Share

Bab 8

last update Last Updated: 2022-09-28 13:22:26

"Mbak Rasti, demi kebaikan semuanya, mending mbak turuti keinginan mas Riko."

Ucap Lika duduk di sofa ruang tamu. Hari ini Lika main ke rumah, tampak rautnya memelas.

"Maksudmu?" Tanyaku mengerutkan kening.

"Turuti keinginan mas Riko, mbak minta maaf sama ibu, biar semuanya semakin tak berlarut-larut."

Jawabnya serius, sambil meletakkan gawai disebelahnya. Menatapku tajam. Membuat hati semakin sesak.

"Lika, mbak pasti minta maaf sama ibu, tapi nggak sekarang, mbak ingin buktikan ke mas Riko."

Sahutku, membuat Lika menyipitkan matanya. Terdiam sejenak. Seakan lagi berfikir sesuatu.

"Berarti mbak ingin membuat mas Riko bertengkar ma ibu?" Tanyanya serius.

"Ya eng..."

"Mbak, ingat-ingat kembali kebaikan ibu, jangan hanya sedikit kesalahan ibu, mbak melupakan semua kebaikan ibu."

Potongnya. Aku tersentak mendengar ucapan Lika. Mencoba memahami, apakah aku yang terlalu sensitif, atau Lika memang tak merasakan ketidak adilan ini, karena dia mendapat tempat teratas di hati mertua.

"Maksudmu, kamu juga mau bilang, aku mantu tak tau diri?" Tanyaku dengan mengangkat satu alis. Lika memejamkan matanya sebentar. Mengatur nafas.

"Mbak, kita sama-sama menantu, dan kita juga tau, kalau semuanya pemberian ibu, jadi jangan buat ibu sakit hati, karena ibu akan mencabut semua fasilitasnya."

Jawab Lika dengan menepuk pelan pundakku. Mencoba mempengaruhi jalan fikirku.

"Lika, kalaupun ibu mau mencabut semua fasilitasnya, mbak nggak takut, karena dari kecil mbak juga terbiasa hidup kekurangan." Tegasku. Membuat Lika membulatkan matanya, seakan tak percaya.

"Mbak, kita sebagai anak, memang seharusnya yang meminta maaf kepada orang tuakan?" Sahut Lika seraya memastikan akan ucapannya.

"Mbak pasti minta maaf sama ibu, tapi setelah mbak membuktikan ke semuanya, kamu nggak akan pernah tau bagaimana rasanya menjadi mbak, kamu mantu kesayangan ibu, kamu selalu dipuji."

Jawabku, dan melengoskan pandang, tak mau menatap mata Lika. Dia menarik tangan kananku perlahan.

"Mbak, ibu hanya memanggilku dengan sebutan cah ayu saja mbak sudah cemburu, mbak sadar nggak? Mbak itu berlebihan." Tegasnya. Membuatku semakin bingung. Apa iya aku berlebihan?

"Nggak Lika, kamu nggak merasakan gimana sakitnya ketika fisik jadi bullyan setiap hari." Tandasku.

"Ibu hanya bercanda mbak, jangan diambil hati." Sahutnya lagi. Mencoba meluluhkan hatiku.

"Bercanda?" Aku menyeringai "Bukan hanya itu Lika, ibu selalu bangga memperkenalkan mu di depan teman-temannya, sangat berbeda sikapnya ke mbak, dari dulu sampai sekarang ibu tak melakukan hal itu." Kutarik tangan kananku, melepas genggaman Lika.

"Mbak, jangan kamu lakukan rencanamu yang kemarin, Lika nggak setuju, dan Lika nggak akan membantu." Ujarnya pasti. Membuatku tersentak. Tak percaya.

"Rencana mbak kan baik Lika, tolong bantu mbak!" Ucapku memelas. Membuatnya melepas tanganku.

