apa-apaan ....”

“Wah, wah, jadi ini lab yang telah merugikan ayah ibu kita?”

“Ini jelas seperti gudang penyimpanan barang-barang bekas!”

Marcel menyalakan lampu yang lebih terang dan terlihat siapa yang tiba-tiba menyerbu masuk.

“Ini kamu sebut sebagai lab penelitian?” cemooh Ciko sambil mengulum senyum.

“Ini sama sekali bukan seperti yang aku harapkan,” timpal Ronnie. “Apa yang kamu banggakan dari lab lusuh peninggalan orang tua kamu, Marcel?”

Mendapat cemoohan dari Ronnie dan adiknya, Marcel hanya menarik napas.

“Kalian lihat saja nanti,” ucapnya sambil memandang lantai yang kembali ternoda oleh alas kaki kakak-kakak iparnya. “Yang pasti aku tidak menjanjikan apa-apa kepada kalian.”

Ciko mendengus, sementara Alvon yang katanya tidak tertarik kini justru sibuk melihat-lihat lemari kaca yang berisi tabung cairan dari berbagai warna.

“Siapa dia?” tunjuk Alvon tiba-tiba.

Sontak semua mata yang ada di situ menoleh ke arah yang ditunjuk Alvon.

Gawat, batin Marcel dalam hatinya. Dia lupa menyembunyikan Venya dan Meru!

“Kalian siapa?” tanya Ronnie kepada Venya yang merangkul ayahnya di pojok ruangan. “Jangan-jangan kalian penyusup? Atau justru perampok?”

Venya menggeleng dan menyahut lirih, “Bukan ....”

“Jangan bohong!” sentak Ciko sambil melangkah ke arah Venya dengan gaya mengancam.

“Jangan ganggu mereka!” seru Marcel tegas melebihi keberaniannya selama ini.

“Siapa kamu?” Ronnie langsung mendorong dada Marcel. “Jangan coba-coba mengatur aku dan adikku, lagipula ini adalah kawasan rumah kamu ....”

“Tapi lab ini adalah peninggalan milik orang tuaku!” sergah Marcel dengan sorot mata tajam, tidak seperti biasanya saat dia hanya mampu menatap sayu di bawah tekanan Ronnie dan saudara-saudaranya.

“Jadi?” tanya Ronnie dengan nada menantang.

“Apa pun yang ada di dalam sini, termasuk Venya dan ayahnya adalah tanggung jawabku.” Marcel menegaskan.

“Jadi namamu Venya?” Ciko menatap perempuan yang masih merangkul ayahnya itu dengan pandangan meremehkan seolah baru saja menemukan seonggok kotoran. “Dekil sekali kamu ya, seperti tempat ini yang tidak pernah dibersihkan.”

“Hentikan hinaan kamu kepadanya, Kak!” ucap Marcel memperingatkan. “Venya dan Pak Meru tidak pernah tanggung kamu kan?”

“Kamu bilang apa tadi, Pak Meru?” sela Alvon sambil menoleh ke arah Marcel.

“Ya,” angguk Marcel singkat.

“Kalau tidak salah bukankah dia adalah ilmuwan yang dulu kerja sama dengan orang tua kamu?” tanya Alvon memastikan. “Tapi sejak penelitian itu terhenti, kabarnya Pak Meru ini jadi gila.”

Ciko terbahak-bahak mendengar penuturan Alvon.

“Serius orang ini tidak waras?” komentarnya.

Marcel mengepalkan tangan saat Ciko jelas-jelas melontarkan hinaan itu tanpa ada rasa hormat sedikitpun terhadap orang yang lebih tua.

“Jaga omonganmu, Kak!” kata Marcel lagi.

“Penelitian ini akan mengubah kehidupan umat manusia!” Tiba-tiba Meru berseru lantang. “ Mereka akan terpana dengan hasil yang menakjubkan!”

Ronnie menoleh ke arah Meru, begitupun Ciko dan Alvon menatap heran pria itu dengan ekspresi aneh.

“Sudah kuduga dia benar-benar sinting!” celetuk Ciko seraya tertawa hingga keluar air mata. “Hasil penelitian gagal total begini kok dibilang dunia akan terpana—halusinasi kalian itu memang ketinggian!’

Venya tidak menanggapi, melainkan sibuk menenangkan ayahnya yang terus meracau.

“Lab ini adalah satu-satunya tempat di mana aku yang berkuasa, jadi tolong kalian jangan merusaknya.” Marcel menengahi. “Kalian tidak percaya soal penelitian kami sih tidak masalah, tapi jaga sikap kalian di lab ini ....”

“Banyak omong,” tukas Ronnie sambil menarik bagian depan kemeja Marcel. “Siapa kamu di sini?”

“Ini lab milik orang tuaku,” tegas Marcel berani. “Ayahmu bahkan mengakui dan mengizinkan aku untuk menggunakan lab ini lagi.”

Ronnie paling tidak suka ditentang. Dia mengangkat tangannya untuk membungkam mulut Marcel dan ....

Bersambung—

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status