"Maaf mbak, Lika nggak mau bantu, Lika nggak mau bermasalah sama ibu, karena Lika sayang sama ibu." Jawab Lika dengan suara sedikit keras. Membuatku bingung dengan sikap Lika.

"Kamu dengar sendiri kan Ko."

Deg, tiba-tiba terdengar suara mertua. Kualihkan pandang, iya memang ada mertua dan mas Riko. Hampir bersamaan ibu dan Lika mematikan gawai. Aku tersadar, ternyata dari tadi mereka telf dan loundspeaker. Pantas saja ucapan Lika terdengar manis.

"Ternyata kamu benar-benar berubah dek, kamu bukan Rasti yang mas kenal dulu."

Ucap mas Riko penuh kecewa. Kutautkan kedua alisku. Bingung apa maksudnya.

"Berubah? Kamu ngomong apa mas?" Tanyaku bingung mencari penjelasan.

"Halah nggak usah sok sok an bingung dan polos, Lika sudah menceritakan semua rencanamu Rasti." Sahut ibu, dengan mata terlihat memerah, amarahnya terasa meluap. Begitu juga dengan mas Riko.

"Lika apa yang kamu ceritakan ke ibu?" Bentakku, membuat Lika gelagapan.

"Ya-ya se-seperti yang mbak bilang kemarin." Jawabnya gugup. Kutautkan gigiku, geram.

"Lika, kamu pasti memutar balikkan omongankan?" Bentakku dan memcengkeram lengannya. Membuat Lika seakan ketakutan, "Ibu." Ucapnya meringis menatap ibu dengan raut minta perlindungan.

"Lepaskan, kamu keterlaluan Rasti." Bentak mertua mendorongku, maju kedepan menjadi tameng untuk menantu kesayangannya.

"Dek, mas kecewa sama kamu."

"Tapi mas ..."

Takku lanjutkan ucapanku. Percuma, karena mas Riko sudah berlalu. Dan merstarter motornya. Motornya di parkir dirumah tetangga. Pantas aku tak mendengar kedatangannya.

"Rasti, ibu dan Riko sudah mendengar semuanya, Lika sudah menceritakan rencana busukmu, dasar perempuan licik, harusnya ibu kekeh untuk tidak menikahkan kalian waktu itu." Sadis. Ucapan ibu terasa sadis.

"Lika jelaskan sejujurnya!" Bentakku lagi. Dia semakin bersembunyi dibelakang punggung ibu.

"Dasar ular." Teriakku. Sambil mencoba mencengkeramnya dibalik punggung ibu. Ibu mendorongku lagi, terlihat ibu tak terima mantu kesayangannya aku maki.

"Cukup, mulai sekarang pergilah dari kehidupan Riko, jangan kamu membawa Yuda, cucuku."

Ibu menuding telunjuknya tepat diwajahku. Kemudian menarik tangan Lika, keluar meninggalkanku.

Hancur semuanya, semua menjadi semakin runyam. Dalam kesendirian, aku menangis sepuasnya, meraung seperti anak kecil. Manisnya gula semakin tidak diakui. Sang kopi semakin meneggelamkan kehadiran si gula.

Sebenarnya apa rencana Rasti?

Terus apa yang disampaikan Lika ke mertua?

Continue to read this book for free
Scan code to download App
Comments (1)
goodnovel comment avatar
Izha Effendi
mampus kau risti..
VIEW ALL COMMENTS

Latest chapter

  • Menantu Kaya Dipuja, Menantu Miskin Dihina   Bab 115

    Pagi ini Lika berkemas. Menyusun baju-bajunya di koper. Di bantu oleh anak-anak panti yang sudah besar. “Mbak Lika enak ya? punya orang tua, aku juga pengen punya orang tua,” celetuk anak perempuan yang kira-kira umur 12 tahun. Bernama Putri. Membuat Lika tersentuh mendengar omongannya.“Iya,” sahut temannya lagi, yang juga ikut membantu Lika berkemas. Menyadarkan Lika, betapa beruntungnya dia. tapi, dia selama ini tidak mensyukuri itu. Selalu iri dengan kehidupan orang lain. Selalu iri dengan kehidupan Mbak Rasti dulu itu. “Kalian juga beruntung bisa tinggal di panti ini. Jangan merasa nggak punya orang tua. Bu Lexa itukan orang tua kalian,” sahut Lika menanggapi omongan anak-anak panti itu.“Owh, iya, Bu Lexa kan ibu kita,” sahut anak yang lainnya. Putri tersenyum.“Iya, Maksudnya, enak gitu jadi Mbak Lika, orang tuanya masih komplit,” jelas Putri. Membuat Lika sesak saja mendengarnya.“Udah, kalian juga sangat beruntung mempunya orang tua kayak Bu Lexa. Ini semua sudah takdir, ma

  • Menantu Kaya Dipuja, Menantu Miskin Dihina   Bab 114

    “Dari mana,Le?” tanya ibunya saat melihat Malik masuk ke dalam kamarnya. Malik tersenyum memandang ibunya.“Main sama temen, Bu. Maaf, ya, seharian ini, Ibu Malik tinggal,” jawab Malik seraya meminta maaf, karena dia merasa nggak enak dengan ibunya.“Nggak apa-apa, Le, kamu juga butuh jalan-jalan. Nggak berkutat di rumah aja, nungguin Ibu,” sahut ibunya. Malik tersenyum lagi, karena hanya ibu dan Mahira yang dia punya. Saudara banyak, tapi jarang sekali komunikasi. Jadi terputus pelan-pelan. “Malik senang di rumah sama ibu,” sahut Malik, kemudian merebahkan badannya di sebelah ibunya. Kemudian tangan ibunya mengelus rambut Malik. Karena Malik sangat senang jika ibunya melakukan itu. Ke dua tangan ibu Malik masih berfungsi, itupun dengan gerakkan lambat. Kalau kakinya sudah tidak berfungsi lagi. “Kamu kok, sedih, Le?” tanya ibunya saat melihat wajah anak sulungnya itu murung. Tanpa bisa di tahan, beningan kristal meleleh dari sudut matanya.“Lah, kok, malah nangis? Cerita sama ibu a

  • Menantu Kaya Dipuja, Menantu Miskin Dihina   Bab 113

    “Lika,” sapa Tante Lexa saat membukakan pintu untuk Lika. Lika cepat-cepat menyeka air atanya yang masih terus mengalir. “Tante,” sahut Lika masih terus menyeka air matanya, yang nggak bisa berhenti. Malik sudah pulang. Saat pintu rumah Tante Lexa di buka, Malik langsung memutar mobilnya dan keluar meninggalkan halaman rumah Tante Lexa. “Masuk dulu!” perintah Tante Lexa, seraya menarik tangan Lika menuju ke kursi. Lika nggak enak hati dengan Tante Lexa, karena menangis. ‘Pliis Lika jangan nangis, nanti membuat Tante Lexa bingung dan cemas,’ lirih Lika dalam hati. Dia pikir Tante Lexa nggak tahu sebab dia menangis.“Kenapa menangis?” tanya Tante Lexa memancing reaksi Lika. Lika memaksakan senyum dan masih terus meyeka air matanya.“Nggak apa-apa, Tante,” sahut Lika asal, dengan suara serak dan sesak. Tante Lexa mendesah, kemudian ikut membantu mengusap air mata Lika. Karena Lika sudah di anggap anak olehnya.“Cerita sama Tante! Siapa tahu Tante bisa membantumu,” ucap Tante Lexa. Mata

  • Menantu Kaya Dipuja, Menantu Miskin Dihina   Bab 112

    “Hah? Juwariah hamil anak Tirta?” sahut Mas Riko saat aku memberi kabar tentang gosip ini. Ya, sepulang dari warung Mak Rida, aku langsung mencari-cari Mas Riko. Ternyata dia lagi membakar sampah di belakang rumah.“Jangan kenceng-kenceng, Mas, nanti di dengar tetangga,” jawabku sambil celingak celinguk. Dia juga ikutan celingak celinguk.“Paling juga semua orang sudah dengar, kita ini belakangan dengarnya,” sahut Mas Riko. Ah, mungkin seperti itu.“Mungkin, Mas. Tapi kenapa Mbak Juwariah ngenalin Tirta ke Lika? Sampai nginap-nginap di penginapan lagi,” tanyaku. Dia menghentikan pembakaran sampahnya. Beranjak dan mencari tempat teduh di bawah pohon sawit, yang sudah di siapkan kursi kayu, untuk tempat bersantai.“Iya, ya? Harusnya kan cemburu ya?” tanya Mas Riko balik. Sama-sama tak tahu jawaban pastinya. Yang tahu hanyalah Mbak Juwariah. Apa maksudnya?“Kalau menurutku, memang sengaja, mau menghancurkan rumah tangga Lika dan Toni. Dengan Tirta sebagai pancingan, agar Lika nurut denga

  • Menantu Kaya Dipuja, Menantu Miskin Dihina   Bab 111

    [Owh jadi mereka kakak beradik, donatur panti Bu Lexa, orang-orang baik, ya] sahut mamanya Lika.[Alhamdulillah, Lika di sini berteman dengan orang-orang baik dan tulus, Bu. Nggak usah khawatir. Saya juga kenal betuk siapa Malik dan Mahira. Sekarang aja ini Lika lagi keluar sama Malik. Katanya untuk pertemuan yang terakhir. Mumpung Lika masih di sini. Dan ternyata benar, kalian sudah di Jogja dan besok akan menjemput Lika,] jelas Bu Lexa panjang.[Lagi keluar sama Malik?] tanya mamanya Likas seraya mengerutkan kening.[Santai, Bu. Saya percama sama Malik seratus persen. Dia anaknya baik, nggak akan neko-neko sama Lika. Lagian Lika sama Malik itu temenan dari SMP] Jelas Bu Lexa lagi, untuk menenangkan hati orang tua Lika.[Owh, saya percaya dengan Bu Lexa. Kalau Bu Lexa yakin kalau Malik itu baik, berarti dia memang baik,] jawab mamanya Lika. Bu Lexa tersenyum.[Yasudah, Bu. sampai sini dulu obrolannya. Insyaallah kami besok ke rumah Bu Lexa,] ucap mamanya Lika lagi, ingin pamit memati

  • Menantu Kaya Dipuja, Menantu Miskin Dihina   Bab 110

    “Lika nomornya, kok, aktif, ya?” tanya Pak Samsul kepada istrinya. “Paling ngedrop hapenya,” jawab istrinya santai. Pak Samsul kemudian duduk di kursi. Tak berselang lama, istrinya menghampiri seraya membawakan secangkir Kopi manis. “Ini kopinya, Pa!” ucap istrinya seraya meletakkan di atas meja.“Makasih, Ma,” jawab Pak Samsul. Istrinya tersenyum.“Sama-sama,” jawabnya kemudian duduk. “Nova kemana, Bu?” tanya Pak Samsul kepada ibunya. Kemudian Nenek Rumana juga ikut mendekat dan bergabung bersama anak dan menantunya.“Ke loundrynya,” jawab Nenek Rumana seraya duduk di kursi. Pak Samsul kemudian mengambil kopi yang di buatkan istrinya. Meniupnya pelan dan menyeruputnya.“Alhamdulillah senang melihat Nova sudah bisa mandiri. Udah punya usaha juga,” sahut Pak Samsul setelah meletakkan kopinya di meja.“Iya, Ibu juga senang melihat kemajuan Nova. Cuma dari segi asmara dia kurang beruntung,” jawab Nenek Rumana.“Biarkan, Bu. Nova perempuan baik, insyaallah kalau menikah lagi, juga akan

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status